Homili Peringatan Arwah Semua Orang Beriman (Misa II)

Peringatan Arwah Orang Beriman
Ayb 1:23-27a
Mzm 130: 1-2.3-4.5-6a.6b.7-8
2Kor 4:14-5:1
Luk 23:33.39-43

Dari debu menjadi debu!

Fr. JohnPada suatu hari saya diundang untuk merayakan misa peringatan 1000 hari meninggalnya seorang sahabat. Kepada saya diberikan sebuah tema perayaan misa requiem yang sangat menarik: “Dari debu menjadi debu”. Saya meminta penjelasan dari team yang menyiapkan perayaan ini. Ketua teamnya menjelaskan: “Romo, saya sudah melihat di mana-mana, baik di kuburan maupun di tempat kremasi dan saya menemukan bahwa ternyata manusia itu berasal dari debu dan akan kembali menjadi debu juga.” Perkataan sahabat ini bukanlah hal baru bagiku karena Tuhan sendiri mengatakannya kepada manusia pertama di taman Eden: “Dengan berpeluh engkau akan mencari makananmu, sampai engkau kembali menjadi tanah, karena di situlah engkau diambil, sebab engkau debu dan engkau akan kembali menjadi debu.” (Kej 3:19). Yah, kematian dalam kacamata manusiawi adalah kita berasal dari tanah dan akan kembali menjadi tanah. Tetapi dari kacamata rohani, kita kembali kepada Bapa dan hidup bersamanya selama-lamanya.

Bacaan-bacaan dalam perayaan hari ini membantu kita untuk menyadari bahwa pada suatu saat nanti kita akan kembali kepada Tuhan sebagai asal muasal kehidupan kita. Di dalam bacaan Injil kita mendengar bagaimana Tuhan Yesus mengalami penderitaan hingga di salibkan di Golgotha. Pada waktu itu Ia disalibkan bersama dua orang penjahat di sebelah kiri dan kananNya. Dari kedua penjahat ini, salah satunya masih terus menghujat Yesus dan yang satunya menyatakan pertobatannya. Kepada orang yang menyatakan tobatnya, Yesus berkata: “Aku berkata kepadamu, sesungguhnya hari ini juga engkau akan bersama-sama dengan Aku di dalam Firdaus.” (Luk 23:43).

Dalam hidup kita setiap hari kita bisa menyaksikan dua tipe manusia ini yaitu pertama, manusia yang menikmati kejahatan dan tidak merasa berdosa. Kedua manusia yang menikmati dosa dan merasa bersalah sehingga terbuka untuk bertobat. Mungkin salah satunya adalah cerminan diri kita. Penjahat pertama merasa lebih baik terus menikmati kejahatannya dan tidak membutuhkan pertobatan. Di atas kayu salib pun ia masih menghujat Yesus. Ketika kenikmatan dosa itu menguasai diri kita maka sampai detik terakhir hidup ini, hujatan akan tetap mengalir kepada Yesus. Tetapi apakah arti semua hujatan itu? Bukankah semuanya itu tidak akan membawa kita kepada kehidupan kekal? Manusia tipe ini, dalam keadaan terjepit masih mempersalahkan situasi dan mencari penyelesaian sesaat.

Penjahat kedua merasa berdosa tetapi masih terbuka kepada pertobatan radikal. Sebagai manusia yang mengakui Tuhan sebagai sumber kehidupan dan mengakui diri sebagai orang beriman, kita seharusnya berpasrah kepada Tuhan. Kita hendaknya sama seperti orang yang pada detik terakhir masih megingat Tuhan dan memohon pengampunan. Sebesar apa pun dosa anda, Tuhan pasti mengampunimu dan mengatakan kepadamu, masih adal tempat di Firdaus bagimu. Hanya sedikit orang yang merasa berdosa dan memohon pengampunan dari Tuhan. Lebih banyak orang sudah merasa tidak berdosa lagi sehingga sulit untuk memohon pengampunan. Ingatlah, engkau berasal dari debu dan akan kembali menjadi debu.

Di dalam Kitab Suci, kita menemukan tokoh Ayub. Ia merasa sangat menderita lahir dan bathin. Semua orang dianggapnya telah meninggalkan dirinya dan menaruh kesalahan kepadanya. Dia masih memiliki modal yakni harapan yang besar kepada Tuhan. Apa yang menjadi harapan dari Ayub? Ia mengharapkan kehidupan kekal karena ia mengetahui bahwa penebusnya hidup dan ia akan bangkit di atas debu. Ayub juga melihat bahwa Tuhan turut bekerja di dalam dirinya. Kulitnya yang rusak telah pulih total. Ia percaya akan melihat Allah sendiri yang senantiasa memihak kepadanya.

Ayub adalah tokoh Kitab Perjanjian Lama yang membantu kita untuk hidup sebagai orang yang memiliki iman, harapan dan kasih kepada Tuhan Allah yang hidup. Sebagai orang yang memiliki iman, harapan dan kasih ini, ia senantiasa berpegang pada kebaikan dan kasih Tuhan untuk menyelamatkannya di masa depan. Pengharapan yang kuat dari Ayub juga menjadi sebuah pengharapan kristiani pada umumnya. Harapan yang dimaksudkan adalah setiap orang, keluarga dan masyarakat luas memang mengalami penderitaan dan kemalangan tetapi akan menikmati kebahagiaan kekal. Kita semua akan melihat Allah yang senantiasa memihak kepada kita.

St. Paulus dalam bacaan kedua membantu kita dengan sebuah gagasan bahwa orang beriman akan mengalami kehidupan abadi. Bahwa Allah yang sudah membangkitkan Yesus akan membangkitkan kita bersama Yesus pula. Paulus sebagai pemimpin jemaat juga mengatakan: “Sebab itu kami tidak tawar hati, tetapi meskipun manusia lahiriah kami semakin merosot, namun manusia batiniah kami dibaharui dari hari ke hari.” (2Kor 4:16). Dalam kaitan dengan kematian, Paulus berkata: “Karena kami tahu, bahwa jika kemah tempat kediaman kita di bumi ini dibongkar, Allah telah menyediakan suatu tempat kediaman di sorga bagi kita, suatu tempat kediaman yang kekal, yang tidak dibuat oleh tangan manusia.” (2Kor 5:1).

Saya mengakhiri homili hari ini dengan mengutip nabi Ezra yang berkata: “Istirahat kekal ya Tuhan, anugerahkanlah kepada mereka dan semoga cahaya abadi menyinari mereka.” (Ezr 2:34-35). Ini adalah doa yang senantiasa diucapkan ketika ada kematian. Kita semua merindukan kehidupan kekal bersama Bapa di Surga. Ia senantiasa mencari dan menyelamatkan kita, hanya saja kitalah yang menutup pintu atau jalan sendiri untuk bersatu denganNya. Ingatlah engkau dari debu dan akan kembali menjadi debu.

PJSDB

Leave a Reply

Leave a Reply