Homili Hari Minggu Biasa II/B

Hari Minggu Biasa II /B
1Sam. 3:3b-10,19
Mzm. 40:2,4ab,7-8a,8b-9,10
1Kor. 6:13c-15a,17-20
Yoh. 1:35-42

Setialah dalam panggilanmu

Fr. JohnSalah seorang pembaca setia www.pejesdb.com mengirim pesan kepadaku rasa terima kasihnya karena ia merasa terbantu setiap kali membaca tulisan-tulisanku. Oleh karena itu ia berjanji untuk mendoakanku supaya tetap setia dalam panggilan sebagai pelayan Tuhan. Pada akhir pesannya itu ia menulis, “Pastor, setialah dalam panggilanmu”. Ketika membaca pesan ini saya tersenyum bahagia karena ada umat yang mendoakan pastornya supaya setia dalam panggilan. Di samping itu, ada ada dua hal yang membantu saya untuk berefleksi lebih lanjut yakni dua kata ini: “setia” dan “panggilan”. Kedua kata ini saling mengikat satu sama lain dalam hidupku. Artinya saya tidak hanya bisa menjawabi panggilan Tuhan tetapi saya juga harus bisa setia dalam panggilan Tuhan ini. Menjadi imam itu bukan tujuan akhir hidupku karena tujuan sebenarnya adalah mencapai kekudusan hidup. Untuk itu panggilan imamat ini harus diperjuangkan sampai akhir hayat dengan kesetiaan kepada Tuhan yang sudah memanggilku (fidelity to God).

Tuhan membutuhkan manusia untuk ikut terlibat aktif dalam mensukseskan karya keselamatan di dunia ini. Untuk itu Ia tak henti-hentinya memanggil orang-orang pilihanNya dan dengan cara mereka masing-masing ikut terlibat dalam perutusan Gereja di dunia ini. Keterlibatan dalam panggilan ini bertujuan supaya setiap orang yang diberikan oleh Bapa kepada Yesus PuteraNya tidak ada yang hilang tetapi supaya dibangkitkan Yesus pada akhir zaman (Yoh 6:39). Pada hari Minggu Biasa kedua ini Tuhan memilih tokoh-toko tertentu untuk menjadi model panggilan bagi umat Allah (Gereja). Diharapkan supaya figur-figur ini menginspirasikan seluruh Gereja supaya ikut mewartakan karya keselamatan di dunia ini.

Di dalam bacaan pertama, kita mendengar kisah panggilan Samuel. Nama Samuel artinya “Aku telah memintanya dari Tuhan” (1Sam 1:20). Nama ini diberikan oleh Hana istri pertama Elkana ketika ia berdoa dan bernazar di Silo, di hadapan imam Eli. Ia bernazar supaya mendapat belas kasih dari Tuhan berupa seorang anak laki-laki yang akan dipersembahkannya kepada Tuhan (1Sam 1:24). Samuel kecil belum mengenal Tuhan dan ia tinggal bersama imam Eli di dalam rumah Tuhan. Ia mendapat panggilan dari Tuhan dengan namanya sendiri “Samuel”. Ia bingung dan berpikir bahwa imam Eli yang sudah tua itu memanggilnya. Setelah tiga kali dipanggil dengan namanya sendiri, imam Eli baru sadar bahwa panggilan itu berasal dari Tuhan. Ia menasihati Samuel: “Pergilah tidur dan apabila Ia memanggil engkau, katakanlah: Berbicaralah, Tuhan, sebab hamba-Mu ini mendengar. Maka pergilah Samuel dan tidurlah ia di tempat tidurnya.” (1Sam 3:9). Ketika nama Samuel dipanggil lagi ia menjawab: “Bersabdalah ya Tuhan, hambaMu mendengarkan” (1Sam 3:10).

Kisah panggilan Samuel dalam Kitab Perjanjian Lama ini menarik perhatian kita. Kisah ini mau mempertegas kesetiaan orang tuanya teristimewa Hanna ibunya yang sudah bernazar untuk mempersembahkan anaknya kepada Tuhan. Oleh karena itu sepanjang hidupnya Samuel mengabdi Tuhan. Samuel menunjukkan kekhasan sebagai abdi Tuhan yakni kesediaannya untuk mematuhi Tuhan yang telah memilihnya, kemiskinan batin, semangat untuk mencari dan menemukan Tuhan dalam hidup dan pelayanan, setia melayani Tuhan selamanya meskipun banyak kesulitan dalam menghadapinya. Setiap abdi Tuhan haruslah memiliki ciri khas pengabdian seperti ini.

Di dalam bacaan Injil kita mendengar kisah panggilan para murid perdana versi Injil Yohanes. Ketika Yohanes bersama para muridnya berada di sungai Yordan tempat ia membaptis, tepat jam empat sore, Yesus lewat di depan mereka. Yohanes memperkenalkan Yesus kepada mereka dengan berkata: “Lihatlah Anak Domba Allah” ( Yoh 1:36). Setelah mendengar nama “Anak Domba Allah” mereka rela meninggalkan Yohanes guru mereka untuk mengikuti Yesus. Ketika melihat bahwa ada dua orang murid Yohanes mengikutiNya, Ia bertanya: “Apakah yang kamu inginkan?” (Yoh 1:38). Mereka menjawab: “Rabi, di manakan Engkau tinggal?” Mereka datang dan tinggal bersamaNya. Konsekuensi dari tinggal bersama Yesus adalah hidup misioner dengan membawa sesama kepada Yesus bukan kepada diri kita sebagai misionaris. Para murid pertama yakni Andreas dan Yohanes bahagia untuk mengatakan kepada saudara-saudara lain bahwa mereka sudah menemukann Mesias.

Kisah Injil ini memiliki nilai rohani sangat tinggi dalam hubungannya dengan panggilan yakni: Pertama, para murid Yohanes pembaptis sedang berali dari dunia Perjanjian Lama (Yohanes) kepada dunia Perjanjian Baru (Yesus). Kedua, para murid Yohanes menyadari bahwa “Anak Domba Allah” itu pasti berhubungan dengan penebusan berlimpah dari Tuhan. Anak Domba Allah pasti mengorbankan diriNya bagi keselamatan umat manusia. Ketiga, para murid Yesus ini mula-mula mengenal Yesus sebagai Rabbi tetapi ketika sudah tinggal bersamaNya mereka mengenal Yesus sebagai Mesias. Ini adalah sebuah perkembangan yang bagus dalam pemuridan. Namun di sini ada kecenderungan untuk menjadikan Yesus sesuai kategori pemikiran manusia saja (Rabbi dan Mesias) tetapi pada akhirnya Yesua diimani sebagi Tuhan atas segalanya dan Ia membimbing kita hanya kepadaNya (post pasqual). Simon merasakannya ketika namanya diubah oleh Yesus Tuhan menjadi Chefas artinya Petrus atau Wadas. Nilai kesetiaan dalam panggilan dirasakan ketika para murid perdana ini tidak hanya mencari tahu tempat tinggal Yesus, tetapi mereka sendiri tinggal dan merasakannya. Kesetiaan itu adalah sebuah pengalaman yang dihayati bukan dipikirkan.

Selanjutnya apa yang harus kita lakukan supaya menjadi setia dalam panggilan. St. Paulus dalam bacaan kedua melihat kehidupan Gereja Korintus mengalami kemerosotan moral sexual. Untuk itu Paulus menekankan berkata: “Tubuh bukanlah untuk percabulan, melainkan untuk Tuhan, dan Tuhan untuk tubuh.” (1Kor 6:13).Tuhan memiliki kuasa untuk membangkitkan tubuh kita juga karena kita adalah bagian dari Kristus. Kesadaran hidup yang demikian hendaknya membantu jemaat untuk menjauhkan dirinya dari dosa percabulan. Paulus dengan tegas mengatakan bahwa tubuh kita adalah tempat tinggal Roh Kudus (1Kor 6:19). Orang yang setia dalam panggilan adalah mereka yang merasakan kehadiran Tuhan di dalam hidupnya dan mampu menghargai hidup sesama, khususnya nilai-nilai kekudusan tubuh sesamanya.

Bacaan-bacaan Kitab Suci pada hari ini membantu kita untuk memfokuskan perhatian kita pada Yesus yang datang ke dunia untuk menyelamatkan kita. Tuhan setia kepada manusia dann terus mengasihi maka kita pun haruslah setia kepadaNya. Bersama Tuhan kita bisa setia memberi diri, mengabdi dan melayaniNya.

PJSDB

Leave a Reply

Leave a Reply