Untuk itulah…
Sebagai kepala biara, saya membagi tugas kepada konfrater imam untuk merayakan Ekaristi di tempat-tempat tertentu sesuai permintaan. Kadang-kadang mereka merasa berat karena alasan ini dan itu. Saya selalu mengingatkan mereka dengan kalimat yang sederhana ini: “Untuk itulah kita ditahbiskan”. Mereka tersenyum dan sadar diri bahwa melayani Tuhan dalam perayaan sakramen adalah bagian dari komitmen panggilan. Saya juga pernah berjumpa dengan sepasang suami dan istri yang merasa berat dalam mendampingi dan mendidik anak. Setelah lama berbincang, saya mengatakan bahwa untuk itulah mereka menikah dan harus punya komitmen.
Penginjil Markus mengisahkan Yesus dan komitmen-komitmenNya di Kapernaum. Ia mewartakan Injil Kerajaan Allah, menyembuhkan sakit dan kelemahan manusia sebagaimana dialami ibu mertua Simon, mengusir setan-setan. Konsekuensi dari penyembuhan adalah syukur dan melayani. Setan-setan takluk di hadiratNya. Setelah semua kegiatan selesai Ia masih menyempatkan diri untuk bersyukur kepada Bapa dalam doa. Yesus tetap setia kepada komitmenNya ketika Ia berkata: “Marilah kita pergi ke tempat lain, ke kota-kota yang berdekatan, supaya di sana juga Aku memberitakan Injil, karena untuk itu Aku telah datang.” (Mrk 1:38). Yesus berkeliling dan berbuat baik (Kis 10:38).
Kalimat “Untuk Itulah..” menyadarkan kita semua pada komitmen dalam tugas dan tanggung jawab yang sudah dipercayakan kepada kita. Kita semua diajak untuk melakukan tugas-tugas kita dengan setia. Beata Theresia dari Kalkuta berkata: “Lakukanlah pekerjaan-pekerjaanmu dari yang kecil dan sederhana dengan cinta kasih yang besar.” Kita bisa mengubah dunia dengan bekerja dengan tekun dan setia. Untuk itulah anda dan saya menjadi manusia. Kalau anda lagi bergumul, ingatlah kata-kata ini: “Untuk itulah…”
P.John SDB