Homili 5 September 2014

Hari Jumat, Pekan Biasa XXII
1Kor 4:1-5
Mzm 37:3-4.5-6.27-28.39-40
Luk 5:33-39

Kami adalah hamba-hamba Kristus!

Fr. JohnPada hari ini seluruh Gereja Katolik memperingati Beata Teresa dari Kalkuta. Ia lahir dengan nama asli Agnes Gonxha Bojaxhiu pada tanggal 26 Agustus 1910 di Skopje. Dia terlahir sebagai putri bungsu pasangan Nikola dan Drane Bojaxhiu. Pada saat berusia 18 tahun, ia masuk biara suster-suster Loreto di Irlandia. Ia memilih nama biara Maria Theresia untuk mengenang St. Theresia Lisieux. Pada tahun 1929, ia berangkat ke India dan menetap di Kalkuta hingga akhir hayatnya sebagai suster Misionaris Cinta Kasih. Saya ingat sebuah kalimat yang diucapkannya: “Menurut darah, saya orang Albania. menurut kewarganegaraan, saya orang India. Menurut iman, saya biarawati Katolik. Menurut panggilan, saya milik dunia. Sementara hati saya, sepenuhnya saya milik Hati Yesus.” Kalimat-kalimat sederhana ini menggambarkan kekudusannya dan sikapnya sebagai hamba Kristus.

Apa kata Sabda Tuhan tentang hamba-hamba Kristus? Setelah mengingatkan Jemaat di Korintus supaya jangan memecah-mecahkan gereja karena mereka juga milik Kristus, St. Paulus melanjutkan diskurususnya dengan mengungkapkan dirinya sebagai hamba Kristus. Ia berkata kepada jemaat di Korintus: “Demikianlah hendaknya orang memandang kami: sebagai hamba-hamba Kristus, yang kepadanya dipercayakan rahasia Allah.” (1Kor 4:1). Seorang rasul adalah utusan Tuhan yang bertugas untuk mengabdi Tuhan secara total. Mengapa demikian? Karena seorang rasul itu melakukan pekerjaan-pekerjaan Tuhan, bukan pekerjaannya sendiri. Seorang disebut hamba Kristus karena melakukan pekerjaan yang Kristus percayakan kepadanya. Dia juga menyimpan rahasia Allah. Ini semua dialami sendiri oleh Paulus.

Sebagai hamba bukanlah hal yang mudah. Orang harus tahan banting untuk mengabdi. Setiap kali melakukan suatu karya pelayanan, tidak akan luput dari kritikan yang meruntuhkan, penolakan dan perkataan bullying lainnya. Itulah nasib seorang nabi yang memiliki hati untuk Tuhan. Apa yang Paulus rasakan? Dia mengharapkan supaya jemaat sadar bahwa para rasul dan pemimpin jemaat itu adalah orang-orang yang sudah dipercaya. Maka tidaklah baik kalau jemaat menghakimi penatuanya atau pemimpinnya. Bagi Paulus, hanya Tuhanlah satu-satunya yang menghakimi. Harapan Paulus supaya jemaat juga tidak menghakimi sesamanya. Pada akhir zaman, Tuhan sendiri yang akan menjadi hakim agung untuk orang yang hidup dan mati.

Perkataan St. Paulus ini cocok dengan perkataan Yesus: “Jangan kamu menghakimi, supaya kamu tidak dihakimi.” (Mat 7:1; Luk 6:37). Orang-orang Korintus memang pandai menghakimi sesamanya bahkan terhadap Paulus sendiri. Argumen Paulus memang menarik perhatian: “Bagiku sedikit sekali artinya entahkah aku dihakimi oleh kamu atau oleh suatu pengadilan manusia. Malahan diriku sendiripun tidak kuhakimi. Sebab memang aku tidak sadar akan sesuatu, tetapi bukan karena itulah aku dibenarkan. Dia, yang menghakimi aku, ialah Tuhan.” (1Kor 4:3-4).

Dalam bacaan Injil kita mendengar Pengajaran Yesus tentang bagaimana membangun kebersamaan denganNya. Kaum Farisi dan para ahli Taurat datang dan bertanya kepada Yesus tentang Puasa. Dalilnya adalah orang lain berpuasa tetapi Yesus dan para muridNya tidak berpuasa. Terhadap perkataan orang Farisi dan para ahli Taurat ini Yesus berkata kepada mereka: “Dapatkah sahabat mempelai laki-laki disuruh berpuasa, sedang mempelai itu bersama mereka? Tetapi akan datang waktunya, apabila mempelai itu diambil dari mereka, pada waktu itulah mereka akan berpuasa.” (Luk 5:34-35). Yesus adalah mempelai dan para rasul adalah sahabat mempelai. Para sahabat mempelai tinggal bersama sang mempelai maka mereka harus bersukacita. Para rasul adalah Sahabat mempelai. Ini kiranya pas dengan perkataan Yesus ini: “Kamu adalah sahabat-sahabatKu” (Yoh 15:15). Para sahabat akan berpuasa ketika Yesus mulai menderita hingga wafat dan bangkit. Paskah Kristus menjadi saat para sahabat berpuasa, bermatiraga dan bermetanoia.

Menjadi pengikut Kristus dituntut untuk menjadi abdi atau menjadi pelayan. Jadi tidak ada kaitan yang kuat dengan puasa dalam paham manusiawi, soal makan dan minum saja. Hidup bersama Kristus berarti hidup baru. Hidup lama tidaklah berguna karena membawa kepada kebinasaan. Hidup bersama Kristus adalah hidup baru, hidup dalam keselamatan.

Sabda Tuhan pada hari ini mengingatkan kita untuk bertumbuh dalam semangat sebagai hamba Tuhan. Sikap hidup sebagai hamba Tuhan mendorong kita untuk lebih banyak memberi diri dalam pelayanan-pelayanan supaya bayak orang dapat menjadi sahabat-sahabat mempelai yaitu Yesus Kristus. Hidup kristiani bermakna ketika semua orang merasakan hidupnya sebagai hamba-hamba Allah. Prinsipnya: “Kami adalah hamba-hamba yang tidak berguna yang tidak berguna, kami hanya melakukan apa yang kami harus lakukan.” (Luk 17:10).

Doa: Tuhan Yesus, bangkitkanlah di dalam diri kami semangat untuk menjadi hamba-hambaMu yang setia. Amen

PJSDB

Leave a Reply

Leave a Reply