Homili 21 Februari 2014

Hari Jumat, Pekan Biasa VI

Yak. 2:14-24,26;

Mzm. 112:1-2,3-4,5-6;

Mrk. 8:34-9:1

Iman itu harus hidup!

 

Fr. JohnUntuk memulai homili hari ini, saya teringat pada perkataan Kardinal Francis Xavier Nguyen Van Thuan: “Banyak orang mengatakan, ‘Aku memiliki iman, aku memiliki iman’. Barangkali benar begitu, tetapi kehidupan mereka sehari-hari seringkali bertentangan  dengan iman yang mereka ikrarkan. Sedikit orang yang hidup seutuhnya sesuai dengan iman”. Nah, apakah iman itu? Banyak orang selalu mengatakan tentang iman atau beriman tetapi belum memahaminya dengan baik. Henry Newman, seorang Filsuf dan Teolog dari Inggris mengatakan bahwa iman pada dasarnya adalah penerimaan suatu kebenaran yang tidak bisa diterima nalar, semata-mata dan tanpa syarat atas dasar kesaksian. Karl Rahner, Teolog Jerman mengartikan iman sebagai usaha menempatkan diri dengan hal yang tidak bisa dimengerti atas Tuhan untuk seumur hidup. Paus Benediktus VI dalam Ensiklik Spe Salvi, 7, mengatakan iman adalah dasar dari segala sesuatu yang kita harapkan, dan bukti dari segala sesuatu yang tidak kita lihat. Dari definisi-definisi ini saja masih saja membuat banyak orang bingung. Itu sebabnya St. Anselmus Canterbury mengatakan “credo, ut intelligam”: iman mencari pemahaman.

St. Paulus mengatakan kepada jemaat di Roma bahwa kita bermegah dan dibenarkan karena iman (Rom 3:27-28).  Dalam suratnya kepada jemaat di Efesus, Paulus mengatakan: “Sebab karena kasih karunia kamu diselamatkan oleh iman; itu bukan hasil usahamu, tetapi pemberian Allah, itu bukan hasil pekerjaanmu: jangan ada yang memegahkan diri” (Ef 2:8-9). Pandangan Paulus ini berbeda dengan Rasul Yakobus. Dalam suratnya, Yakobus mengatakan kepada jemaat di Yerusalem: “Apakah gunanya saudara-saudara jika mengatakan bahwa ia mempunyai iman, padahal ia tidak mempunyai perbuatan? Dapatkah iman itu menyelamatkan dia? Jika iman tidak disertai perbuatan, maka iman itu pada hakekatnya adalah mati” (Yak 2: 14.17).

Untuk mempertegas pengajarannya, Yakobus mengambil contoh Abraham dalam Kitab Kejadian. Abraham adalah contoh nyata orang yang beriman dan melakukan perbuatan baik. Ia dibenarkan bukan hanya oleh iman tetapi oleh perbuatan-perbuatan baiknya terutama ketika mempersembahkan Ishak, anaknya di atas mezbah. Jadi menurut Yakobus, dengan perbuatan-perbuatan baik maka iman itu menjadi sempurna. Manusia seperti Abraham dibenarkan bukan semata-mata oleh imannya tetapi juga oleh perbuatan-perbuatannya yang baik. Kita lalu mengingat perkataan Yesus dalam Injil mengatakan, “Hendaknya orang melihat perbuatan-perbuatanmu yang baik dan memuliakan bapaMu di surga” (Mat 5:16). Pada akhirnya Yakobus menegaskan bahwa tubuh tanpa roh adalah mati sama saja dengan iman tanpa perbuatan adalah mati.

Membaca pandangan Yakobus ini marilah kita merenungkan hidup kita sebagai sebuah Gereja. Gereja katolik sudah bertahun-tahun memperjuangkan pemberdayaan kaum papa dan miskin. Ada istilah yang lazim ‘preferential option for the poor’. Istilah ini pertama kali diungkapkan oleh Pastor Pedro Arrupe, Superior Jenderal Yesuit dalam surat edarannya kepada para Yesuit di Amerika Latin pada tahun 1968. Istilah ini kemudian membooming dalam ajaran social Gereja Katolik terutama pilihan mendasar untuk melayani kaum papa miskin. Ini adalah salah satu upaya untuk menunjukkan perbuatan baik bagi sesama yang menderita, miskin dan dari situ nama Allah dapat dimuliakan. Orang yang memiliki iman akan berbuat baik kepada sesama karena Tuhan berkarya di dalam dirinya.

Tuhan Yesus dalam bacaan Injil hari ini memberitahukan syarat-syarat untuk mengikuti Yesus. Syaratnya adalah pertama: “Setiap orang yang mau mengikuti Aku, ia harus menyangkal dirinya, memikul salibnya,  dan mengikuti Aku” (Mrk 8:34). Kedua, Orang harus kehilangan nyawanya karena Yesus dan InjilNya sehingga bisa memperoleh keselamatan (Mrk 8: 35). Ketiga, Tidak merasa malu untuk bersaksi tentang Kristus (Mrk 8:38). Ketiga syarat ini menggambarkan orang yang sungguh-sungguh mau mengimani Yesus. Orang sungguh-sungguh beriman secara radikal akan melakukan segalanya bagi Tuhan Yesus.

Iman itu harus hidup. Yesus memberikan syarat-syarat ini untuk mewujudkan iman yang hidup. Memikul salib adalah pengalaman rohani yang mendalam di mana kita menderita tetapi penderitaan itu memberi dampak pada perubahan yang radikal, pertobatan dan kebahagiaan sesama. Saya memikul salib berarti saya menderita supaya saudara saya memperoleh keselamatan. Iman berarti kemartiran. Sama seperti Yesus sendiri menjadi martir, demikian kita semua memiliki panggilan untuk menjadi martir. Kehilangan nyawa adalah kemartiran setiap hari.  Iman itu hidup dengan perbuatan-perbuatan baik, tanpa ada rasa malu bahwa kita adalah pengikut Kristus. Apakah anda memiliki iman? Apakah melakukan perbuatan baik sebagai orang beriman adalah sebuah kebutuhanmu?

Doa: Tuhan, terima kasih karena Engkau mengingatkan kami hari ini untuk mengimani Engkau dan melakukan perbuatan-perbuatan kasih kepada sesama. Amen

PJSDB

Leave a Reply

Leave a Reply