Uomo di Dio: Dengarkan dan Pelajari

Dengarkan dan Pelajari

P. John SDBPada suatu kesempatan saya dikunjungi sepasang suami istri. Mereka mau berbicara dengan saya tentang anak mereka yang baru berusia 12 tahun. Inilah sharing mereka yang masih sempat saya ingat: salah satu kesulitan yang sedang mereka hadapi dengan anak tunggal mereka adalah belakangan ini anaknya sulit sekali untuk mendengar mereka. Ini bukan berarti anaknya mengalami gangguan telinga tetapi ketika orang tuanya berbicara, meminta bantuan atau memberi nasihat tertentu, anak itu tidak mendengar dan mengikuti mereka. Banyak kali ia menghilang dari rumah dengan teman-teman sebayanya.

Pada suatu hari pasutri ini duduk berdua dan mencari letak kesalahan mereka dalam mendidik anak tunggalnya ini. Mereka menemukan beberapa hal berikut ini yang menjadi kelemahan: secara rohani, mereka banyak kali lalai dalam mendoakan anak dan mendidiknya dalam iman. Mereka kurang memberi teladan kepadanya, artinya nilai pengorbanan diri sebagai orang tua belum dirasakan anaknya. Ia hanya merasa bahwa semuanya baik dan dinikmati tanpa melihat pengorbanan diri sebagai orang tua baginya. Dari situ anaknya bertumbuh dengan mentalitas sebagai anak manja, hedonis. Mereka juga perlu menanamkan disiplin hidup dan terakhir mencurahkan lebih banyak waktu untuk tinggal bersama anaknya.

Setelah menemukan kelemahan-kelemahan ini mereka juga melihat berbagai kekuatan yang dimiliki. Pasutri ini sama-sama bekerja maka secara ekonomis mereka baik-baik saja. Sebagai suami dan istri mereka kompak dan merasa cocok satu sama lain meskipun kebersamaan mereka lebih intensif pada akhir pekan. Komunikasi mereka bagus, masing-masing memiliki komitmen untuk saling kontak dengan sarana komunikasi sosial yang ada. Mereka saling terbuka dan mengisi satu sama lain. Secara rohani mereka juga berdoa dan beribadat.

Dengan melihat kelemahan dan kekuatan mereka bersama sebagai suami dan istri maka mereka mencari kesempatan untuk membangun komunikasi dengan anaknya. Mereka berdoa dan Tuhan menggerakan hati anaknya untuk pergi bersama seharian. Di dalam mobil ayahnya bertanya kepada anaknya mengapa perilakunya berubah dan rasanya ia acuh tak acuh dengan orang tua. Anak itu diam, tetapi kemudian menjawab bahwa ia sebenarnya iri hati dengan teman-teman sebayanya karena mereka begitu akrab dengan orang tua mereka. Ia dijemput, disapa dan dipeluk dan mereka merasakan kehangatan sementara dia merasa kesepian di rumah karena rasanya tidak diperhatikan oleh orang tua. Pasutri itu meminta maaf dan berjanji untuk memberi perhatian kepada anaknya. Setelah merasa bahwa situasinya cair, ayahnya meminta kepadanya satu permintaan istimewa kepada anaknya. Permintaan itu adalah supaya anaknya bisa mendengar dan belajar. Anak itu berjanji bahwa dia akan mendengar dan belajar dari semua nasihat dan perintah orang tuanya. Relasi orang tua dan anak menjadi pulih kembali. Sahabat-sahabat yang paling akrab bagi anak adalah ayah dan ibunya. Mereka yang rasanya jauh sekali sekarang menjadi dekat.

Saya hanya duduk dan mendengar sharing, memberi pujian dan mengatakan kepada pasutri ini bahwa mereka sudah berada di jalan yang benar. Mereka harus berusaha untuk terus berdoa, dan tidak berhenti atau bosan mengasihi anak mereka. Di mana anak berada, orang tuanya juga berada bersamanya. Segala sesuatu harus dilakukan dengan kesabaran dan doa!

Saya teringat akan pengalaman pribadi Steven Spielberg, sutradara dan produser pemenang Academy Award. Ia menceritakan pengalaan pribadinya bahwa sejak kecil orang tuanya menanamkan ajaran yang paling penting dalam hidupnya. Orang tuanya mengajarkan kepada Steven cara mendengarkan yakni mendengarkan semua orang sebelum ia menyusun pemikirannya sendiri untuk diungkapkan. Semakin dewasa Steven menyadari bahwa pengajaran sederhana dari orang tuanya memiliki manfaat yang sangat besar. Menurutnya, pada saat kita mendengarkan, kita belajar. Kita menyerap seperti karet busa, dan hidup kita akan terasa jauh lebih enak dibandingkan dengan keadaan ketika kita hanya berusaha untuk didengarkan setiap saat. Luar biasa kesaksian Steven Spielberg ini.

Sebagai pria katolik kita juga punya tugas dan panggilan untuk mendidik anak-anak dan kaum muda supaya mereka banyak mendengar dan belajar. Kita hendaknya menyadarkan mereka supaya berlaku seperti karet busa yang banyak menyerap sehingga hidup kita lebih enak dan nikmat. Memang Tuhan tidak salah menciptakan kita, kita sempurna dengan memiliki dua telinga dan satu mulut. Mari kita mendengar dan belajar!

PJSDB

Leave a Reply

Leave a Reply