Homili 26 Juni 2014

Hari Kamis, Pekan Biasa XII
2Raj. 24:8-17
Mzm. 79:1-2,3-5,8,9
Mat. 7:21-29

Melakukan Kehendak Allah itu harus!

Fr. JohnPada pagi hari ini saya mendapat sebuah pesan singkat dari seorang sahabat. Bunyinya: “Ecco, Io vengo a fare la tua volonta’” (Mzm 40: 8-9; Ibr 10:9) artinya: “Lihatlah, aku datang untuk melakukan kehendakMu.” Saya hening sejenak dan coba merenungkan pesan Sabda Tuhan ini dan sebagai seorang abdi Tuhan, saya merasa dikuatkan untuk tetap tekun dan setia melakukan kehendakNya. Dia memiliki rencana bagiku untuk menghayati panggilan hidupku. Panggilan hidup itu sendiri adalah salah satu cara manusia menjawabi kehendak Tuhan. Kita memiliki Bunda Maria sebagai inspirator untuk mengikuti kehendak Allah ketika mengatakan “Fiat” atau “Sesunggunya aku ini adalah hamba Tuhan, terjadilah padaku menurut perkataanmu.” (Luk 1:38). Tuhan Yesus sendiri taat kepada kehendak Bapa hingga wafat di kayu salib (Flp 2:8). Ia berpasrah kepadaNya dengan berkata: “Ke dalam tanganMu Kuserahkan RohKu.”(Luk 23:46). Sebagai orang yang dibaptis kita semua dipanggil untuk mengikuti kehendak Tuhan Allah.

Apa itu kehendak Tuhan Allah? Di dalam Kitab Suci, kehendak Tuhan Allah dapat dipahami dalam beberapa konsep berikut ini: Pertama, Kehendak Allah adalah Taurat Allah (Torah) karena di dalam Torah, Allah mengarahkan kita kepada jalan yang dikehendakiNya bagi kita. Kedua, kehendak Allah adalah segala sesuatu yang merupakan keinginan atau hasrat yang jelas dan definitive dari Tuhan Allah bagi manusia. Misalnya keselamatan merupakan kehendak Tuhan Allah bagi kita (1Tim 2:4; 2Pet 3:9). Ketiga, kehendak Allah adalah segala sesuatu yang diijinkan atau dibiarkan terjadi oleh Tuhan Allah. Sifatnya adalah menguji kesetiaan dan kasih manusia kepadaNya. Untuk itu kita perlu berdoa supaya Tuhan membuka pikiran kita untuk memahami apakah benar-benar kehendak Tuhan sebagai kebenaran dalam terang Kitab Suci atau bukan. Dengan doa maka kehendak Tuhan bisa menjadi nyata dalam hidup kita.

Bacaan Kitab Suci pada hari ini mengajak kita untuk datang dan melakukan kehendak Tuhan. Dengan melakukannya, kita menjadi layak di hadiratNya dan memperoleh kehidupan kekal. Tuhan Yesus berkata: “Bukan setiap orang yang berseru kepada-Ku: Tuhan, Tuhan! akan masuk ke dalam Kerajaan Sorga, melainkan dia yang melakukan kehendak Bapa-Ku yang di sorga.” (Mat 7:21). Ada orang yang berpikir bahwa ia sudah aktif dalam hidup menggereja, rajin beribadah, tekun melakukan karya-karya kerasulan tertentu dan itu sudah cukup. Ternyata Tuhan Yesus meminta satu hal yang lebih yakni keterbukaan hati kita untuk melakukan kehendak Tuhan Bapa di Surga hari demi hari. Nilai “lebih dari” ini sangat penting dalam melakukan kehendak Allah. Prinsipnya seperti Daud yang berani berkata: “Lihatlah Tuhan, Aku datang untuk melakukan kehendakMu” (Mzm 40:8-9) dalam segala situasi hidup kita. Mengapa Yesus meminta satu hal yang lebih? Karena Ia tahu bahwa banyak kali kita melakukan kehendak kita sendiri bukan kehendak Allah.

Yesus juga mengharapkan agar kita menjadi bijaksana di dalam hidup untuk membangun relasi denganNya. Artinya orang bijaksana akan mendasarkan iman, harapan dan kasihNya di atas Sabda Allah sebagai fondasinya. Sebagai orang yang dibaptis kita mendengar dan melakukan Sabda di dalam hidup nyata. Jadi Sabda Tuhan itu adalah fondasi untuk pertumbuhan iman kita. Tanpa Sabda Tuhan yang keluar dari mulut Allah, hidup iman kita akan goyah dan mudah rubuh.Yesus mengumpamakannya dengan orang yang membangun rumah. Orang bijaksana merencanakan dengan matang dan membangunnya di atas wadas yang kokoh sebagai fondasi, orang yang bodoh membangun rumahnya di atas pasir. Pengajaran Yesus di atas bukit ini dilakukanNya dengan bijaksana dan penuh kuasa tidak sama dengan para ahli Taurat.

Para murid yang mendengar Yesus pasti bisa menangkap maksud kehendak Allah di dalam hidup mereka. Di kemudian hari, para muridNya pergi sampai ke ujung dunia untuk mewartakan Injil dan melakukan segala pekerjaan Tuhan. Para murid bahkan sampai wafat sebagai martir karena melakukan kehendak Allah. Hal ini diwariskan turun temurun di dalam Gereja. Artinya Gereja juga tetap memiliki panggilan untuk melakukan kehendak Allah. Tanpa ciri khas ini, rasanya akan seperti perkataan Yesus: “Aku tidak pernah mengenal kamu! Enyahlah dari pada-Ku, kamu sekalian pembuat kejahatan!” (Mat 7:23). Tentu saja kita semua menghendaki agar Tuhan tetap mengenal dan mengasihi kita.

Di dalam bacaan pertama kita mendengar bagaimana orang-orang Israel memiliki hati yang keras sehingga tidak mengikuti kehendak Allah. Yoyakhim yang barusan berusa delapan belas tahun terpilih menjadi raja. Ia melakukan kejahatan di hadirat Tuhan. Pada saat yang sama raja Babel yakni Nebukadnezar datang dan menyerang kota Yerusalem. Nebukadnezar menangkap Yoyakhim, ibunya bernama Nehusta binti Elnatan dan pegawai-pegawainya. Segala perbendaharaan rumah Tuhan dan barang-barang perbendaharaan istana raja, segala barang dari emas dirampas Nebukanezar. Bersamaan dengan raja dan keluarganya, semua orang di Yerusalem juga diangkut ke Babel. Mereka adalah para panglima, pahlawan yang gagah perkasa berjumlah tujuh ribu, sepuluh ribu tawanan, semua tukang dan pandai besi berjumlah seribu orang, kecuali orang yang lemah (2Raj 24:14.16). Nebukanezar mengangkat Matanya alias Zedekia untuk mengganti Yoyakhim. Sejak saat itu orang-orang Yahudi mengalami pembuangan di Babel. Ini merupakan bagian dari kehendak Allah untuk menguji dan memurnikan umatNya.

Kita bersyukur karena Tuhan memiliki rencana dan kehendak yang indah bagi kita. Mari kita datang untuk melakukan kehendak Tuhan. Mari kita menjadi taat dan setia kepada kehendakNya.

Doa: Tuhan, bantulah kami untuk bertumbuh sebagai orang yang taat kepadaMu. Amen

PJSDB

Leave a Reply

Leave a Reply