Homili 28 Juli 2014

Hari Senin, Pekan Biasa XVII
Yer 13:1-11
Mzm (Ul) 32: 18-19.20.21
Mat 13:31-35

Mudah melupakan Tuhan

Fr. JohnSelama menjadi pastor di paroki, saya selalu mengamati perilaku umat terutama frekuensi kehadirannya di gereja. Ada umat yang rajin ke gereja untuk mengikuti misa harian sambil bernovena, berdoanya cukup lama di dalam gereja atau di depan gua Maria dan bertemu dengan pastor untuk sharing pengalamannya. Namun setelah selesai masa novena, umat itu juga menghilang dari Gereja. Pada kesempatan lain ia itu muncul lagi dan perilakunya sama: muncul kemudian hilang, lalu muncul lagi… Itulah umat yang mengaku mengikuti Yesus Kristus dan bangga disebut kristen tetapi imannya kepada Kristus masih kecil. Dalam kehidupan menggereja, banyak di antara kita yang mudah melupakan Tuhan. Ketika mengalami kesusahan maka orang berusaha mendekatkan diri kepada Tuhan tetapi ketika mengalami suasana bahagia maka orang itu mudah melupakan bahkan meninggalkan Tuhan.

Tuhan Allah, melalui nabi Yeremia menyamakan orang-orang Israel seperti ikat pinggang yang lapuk. Tuhan menyuruh nabi Yeremia untuk membeli ikat pinggang dari lenan kemudian mengenakannya di pinggangnya tanpa perlu mencelupkan ke dalam air. Pada kesempatan lain, Tuhan menyuruh nabi Yeremia untuk membawa ikat pinggang tersebut dan menyembunyikannya di antara cela-cela batu di pinggiran sungai Efrat. Setelah beberapa lama Tuhan menyuruhnya lagi untuk mengambil kembali ikat pinggang dari lenan tersebut di antara cela batu. Apa yang terjadi dengan ikat pinggang ini? Yeremia melihat bahwa ternyata ikat pinggang itu sudah lapuk sehingga tidak berguna lagi baginya.

Nabi Yeremia tentu merasa heran dengan ikat pinggang itu karena tadinya berguna, sekarang lapuk dan tidak berguna. Ia lebih heran lagi dengan Tuhan dan mungkin bertanya mengapa Tuhan menyuruhnya menyembunyikan ikat pinggang di antara cela batu? Tuhan bersabda kepadanya: “Demikianlah Aku akan menghapuskan kecongkakbongakan Yehuda dan Yerusalem. Bangsa yang jahat ini, yang enggan mendengarkan perkataan-perkataan-Ku, yang mengikuti kedegilan hatinya dan mengikuti allah lain untuk beribadah dan sujud menyembah kepada mereka, akan menjadi seperti ikat pinggang ini yang tidak berguna untuk apapun. Sebab seperti ikat pinggang melekat pada pinggang seseorang, demikianlah tadinya segenap kaum Israel dan segenap kaum Yehuda Kulekatkan kepada-Ku, demikianlah firman Tuhan, supaya mereka itu menjadi umat, menjadi ternama, terpuji dan terhormat bagi-Ku. Tetapi mereka itu tidak mau mendengar.” (Yer 13:9-11).

Kisah kasih Tuhan dan manusia di dalam Kitab nabi Yeremia ini menarik perhatian kita semua. Manusia boleh melupakan Tuhan tetapi Tuhan tidak pernah melupakan manusia. Manusia hanya mengingat Tuhan pada saat yang sulit, di bawah tekanan tetapi Tuhan tetapi memberikan anugerah-anugerah kepadanya. Manusia berdosa karena tidak taat kepada Tuhan, bersifat congkak, hatinya degil, jahat, tidak mendengar Tuhan, mengikuti allah lain dan menyembah berhala. Manusia lupa Tuhan karena menyukai dosa-dosa itu. Namun hebatnya Tuhan adalah Ia berlaku sabar, dan mengarahkan mereka untuk kembali kepadaNya. Mereka haruslah menjadi ikat pinggang yang melekat pada pinggang Tuhan. Dengan demikian mereka juga menjadi umat yang ternama, terpuji dan terhormat bagiKu. Namun kesulitannya tetap sama yakni orang Israel tidak mau mendengar Tuhan.

Dengan perumpamaan ikat pinggang ini Tuhan melalui nabi Yeremia menunjukkan kesabaran dan kasihNya kepada umat pilihanNya. Sayang sekali umatNya tidak membuka diri untuk menerimaNya, tidak membuka telinga untuk mendengarkanNya. Mereka membangkang dan mencari jalan sendiri bahkan menyembah berhala. Mereka menjadi ikat pinggang lapuk. Pengalaman Israel dalam Kitab Suci ini juga menjadi bagian dari pengalaman banyak orang. Mereka juga menjadi ikat pinggang yang rapuh dan lapuk karena lebih menyukai dosa dari pada Tuhan dan sabdaNya. Nasihat mujarab Tuhan ada dalam Kitab Ulangan: “Hai umat, engkau telah melalaikan Gunung Batu yang memperanakan dikau dan melupakan Allah yang melahirkan dikau.” (Ul 32:18). Baiklah kita melawan lupa dan tetap mengingat kasih dan kebaikan Tuhan sehingga tidak menjadi ikat pinggang yang lapuk.

Di dalam bacaan Injil kita mendengar Yesus memberi dua perumpamaan tentang biji sesawi dan ragi. Yesus mengatakan bahwa Kerajaan Surga itu seumpama biji sesawi yang diambil orang dan ditaburkan di ladangnya. Biji itu memang kecil tetapi ketika bertumbuh akan menjadi pohon besar di mana burung-burung juga dapat bersarang di atasnya. Perumpamaan ini menggambarkan awal hadirnya Kerajaan Allah di dunia ini. Ketika itu Yesus menghadirkan Kerajaan Allah di antara orang-orang kecil, para nelayan sederhana di Galilea tetapi perlahan dan pasti KerajaanNya berkembang. Banyak orang akan datang kepada “pohon” yakni Gereja untuk berlindung dan berjuang untuk memperoleh keselamatan. Pohon bisa jadi merupakan bahasa simbolis sebagaimana digambarkan dalam nabi Yehezkiel: “Di atas gunung Israel yang tinggi akan kutanam pohon itu, agar ia bercabang-cabang dan berbuah dan menjadi pohon aras yang hebat; segala macam burung dan yang berbulu bersayap tinggal dibawah cabang-cabangnya.” (Yeh 17:23).

Tuhan Yesus juga mengumpamakan Kerajaan Sorga seumpama ragi yang diambil perempuan dan dicampurkannya denhan tepung tiga sukat sampai seluruh adonan itu mulai berkembang. Ragi itu sifatnya mentransformasi hidup manusia dari dalam. Artinya manusia diubah bukan supaya semua orang masuk Gereja tetapi bahwa semua yang dilakukan manusia itu dengan bantuan Roh Kudus dapat memberi hidup kepada semua manusia. Hal yang patut dihindari juga adalah kejahatan-kejahatan yang dapat mengancam persekutuan pribadi-pribadi manusia.

Sabda Tuhan pada hari ini menguatkan kita semua untuk berani melawan lupa dan membangun iman yang teguh sehingga dapat bersatu dengan Tuhan. Gereja laksana pohon di mana kita berlindung dan bertumbuh dalam iman.

Doa: Tuhan bantulah kami untuk tidak melupakan kasih setiaMu bagi kami. Amen

PJSDB

Leave a Reply

Leave a Reply