Homili 11 Oktober 2014

Hari Sabtu, Pekan Biasa XXVII
Gal 3:22-29
Mzm 105:2-3.4-5.6-7
Luk 11:27-28

Kamu Milik Kristus

Fr. JohnDalam persiapan terakhir untuk menerima sakramen Krisma, sang pembina menyampaikan pesan-pesannya yang terakhir kepada para peserta. Ia berkata: “Saya sudah menyiapkan kalian selama berbulan-bulan dengan pembinaan dan pengajaran. Saya hanya punya satu harapan, yakni semoga kalian masing-masing tetap sadar sebelum dan sesudah menerima sakramen Krisma bahwa dirimu adalah milik Kristus.” Semua peserta Krisma mengamini perkataan pembina itu dan saling mengingatkan satu sama lain. Kadang-kadang orang-orang di sekitar kita mengatakan sesuatu yang sederhana tetapi kata-kata itu memiliki kekuatan tersendiri. Saya yakin bahwa para peserta yang menerima sakramen Krisma itu terdorong untuk menyadari bahwa mereka adalah milik Kristus dan mau hidup serupa denganNya. Ini merupakan tantangan tersendiri juga bagi kita semua karena mungkin ada di antara kita yang mengaku mengimani dan menjadi milik Yesus Kristus, tetapi hidupnya jauh dari Tuhan Yesus sendiri. Banyak orang hanya bisa mengaku beragama tetapi belum beriman.

St. Paulus melanjutkan pengajarannya kepada jemaat di Galatia tentang hubungan hukum Taurat dan iman. Bagi Paulus, sebelum iman datang, semua orang berada di bawah pengawalan hukum Taurat, dan dikurung sampai iman itu telah dinyatakan. Jadi hukum Taurat itu berfungsi sebagai penuntun bagi kita sampai Kristus datang supaya kita dibenarkan karena iman. Pada saat ini iman itu telah datang maka kita bukan lagi berada di bawah penuntun. Perkataan Paulus ini bertujuan untuk meluruskan cara pandang orang-orang di Galatia yang lebih cendrung berpegang teguh pada hukum Taurat bukan pada Injil. Untuk itu Paulus berusaha meyakinkan mereka bahwa Kristus adalah sumber iman dan kepadaNya kita beriman.

Tuhan Yesus Kristus telah datang ke dunia dan menjadikan kita anak-anak Allah. Kita semua dengan keadaan seadanya menyapa Allah yang satu dan sama sebagai Abba atau “Bapa terkasih”. Kita sebagai manusia yang tidak sempurna disempurnakan oleh Kristus supaya layak menyapa Allah sebagai Bapa. Ini juga merupakan dampak dari Sakramen Pembaptisan yang kita terima. Kita bersatu sebagai saudara dalam Kristus karena sakramen Pembaptisan. Kita mengenakan Kristus dan menjadi milikNya. Mungkin saja kita tidak layak bagiNya, tetapi Dia melayakkan kita karena kuasaNya.

Konsekuensi dari persekutuan sebagai anak-anak Allah di dalam Yesus Kristus adalah kemampuan untuk tidak membedakan orang-orang di sekitar kita. Mungkin saja sebelumnya kita cenderung melihat orang ada apanya, sekarang kita harus berubah untuk melihat orang apa adanya. Paulus mengatakan bahwa tidak ada lagi orang Yahudi atau Yunani, tidak ada lagi hamba atau orang merdeka, tidak ada lagi laki-laki atau perempuan karena semua orang bersatu di dalam Kristus. Status kita sama yakni sebagai anak-anak Allah. Tidak ada seorang pun yang melebihi diri kita masing-masing.

Menyadari dan merenungkan pengajaran St. Paulus ini memang mendatangkan sukacita tersendiri. Ada satu hal yang masuk di dalam pikiran saya yakni Tuhan itu sangat baik. Dia mengasihi kita apa adanya sehingga mau menjadikan kita anak-anakNya. Orang boleh melawan, berdosa, jauh dariNya tetapi status sebagai anak-anak Allah tetap melekat karena jasa Yesus Kristus PutraNya. Banyak kali mungkin kita lalai untuk bersyukur kepada Tuhan karena Ia menerima kita apa adanya. Sekarang cobalah bersyukur! Konsekuensi penerimaan Tuhan bagi diri kita hendaknya berdampak juga di dalam hidup. Misalnya, kita mau menerima sesama apa adanya, bahkan yang sudah berbuat jahat kepada kita.

Di dalam bacaan Injil, kita mendengar seruan seorang perempuan yang berkata kepada Yesus: “Berbahagialah ibu yang telah mengandung Engkau dan susu yang telah menyusui Engkau.” (Luk 11:27). Yesus tidak merasa bangga dengan pujian kepada Bunda Maria dan kepada diriNya. Bagi Yesus, “Yang berbahagia ialah mereka yang mendengarkan firman Allah dan yang memeliharanya.” (Luk 11:28). Sebagai orang beriman kita memiliki tugas mulia yakni mendengar Sabda, memelihara atau melakukannya sehingga menghasilkan buah dalam ketekunan.

Yesus tentu tidak memberikan kiat bagi orang-orang pada zamanNya untuk mencapai kebahagiaan. Ia tidak menjanjikan harta benda, kekuasaan dan usia yang panjang bagi kita. Ia menjanjikan kebahagiaan sejati yakni kesiapan diri untuk tidak terikat pada keluarga dan harta duniwi dan secara utuh mengabdikan diri kepadaNya dengan mendengar sabdaNya dan memeliharaNya di dalam hidup setiap hari. Hidup sebagai orang beriman berarti hidup di dalam Kristus. Hidup sebagai orang beriman berarti hidup dalam sabda dan menghayati sabda sepanjang hidup kita. Ingat: “Kamu milik Kristus.”

Doa: Tuhan, bantulah kami untuk menyadari kuasaMu. Semoga kami bertumbuh dalam iman sehingga layak menjadi anak-anakMu. Amen

PJSDB

Leave a Reply

Leave a Reply