Homili 10 Februari 2015

Hari Selasa Pekan Biasa V – PW. St. Skolastika, Prw
Kej. 1:20-2:4a
Mzm. 8:4-5,6-7,8-9
Mrk. 7:1-13

Betapa luhurnya nilai hidup manusia!

Fr. JohnSaya beberapa kali mengikuti Pertemuan Keuskupan Regio Nusa Tenggara ketika masih bertugas di Pulau Sumba, Nusa Tenggara Timur. Beberapa tahun yang lalu diadakan pertemuan di Weetebula, Sumba Barat Daya. Ada satu sesi dipakai untuk membahas pemberdayaan kaum wanita di daerah Nusa Tenggara. Dalam sesi ini, baik dari isi materi nara sumber maupun selama berlangsungnya diskusi ada kecendrungan untuk mempersalahkan kaum pria yang sadar atau tidak sadar menjadikan kaum wanita menjadi warga kelas dua dalam masyarakat. Ada utusan dari keuskupan tertentu yang sangat vokal memperjuangkan nasib kaum wanita bahkan mengaku dirinya sebagai aktivis kaum wanita. Saya senang mengikuti diskusi ini hanya kemudian saya sangat kaget dan kecewa ketika mendengar salah seorang peserta yang vocal itu berkata: “Lihat saja partisipasi kaum wanita Nusa Tenggara dalam bidang politik, ternyata hanya “beberapa ekor” saja yang mewakili rakyat di DPRD I dan II juga DPR Pusat.” Saya mengatakan kaget dan kecewa karena diskusi panjang itu mau mencairkan dominasi budaya patriarkal yang kental, ternyata sesama kaum wanita saja tidak saling menghargai, dan hal ini diungkapkan secara verbal “beberapa ekor”.

Orang boleh menuntut keadilan tetapi sesama kaum wanita juga bertindak tidak adil satu sama lain. Banyak kasus kekerasan fisik dan verbal juga di alami di dalam keluarga-keluarga. Banyak pembantu rumah tangga yang dianiaya oleh nyonya bukan oleh tuan. Sang nyonya sebagai majikan seolah punya hak untuk memukul dan mencaci maki. Inilah benang kusut relasi pekerja dan majikan. Artinya orang melihat manusia itu nilainya sama dengan uang. Ini sebuah kesalahan fatal! Manusia adalah sesama yang diberikan Tuhan untuk dikasihi dan ini berbeda dengan uang atau barang lainnya. Uang dan barang duniawi itu tidak punya martabat, hanya manusia saja yang punya martabat.

Kita juga mengingat peradaban liberal yang hanya mengenal kepentingan individu saja. Manusia itu hedonis karena hanya mau menikmati keuntungan dan kesehatan di dalam hidupnya. Setiap individu itu ibarat pot dari tanah yang berada di antara pot dari tanah lainnya. Artinya masing-masing orang berjuang untuk meneguhkan jati dirinya sendiri. Manusia akan bebas. Kitab Suci memandang manusia sebagai pribadi sekaligus sebagai satu tubuh: Adam, manusia atau umat manusia. Kristus adalah kepala tubuh yang menguasai segala ciptaan (Mat 21:16; 1Kor 15:27; Ef 1:22; Ibr 2:6-8).

Mazmur Tanggapan hari ini mengarahkan kita untuk memahami nilai luhur hidup kita sebagai manusia di hadirat Tuhan. Mazmur 8 ini mau menekankan keilahian pribadi manusia yang menjawabi panggilan Allah dan berkembang dalam naungan kasihNya. Sang Pemazmur berdoa: “Jika aku melihat langit-Mu, buatan jari-Mu, bulan dan bintang-bintang yang Kaupasang: Apakah manusia, sehingga Engkau mengingatnya? Apakah anak manusia, sehingga Engkau mengindahkannya?” (Mzm 8:4-5). Daud memuji keagungan Tuhan sebagai pencipta semesta alam dan semuanya penuh dengan keteraturan. Langit dan benda-benda yang ditempatkan begitu teratur sehingga Daud berani bertanya apakah manusia sehingga Tuhan mengingat dan mengindahkannya.

Selanjutnya dikatakan Pemazmur: “Kauciptakan dia hampir setara dengan Allah, Kaumahkotai dengan kemuliaan dan semarak. Kauberi dia kuasa atas perbuatan tangan-Mu; segala-galanya telah Kautundukkan di bawah kakinya.” (Mzm 8: 6-7). Manusia diciptakan mulia adanya oleh Tuhan dan diberi kuasa untuk memperhatikan makhluk ciptaan lainnya (Kej 1: 27-28).

Dari Kitab Kejadian kita mendapat gambaran tentang kisah penciptaan selama enam hari yang dilakukan Tuhan dengan sabdaNya. Di hari pertama, Tuhan menciptakan langit dan bumi diciptakan dan “Jadilah terang”. Hari kedua Tuhan Allah menciptakan cakrawala. Hari ketiga, Tuhan menjadikan daratan dipisahkan dengan lautan; tumbuh-tumbuhan diciptakan. Hari keempat, Tuhan menciptakan matahari, bulan dan bintang. Hari kelima Tuhan menciptakan binatang di lautan dan burung di udara. Hari keenam, Tuhan menciptakan binatang dibumi, ternak dan binatang melata, Manusia pertama diciptakan (Adam dan Hawa). Pada hari ketujuh, Tuhan beristirahat.

Karya penciptaan Allah selesai dengan menciptakan manusia. Berkaitan dengan Mazmur 8 dan prolog Kitab Kejadian ini kelihatan nilai luhur hidup manusia sangat dijunjung tinggi. Pertama, Allah menciptakan manusia menurut citraNya. Manusia bukanlah tawanan dalam dunianya. Kedua, Tuhan menciptakan manusia pria dan wanita. Jadi dari awal penciptaan Tuhan hanya punya rencana untuk menciptakan manusia pria dan wanita, tidak lebih dari itu. Ketiga, Hendaklah mereka berkuasa, berkembang biak dan memenuhi muka bumi. Ketiga kalimat ini menjadi dasar yang kuat bagaimana umat manusia bisa memandang manusia lain sebagai sesama.

Tuhan Yesus membaharui manusia dari hidupnya yang lama dengan hidup baru. Hidup baru itu ditandai dengan pengalaman untuk bertobat. Bacaan Injil hari ini mengisahkan tentang para murid Yesus yang makan tanpa mencuci tangan. Bagi orang-orang Yahudi saat itu, tangan kotor adalah tangan najis. Orang bisa makan kalau sudah mencuci tangan. Reaksi Yesus adalah mengatakan tentang kemunafikan orang-orang zamannya. Bangsa ini memuliakan Aku dengan bibirnya, padahal hatinya jauh dari pada-Ku. Percuma mereka beribadah kepada-Ku, sedangkan ajaran yang mereka ajarkan ialah perintah manusia.

Kita adalah ciptaan Tuhan yang mulia. Mahkota kemuliaan Tuhan diberikan kepada kita supaya bisa layak di hadiratNya yang Mahakudus. Apakah kita berani memegang kepercayaan yang diberikan kepada kita oleh Tuhan? Banyak kali kita menjauh dari dengan sadar dari Tuhan dan menyalahgunakan kebebasan kita sebagai anak-anak Allah. Pada hari ini kita disadarkan untuk melihat setiap manusia sebagai pribadi yang utuh dan bermartabat. Kita bertugas untuk menghargai martabat sesama kita.

PJSDB

Leave a Reply

Leave a Reply