Homili Pesta Salib Suci 2014

Pesta Salib Suci
Bil 21:4-9
Mzm 78:1-2.34-35.36-37.38
Flp 2:6-11
Yoh 3:13-17

Salib itu Tanda Kasih Sejati

Fr. JohnAda dua pengalaman yang kurasakan hari ini. Pertama, ada seorang sahabat yang mengirim pesan singkat kepada saya hari ini: “The symbol of love is not the heart, but the cross. For the heart stops beating, but the man on the cross never stops loving” (Simbol dari kasih bukanlah hati melainkan salib sebab hati itu suatu saat akan berhenti detakannya, tetapi Manusia yang tersalib itu tidak akan berhenti mengasihi). Saya menarik nafas dalam-dalam dan berkata dalam hati: “Terima kasih Tuhan Yesus, Engkau selalu mengasihiku.” Kedua, di dinding depan kantorku terdapat sebuah Salib dinding. Ada tulisan yang terbuat dari kayu: “In Cruce Salus” artinya di atas kayu salib ada keselamatan. Setiap hari saya memandang ke arah salib dan tulisan itu tetapi hari ini saya benar-benar menyadari bahwa di salib itu ada keselamatan, ada cinta kasih sejati.Kedua pengalaman ini menginspirasikan saya untuk merenungkan makna Pesta Salib Suci.

Paus Bendiktus XVII dalam bukunya The Spirit of Liturgy (San Francisco, Ignatius, 2000, hal 177) mengatakan bahwa tata gerak yang paling mendasar di dalam doa katolik adalah Tanda salib dan akan selalu demikian. Perkataan ini memang benar karena Tanda Salib adalah doa kristiani yang paling lazim dan sudah ada sejak gereja didirikan. St. Paulus dalam surat-suratnya banyak menulis tentang salib. Ia misalnya menulis: “Aku sekali-kali tidak bermegah, selain dalam salib Tuhan kita Yesus Kristus, sebab olehnya dunia telah disalibkan bagiku dan aku bagi dunia.” (Gal 6:14).

Tertullianus adalah seorang Bapa Gereja yang dalam tulisannya mengungkapkan imannya kepada Kristus tersalib: “Dalam semua gerak dan perjalanan kami, dalam semua kedatangan dan keberangkatan kami, ketika kami mengenakan sepatu, ketika kami mau mandi, ketika kami duduk di meja makan, ketika kami menyalahkan lilin, ketika kami berbaring dan mau tidur, ketika duduk, apa pun juga kesibukan yang sedang kami lakukan, kami menandai dahi dengan tanda salib.” (Tertullianus, The Chaplet, 3). Ia sendiri memuji istrinya karena ia membuat tanda salib pada tubuhnya dan pada tempat tidur sebelum ia beristirahat pada malam hari. (Tertullianus, The Chaplet, 2.5).

Kisah-kisah tentang Salib dari zaman dulu hingga sekarang ini mengatakan satu kata yang penting yakni cinta kasih. Allah begitu mengasihi dunia sehingga Ia merelakan Yesus Kristus PuteraNya sebagai Penebus dosa kita. Dalam pembicaraan dengan Nikodemus pada malam hari, Yesus berkata kepadanya: Tidak ada seorang pun yang telah naik ke surga selain Dia yang telah turun dari surga yakni Anak Manusia. Dalam dunia Perjanjian Lama, Musa telah meninggikan ular di padang gurun sehingga orang Israel yang memandang ular yang ditinggikan itu memperoleh hidup kehidupan kekal. Yesus datang, memikul salib supaya kita bisa diselamatkan. Anak manusia ditinggikan menjadi syarat bagi kita semua memandang salib dan memuliakanNya.

Di dalam bacaan pertama dari Kitab bilangan dikisahkan tentang dosa orang Israel yang bertambah banyak di padang gurun. Dosa yang lebih besar adalah mereka bersungut sungut melawan Tuhan dan Musa dan mereka juga menyembah berhala. Pada waktu itu Tuhan menyuruh banyak ular tudung untuk menggigit orang-orang Israel hingga mati. Dengan pengalaman ini maka banyak orang Israel mengatakan kepada Musa pertobatannya: “Kami telah berdosa, sebab kami berkata-kata melawan Tuhan dan engkau. Berdoalah kepada Tuhan supaya kami dijauhkanNya dari ular-ular ini dari kami.” Tuhan lalu meminta kepada Musa untuk membuat ular tedung dari tembaga lalu dipasang di tiang yang tinggi. Setiap orang yang digigit ular dan memandang ke ular tembaga itu akan diselamatkan. Mereka tetap hidup bukan karena ular tembaga yang diangkat tinggi itu tetapi karena Tuhan Allah sendiri bekerja untuk menyelamatkan mereka.

Kita kembali mengingat pesan singkat di atas: “Simbol kasih bukanlah hati melainkan salib. Hati bisa berhenti detakannya tetapi Manusia tersalib yakni Yesus dari Nazaret tidak akan berhenti mengasihi anda dan saya.” St. Paulus memahami misteri salib ini dengan memandang Yesus sendiri. Dari Yesus, ia mendapati kepenuhan hidupnya. Apa kata St. Paulus untuk meneguhkan kita semua? Sambil memandang Yesus tersalib, ia kelihatan mengajak kita untuk masuk dalam permenungan ini: “Yesus, walaupun dalam rupa Allah, tidak menganggap kesetaraan dengan Allah itu sebagai milik yang harus dipertahankan, melainkan telah mengosongkan diri-Nya sendiri, dan mengambil rupa seorang hamba, dan menjadi sama dengan manusia. Dan dalam keadaan sebagai manusia, Ia telah merendahkan diri-Nya dan taat sampai mati, bahkan sampai mati di kayu salib. Itulah sebabnya Allah sangat meninggikan Dia dan mengaruniakan kepada-Nya nama di atas segala nama, supaya dalam nama Yesus bertekuk lutut segala yang ada di langit dan yang ada di atas bumi dan yang ada di bawah bumi, dan segala lidah mengaku: “Yesus Kristus adalah Tuhan,” bagi kemuliaan Allah, Bapa!” (Flp 2:6-11).

Pada hari ini kita semua diteguhkan untuk memandang salib sebagai tanda kasih sejati. Dari salib itu mengalir kasih Tuhan yang tiada batasnya di dalam diri Yesus satu-satunya Penebus kita. Ia sudah memberi diriNya secara total untuk kita. Salib sebagai kayu yang kasar sudah menjadi altar keselamatan bagi kita. In Cruce Salus! Sebab dengan Salib suciMu ya Tuhan, Engkau telah menguduskan dunia.

PJSDB

Leave a Reply

Leave a Reply