Homili 9 Juni 2014

Hari Senin, Pekan Biasa X
1Raj 17:1-6
Mzm 121:1-2.3-4.5-6.7-8
Mat 5:1-12

Melayani Tuhan dengan bahagia

Fr. JohnSetelah melewati masa prapaskah dan paskah, pada hari ini kita memasuki masa biasa dalam tahun Liturgi. Pada hari pertama ini kita nerjumpa dengan seorang figur inspiratif yakni nabi Elia (אליהו Elijahu). Ia adalah seorang nabi besar yang hidup pada abad ke-IX SM, dalam masa pemerintahan Raja Ahab dan Ratu Izebel, dan Raja Ahazia dari Israel. Hidup dan karyanya dapat ditemukan dalam Kitab Perjanjian Lama, khususnya Kitab Raja-Raja I dan II. Pokok pewartaan nabi Elia yaitu Yahwe adalah satu-satunya Allah yang benar, dan ia menyerukan kepada orang banyak agar bertobat dari menyembah berhala-berhala palsu, dari mengacuhkan perjanjian dan dari dosa melawan hukum-hukum Tuhan.

Dalam bacaan pertama hari ini dikisahkan tentang kehadiran nabi Elia di tepi sungai Kerit. Ia berkata kepada Ahab: “Demi Tuhan yang hidup, Allah Israel, yang kulayani, sesungguhnya tidak akan ada embun atau hujan pada tahun-tahun ini, kecuali kalau kukatakan.” (1Raj 17:1). Ketika terjadi kekeringan dan tidak ada makanan maka Tuhan melindungi Elia dengan menyuruhnya ke tempat baru di tepi sungai kerit sebelah Timur Sungai Yordan. Di sana Tuhan melindungi dan memelihara Elia. Tuhan mengutus burung-burung untuk memberinya makan dan minum. Elia tidak hanya melayani Tuhan, tetapi Tuhan juga melayani, melindungi dan memuaskannya dengan makanan dan minuman.

Akhir hidup Elia dikisahkan seperti ini: tibalah waktunya ketika misi Elia harus berakhir dan tugas kenabian akan diserahkan kepada Elisa, muridnya. Rombongan nabi dari Betel dan Yerikho berkata kepada Elisa, “Sudahkah engkau tahu, bahwa pada hari ini tuanmu akan diambil dari padamu oleh Tuhan terangkat ke sorga?” Mengantisipasi kepergian Elia, Elisa meminta “dua bagian dari roh(nya)”. Kemudian, “Sedang mereka berjalan terus sambil berkata-kata, tiba-tiba datanglah kereta berapi dengan kuda berapi memisahkan keduanya, lalu naiklah Elia ke sorga dalam angin badai.” Elisa lalu memungut jubah Elia (tanda jabatannya sebagai seorang nabi), dan memulai misinya sebagai nabi Yahweh. Bahkan rombongan nabi memaklumkan, “Roh Elia telah hinggap pada Elisa” (bdk 2 Raja-raja 2).

Elia sebagai pelayan Tuhan boleh dikatakan sebagai orang yang berbahagia. Di dalam bacaan Injil Tuhan Yesus menyapa kaum papa dan miskin dalam roh, mereka yang berduka cita, lemah lembut, lapar dan haus akan kebenaran, murah hatinya, suci hatinya, membawa damai, yang dianiaya karena kebenaran, dicela, dianiaya, difitnah karena nama Kristus. Orang-orang ini menunjukkan kesetiaan dan iman kepada Yesus. Yesus tidak memberikan mereka kiat-kita untuk mencapai kebahagiaan tetapi bahwa di dalam diri mereka ada potensi yang mereka miliki sehingga masing-masing mereka layak disapa berbahagia.

Sabda bahagia di bukit adalah pertama dari lima diskursus Yesus di dalam Injil Matius. Ia memulai sapaanNya kepada kaum papa miskin dalam roh. Siapakah mereka itu? Orang yang miskin dalam roh itu tidak memiliki material apa pun makan harapannya adalah pada penyelenggaraan Tuhan. Mereka adalah kaum anawim. Orang benar-benar kosong sehingga kekosongan atau ketiadaan itu diisi oleh Yesus. Kemiskinan dalam roh menutupi kesedihan, menjadi lemah lembut, murah hati, berbelas kasih dan suci hatinya. Ini semua adalah ciri khas Yesus yang lemah lembut dan rendah hati.

Doa: Tuhan bantulah kami untuk bertumbuh sebagai umatMu yang layak disapa “berbahagialah”. Amen

PJSDB

Leave a Reply

Leave a Reply