Homili hari Minggu Biasa XIV/A

Hari Minggu Biasa XIV/A
Za 9: 9-10
Mzm 145:1-2.8-9.10-11.13cd-14
Rm: 8:9.11-13
Mat 11:25-30

Datanglah kepada Yesus

Fr. JohnKita memulai perayaan Ekaristi hari ini dengan sebuah Antifon Pembuka berbunyo: “Kami mengenangkan kasih setiaMu ya Allah, dalam rumahMu yang kudus. Seperti namaMu memenuhi seluruh bumi, demikian juga kemasyhuranMu, ya Allah; tangan kananMu penuh dengan keadilan.” (Mzm 48:10-11). Setiap hari Minggu kita berdatangan ke rumah Tuhan ini untuk mengenang dan merasakan kasih Tuhan. Apa sajakah kasih Tuhan yang hendak kita rasakan dalam Ekaristi? Ia menyapa kita dengan sabdaNya, Ia juga memberi diriNya secara total, dalam hal ini Tubuh dan DarahNya yang kita sambut dalam Ekaristi kudus. Di dalam Ekaristi ini kita menemukan Yesus yang amat mengasihi kita. Dialah Anak Allah yang rela merendahkan diriNya untuk keselamatan kita. Kerelaan itu ditandai dengan kerendahan hati dan kelembutan hatiNya.

Bacaan-bacaan Kitab Suci pada hari Minggu ini membantu kita untuk mengenal lebih dalam Pribadi Yesus Kristus. Di dalam bacaan Injil kita mendengar Yesus mewahyukan diriNya sebagai Anak Allah dan tugas-tugas yang harus dilakukanNya. Sebagai seorang Anak, Ia memuji dan memuliakan Bapa (Mat 11:25-26), Yesus dan Bapa saling mengenal satu sama lain (Mat 11: 27) dan undangan Yesus untuk memikul kuk (Mat 11:28-30).

Yesus merendahkan diriNya di hadapan Bapa dan menaikan syukur kepadaNya sebagai Anak: “Aku bersyukur kepada-Mu, Bapa, Tuhan langit dan bumi, karena semuanya itu Engkau sembunyikan bagi orang bijak dan orang pandai, tetapi Engkau nyatakan kepada orang kecil. Ya Bapa, itulah yang berkenan kepada-Mu.” (Mat 11:25-26). Yesus menyapa Allah sebagai Bapa atau Abba dan bersyukur kepadaNya (exomologoumai). Rasa syukur sebagai seorang Anak kepada Bapa yang menciptakan segala sesuatu. Motivasi rasa syukur Yesus adalah karena Bapa menyembunyikan segalanya kepada orang bijak dan pandai tetapi kepada orang kecil Tuhan menyatakannya dengan sempurna. Orang kecil yang Yesus maksudkan adalah diriNya sendiri sebagai Anak. Ia akan menjadi juru selamat bagi banyak orang sesuai rencana Bapa. Orang kecil yang lainnya adalah para murid. Mereka adalah orang-orang sederhana, para nelayan yang mengikuti Yesus dan nantinya akan menjadi pewarta Injil sampai ke ujung dunia. Para murid sendiri seperti domba yang diutus ke tengah-tengah srigala. Banyak penderitaan dan kemalangan akan mereka alami. Semua itu menjadi konsekuensi dari sikap sebagai murid Kristus.

Yesus juga menunjukkan relasiNya yang mendalam dengan Bapa. Ia sendiri berkata: “Semua telah diserahkan kepada-Ku oleh Bapa-Ku dan tidak seorangpun mengenal Anak selain Bapa, dan tidak seorangpun mengenal Bapa selain Anak dan orang yang kepadanya Anak itu berkenan menyatakannya.” (Mat 11:27). Segala sesuatu termasuk Kuasa Bapa (exousia) telah diserahkan Bapa kepada Yesus PuteraNya (Mat 28:18). Segala kasih sayang diberikan Bapa kepadaNya dan Ia juga melakukan hal yang sama karena mereka saling mengenal. Demikian juga semua orang yang percaya kepada Yesus memiliki rahmat istimewa untuk mengenal Bapa. Orang-orang percaya adalah mereka yang terbuka pada seluruh rencana Allah Bapa. Mereka juga akan mengenal Bapa.

Pada akhirnya Yesus mengajak para murid, orang-orang kecil yang letih lesuh dan berbeban berat untuk datang kepadaNya. Ia berkata: “Marilah kepada-Ku, semua yang letih lesu dan berbeban berat, Aku akan memberi kelegaan kepadamu. Pikullah kuk yang Kupasang dan belajarlah pada-Ku, karena Aku lemah lembut dan rendah hati dan jiwamu akan mendapat ketenangan. Sebab kuk yang Kupasang itu enak dan beban-Kupun ringan.” (Mat 11:28-30). Para murid dan orang kebanyakan saat itu memiliki keletihan spiritual karena pengajaran kaum Farisi yang menekankan pemurnian hukum Taurat dan lalai dalam memperjuangkan kasih dan keadilan. Pengajaran Yesus membantu mereka untuk memiliki kebebasan interior, sukacita dan hidup kekal. Itu sebabnya Ia mengajak mereka untuk belajar dari padaNya. Ia mengajak untuk datang kepadaNya karena Ia lemah lembut dan rendah hati.

Pengajaran Yesus ini sangat mendalam bagi kita. Kita mengikuti Tuhan Yesus Putera Allah yang selalu bersyukur kepada Bapa. Rasa syukur karena Tuhan menganugerahkan segalanya kepada orang-orang kecil bukan orang bijak dan pandai. Orang bijak dan pandai mengandalkan akal budinya. Orang kecil selalu terbuka kepada setiap rencana Allah sehingga mereka bisa memadukan akal budi dan hatinya. Dari situ mereka inilah yang bisa belajar untuk menjadi lemah lembut dan rendah hati.

Di dalam Bacaan pertama, Tuhan sendiri melalui Zakharia sudah menubuatkan tentang seorang raja yang datang sebagai pribadi yang adil dan jaya. Ia lemah lembut dan mengendarai seekor keledai. Keledai adalah hewan yang melambangkan kesederhanaan bahkan kebodohan. Gambaran raja ini serupa dengan Yesus di dalam dunia Perjanjian Baru. Dia lemah lembut dan rendah hati. Dialah raja damai bagi semua orang yang berkenan kepadaNya.

Apa yang harus kita lakukan untuk menjadi lemah lembut dan rendah hati? St. Paulus mengajak kita untuk datang kepada Yesus. Di dalam Yesus dan bersama Yesus kita semua akan hidup dalam Roh bukan hidup dalam kedagingan. Roh itu akan menghidupkan sedangkan daging itu mematikan. Oleh karena itu Roh Allah memang harus tinggal di dalam diri kita. Setiap pikiran perkataan dan perbuatan kita haruslah berdasarkan gerakan Roh. Hidup menurut daging berarti hidup menurut nafsu duniawi dan akan membawa kepada kematian.

Doa: Tuhan, bantulah kami semua untuk bisa datang dan tinggal bersamaMu. Amen

PJSDB

Leave a Reply

Leave a Reply