Homili 1 Oktober 2014

Hari Rabu, Pekan Biasa XXVI
St. Theresia dari Kanak-Kanak Yesus
Yes 66:10-14b
Mzm 131:1,2,3
Mat 18:1-5

Hidup Penuh Sukacita

Fr. JohnPada hari ini seluruh Gereja Katolik merayakan Pesta St.Theresia dari Kanak-Kanak Yesus. Hidupnya penuh dengan pengalaman yang keras hingga akhir hayatnya tetapi ia juga lebih menunjukkan sukacitanya yang melebihi segala penderitaannya. Ketika masih kecil ia kehilangan ibunya maka kakaknya Pauline bertugas sebagai ibu yang melayaninya. Kebahagiaan bersama kakaknya harus berhenti di tengah jalan karena Pauline masuk ke dalam biara Carmel. Ia merasa sedih hingga jatuh sakit tetapi mengalami penyembuhann secara ajaib. Ia berniat untuk masuk ke dalam biara Carmel ketika masih berusia 14 tahun tetapi belum memenuhi syarat karena usianya masih terlalu muda. Niatnya terwujud setelah mendapat ijin dari Paus. Saat itu Thersia berusia 15 tahun. Di dalam biara ia menggunakan waktu untuk berdoa dan mengakrabkan dirinya dengan Tuhan Yesus dalam doa. Ia merasa sedih karena banyak orang berdosa. Oleh sebab itu ia mempersembahkan doa-doanya bagi pertobatan mereka dan juga bagi karya-karya misi. Ia mengalami sakit paru-paru dan meninggal saat masih berusia 24 tahun.

Salah satu momen yang penting dalam hidup St. Theresia adalah sukacitanya bersama Yesus. Ketika menerima komuni pertama, ia berdoa di depan salib seperti ini: “Yesus di salib yang haus, saya akan memberikan air kepadaMu. Saya bersedia menderita sedapat mungkin agar banyak orang berdosa bisa bertobat.” Konon salah seorang pendosa yang bertobat berkat doanya adalah Pranzini sang penjahat kejam yang dijatuhi hukuman mati tanpa menyesal.

Thersia juga tidak pernah menjadi misionaris tetapi diangkat menjadi pelindung misi bersama St. Fransiskus Xaverius. Selama berada di dalam biara ia pernah berniat untuk menjadi misionaris tetapi karena fisiknya lemah maka ia hanya berdoa untuk karya misi dan para misionaris yang melayani di tanah misi. Ia menulis: “Aku merasa bahwa misiku baru akan dimulai, misiku untuk membuat orang lain mengasihi Allah seperti aku mengasihiNya, misikiu untuk mengajarkan jiwa-jiwa cara-cara kecilku. Jika Allah menjawab ermintaanku, waktuku di surga akan dihabiskan di dunia ini hingga akhir dunia. Ya, aku ingin menjalani surgaku di atas bumi dengan melakukan kebaikan.” Theresia banyak menderita tetapi mengalami sukacita yang luar biasa dari Tuhan.

Bacaan-bacaan Kitab Suci pada hari ini menguatkan kita untuk selalu memiliki sukacita di dalam Tuhan. Tuhan mengajak umatNya untuk bersukacita dan bersorak sorai bersama Yerusalem sebagai kota damai bagi umat manusia. Orang yang berkabung diajak untuk bergirang bersamanya. Semua orang akan merasakan kesejahteraan dan kebahagiaan. Tuhan sendiri menjanjikan keselamatan kepada umatNya: “Sesungguhnya, Aku mengalirkan kepadanya keselamatan seperti sungai, dan kekayaan bangsa-bangsa seperti batang air yang membanjir; kamu akan menyusu, akan digendong, akan dibelai-belai di pangkuan.” Tuhan juga menghibur umatNya laksana seorang ibu menghibur anaknya.

Sukacita yang patut kita miliki adalah kehadiran Tuhan nyata dalam hidup kita. I menjadikan segala-galanya untuk kebahagiaan kita. Ia mendampingi, menghibur dan menyelamatkan kita semua. Sukacita kita menjadi penuh di hadirat Tuhan ketika kita juga bersyukur tiada hentinya. Banyak kali kita bersukacita karena mendapat berkat dari Tuhan tetapi lupa untuk bersyukur kepadaNya.

Kisah kehidupan St. Theresia menginspirasikan kita juga untuk memahami perikop Injil pada hari ini. Yesus memanggil dan memilih para muridNya dari kalangan orang-orang sederhana dengan latar belakang hidup yang berbeda-beda. Itu sebabnya tidaklah mengherankan kalau di antara mereka ada saja ambisi-ambisi tertentu, atau hasrat tertentu untuk menjadi populer di hadapan Yesus dan lain sebagainya. Pada saat itu Yesus juga baru menampakan kemuliaanNya di atas gunung dan ketika turun dari gunung Ia melanjutkan tugasNya bersama para muridNya untuk menghadirkan Kerajaan Allah. Pikiran para rasul masih duniawi. Kerajaan Allah bagi mereka itu sama dengan Kerajaan dalam pandangan manusiawi di mana ada rajanya dan masyarakat yang diperintahkanNya. Orang berlomba-lomba untuk menjadi penguasa dalam kerajaan manusiawi.

Kali ini murid datang kepada Yesus dan bertanya: “Siapakah yang terbesar dalam Kerajaan Surga.” Yesus tidak langsung menjawab pertanyaan mereka tetapi membuka mata hati mereka untuk memandang seorang anak kecil yang ditempatkan Yesus di tengah-tengah mereka. Sambil memandang anak kecil, Yesus berkata: “Sesungguhnya jikalau kamu tidak bertobat dan menjadi seperti anak kecil ini kamu tidak akan masuk ke dalam Kerajaan Surga. Barang siapa merendahkan diri dan menjadi seperti anak kecil ini dialah yang terbesar di dalam Kerajaan Surga” (Mat 18:3). Yesus juga membandingkan anak kecil dengan diriNya. Menerima anak kecil berarti menerima Yesus sendiri.

Perikop ini mengatakan hal-hal yang patut kita hayati sebagai murid-murid Tuhan. Pertama, supaya kita semua menjauhkan sikap ambisi yang berlebihan karena sikap itu tidak banyak gunanya dalam hidup bersama. Keluarga atau komunitas bisa hancur karena ambisi manusiawi. Kedua, ambisi berlebihan itu diganti dengan sikap rendah hati sebagaimana disimbolkan oleh anak kecil. Yesus Tuhan kita itu lemah lembut dan rendah hati (Mat 11:29). Mari kita berdoa supaya Tuhan menganugerahkan kebajikan kerendahan hati bagi kita masing-masing. Ketiga, supaya bisa mengurangi ambisi pribadi, dan bersikap rendah hati maka kita harus bertobat. Kita berbalik kepada Tuhan yang rendah hati di hadapan manusia dan menebusnya melalui Yesus Kristus.

Hidup kita akan bermakna kalau kita semua hidup dan bersukacita dalam Tuhan. Sukacita kita menjadi penuh karena selalu ada rasa syukur dari dalam hati, kita menjauhkan semua ambisi yang mengusai hidup pribadi masing-masing, menjadi rendah hati dan bertobat. Kita memohon doa dari St. Theresia supaya melalui doa-doanya Tuhan memampukan kita memiliki sukacita di dalam Yesus yang dikasihinya.

Doa: St. Theresia dari Kanak-Kanak Yesus, doakanlah kami. Amen

PJSDB

Leave a Reply

Leave a Reply