Homili 27 Agustus 2014

Hari Rabu, Pekan Biasa XXI
2Tes 3:6-10.16-18
Mzm 128:1-2.4-5
Luk 7:11-17

Ora et Labora

Fr. JohnRegula Benedicti adalah sebuah buku yang berisi peraturan dan ketetapan biara yang ditulis oleh St. Benediktus dari Nursia (480-547). Buku ini ditujukkan kepada para biarawan di dalam sebuah komunitas yang dipimpin oleh seorang Abas. Semangat St. Benediktus diungkapkan dalam kata damai (pax) juga ora et labora (berdoa dan bekerja). Semangat ora et labora merupakan mistik kristiani. Pada suatu kesempatan saya mengunjungi sebuah komunitas biara. Dari banyak ikon yang ada, terdapat tulisan yang menarik perhatianku, bunyinya: “Orare est Laborare, Laborare est orare” (berdoa adalah bekerja dan bekerja adalah doa). Kalimat ini juga berasal dari satu sumber yang sama yaitu Regula Benedicti. Kalimat kedua yakni Laborare est orare merupakan spiritualitas bagi orang-orang sibuk.

Setelah Paulus menjelaskan tentang hari  kedatangan Tuhan kepada jemaat di Tesalonika, ia meneguhkan mereka dengan mengatakan bahwa mereka adalah umat pilihan Allah karena Injil yang mereka terima dan kasih Tuhan sendiri. Paulus melanjutkan wejangan perpisahannya dengan sebuah tema: “ora et labora.” Paulus mulai menulis begini: “Saudara-saudara, berdoalah untuk kami, supaya firman Tuhan beroleh kemajuan dan dimuliakan, sama seperti yang telah terjadi di antara kamu.” (2 Tes 3:1). Paulus berharap demikian karena ia sadar sebagai rasul yang mewartakan Injil kepada semua orang butuh dukungan dan campur tangan dari Tuhan. Injil inilah yang harus berkembang dalam hidup pribadi setiap jemaat. Paulus juga mengingatkan jemaat di Tesalonika bahwa Tuhan tetap setia dan menguatkan hati mereka, menjauhkan mereka dari berbagai kejahatan. Doa membantu jemaat untuk merasakan kasih dan kemurahan Tuhan.

Selain aspek doa, Paulus juga menekankan aspek kerja sebagai bagian dari aktualisasi diri manusia. Dengan bekerja manusia ikut terlibat dalam karya penciptaan Allah. Ia sendiri tetap bekerja hingga saat ini. Dengan bekerja manusia sungguh-sungguh memiliki martabat yang luhur. Manusia menjadi sungguh-sungguh manusia. Paulus mengharapkan supaya jemaat di Tesalonika menjauhkan diri dari setiap saudara yang tidak melakukan pekerjaannya dan yang tidak menuruti ajaran yang telah diterima dari mereka. Para rasul memberi teladan bekerja. Mereka tidak makan gratis tetapi bekerja tanpa henti. Prinsip yang dipakai adalah: “Jika seorang tidak mau bekerja maka, janganlah ia makan.” Pada akhirnya Paulus mengucapkan salam damai sejahtera dan mengharapkan penyertaan Tuhan bagi jemaat di Tesalonika.

Kisah penginjilan Paulus di Tesalonika menggambarkan wajah Paulus yang bekerja tanpa henti sebagai gembala bagi umatnya. Seorang gembala yang baik dan murah hati tidak akan melepaskan domba-dombanya begitu saja. Ia akan menyertai domba-dombanya, dengan memberi teladan dan meneguhkan dengan damai sejahtera yang berasal dari Tuhan sendiri. Gereja masa kini memang harus berjuang untuk menghadirkan Tuhan, sang gembala baik dalam hidup setiap orang. Orang harus merasakan kehadiran seorang Allah yang mahabaik yang selalu meneguhkan umatNya. Banyak kebimbangan atau keraguan dalam hidup menggereja di kalangan umat. Di saat-saat seperti ini, Tuhan hadir melalui para gembala untuk meneguhkan dengan keteladanan yang baik. Para gembala bisa mengubah dunia hanya dengan sikap baik dan renda hati, penuh kasih sayang kepada umat yang dipercayakan kepadaNya.

Di dalam bacaan Injil Tuhan Yesus melanjutkan kecamanNya kepada para ahli Taurat dan orang-orang Farisi. Mereka dianggap munafik, ibarat kuburan di mana bagian luar kubur itu indah karena dilabur putih, tetapi di dalamnya terdapat tulang belulang dan pelbagai jenis kotoran. Yesus mengatakan bahwa para ahli Taurat dan kaum Farisi juga demikian. Mereka memiliki penampilan luarnya begitu bagus tetapi di dalamnya terdapat kemunafikan dan kedurjanaan. Yesus menambahkan kecaman dengan mangatakan bahwa mereka juga membangun makam nabi-nabi dan memperindah tugu orang-orang saleh karena mereka memang keturunan para pembunuh nabi. Dengan kata lain, Yesus juga akan mengalami hal yang sama dari tangan mereka.

Kecaman Yesus di dalam Injil sebenarnya menandakan bahwa pada masaNya terdapat banyak orang yang tidak sempurna dan Tuhan mengingatkan mereka untuk berubah, bertobat menjadi sempurna. Banyak orang yang berpikir bahwa mereka adalah orang kudus padahal hidupnya jauh dari Tuhan. Mereka tidak memperjuangkan keadilan, belas kasih dan kesetiaan dalam hidup bersama. Terlepas dari semua kemunafikan manusia modern, kita semua harus sadar bahwa kita memiliki panggilan untuk mewujudkannya dalam bekerja. Ora et labora adalah jalan untuk menjadi kudus!

Doa: Tuhan, bantulah kami untuk memiliki semangat bekerja, melayani Engkau dan sesama kami. Amen

PJSDB

Leave a Reply

Leave a Reply