Homili 11 Februari 2015

Hari Rabu, Pekan Biasa V
Kej. 2:4b-9,15-17
Mzm. 104:1-2a,27-28,29bc
Mrk. 7:14-23.

Pujilah Tuhan, hai Jiwaku!

Fr. JohnAda seorang guru agama mendatangi pastoran untuk bertukar pikiran dengan gembalanya. Dalam dialog persaudaraan itu, ia jujur mengatakan bahwa ia merasa gagal dalam membina umat di kampung karena dalam kehidupan doa, ia hanya mendengar mereka memohon atau meminta kepada Tuhan. Kalau Tuhan tidak cepat mengabulknnya maka mereka bersungut-sungut. Dia sendiri menjadi sasaran umat bersungut-sungut kepada Tuhan melaluinya. Padahal ia mengaku selalu mengingatkan umat untuk mengucapkan rasa syukur dan pujian kepada Tuhan dalam doa. Pastor mendengar semua curhat guru agama dan hanya mengatakan: “Amen, puji Tuhan!” Guru agama kembali ke rumahnya sambil merenung dan bertanya lagi dalam hatinya: “Mengapa pastor hanya menjawabku ‘Amen, puji Tuhan?’

Banyak kali kita semua memiliki kecenderungan dalam berdoa untuk memohon atau meminta saja kepada Tuhan. Ketika permohonan tidak dikabulkan Tuhan maka rasa bersungut-sungut akan menguasai diri kita. Kita seharusnya menyadari bahwa dalam doa kita juga memiliki kesempatan untuk memuji dan memuliakan Tuhan. Kita memuji Tuhan atas segala karya ciptaanNya, terutama hidup kita dan semua yang ada di sekitar kita. Pemazmur pernah berdoa: Pujilah Tuhan, hai jiwaku! Tuhan, Allahku, Engkau sungguh besar! Engkau berpakaian keagungan dan semarak, berselimutkan terang ibarat mantol.” (Mzm 104:1-2). Pemazmur menyadari bahwa memuji Tuhan itu adalah totalitas hidup kita. Memuji Tuhan dalam doa itu berarti mengarahkan hati dan pikiran kepada Tuhan. Mengapa kita mengarahkan hati dan pikiran kepadaNya? Karena Allah kita mahabesar. Ia memiliki kuasa dan kemuliaan atas surga dan bumi.

Karena Tuhan memiliki kuasa dan kemuliaan atas surga dan bumi maka semua orang harus menaruh harapan kepadaNya. Tuhanlah yang memberikan makanan dan minuman kepada manusia. Manusia menerimanya dan kenyang atas kebaikan-kebaikan Tuhan. Perkataan pemazmur ini sejalan dengan apa yang diungkapkan dalam Kitab Kejadian. Kitab Kejadian memberi kesaksian bahwa Tuhan menjadikan langit dan bumi dan mengisinya. Ketika menciptakan langit dan bumi, belum ada semak apa pun di bumi, belum timbul tumbuhan apa pun di padang karena Tuhan belum menurunkan hujan ke bumi dan belum ada orang yang mengusahakan tanah. Yang ada saat itu adalah kabut yang bisa membasahi bumi. Tuhan lalu menciptakan manusia dari debu tanah dan menghembuskan nafas ke dalam hidungnya sehingga manusia menjadi makhluk hidup. (Kej 2: 4-7).

Tuhan juga menciptakan taman Eden sebagai tempat supaya manusia dapat bersenang-senang. Ada banyak tumbuhan yang menghasilkan makanan bagi manusia. Ada juga pohon kehidupan, pohon pengetahuan yang baik dan jahat juga ditempatkan Tuhan di dalam taman eden. Tugas manusia di dalam taman adalah mengusahakan dan memeliharanya. Ini adalah perintah yang jelas dari Tuhan: “Semua pohon dalam taman ini boleh kaumakan buahnya dengan bebas, tetapi pohon pengetahuan tentang yang baik dan yang jahat itu, janganlah kaumakan buahnya, sebab pada hari engkau memakannya, pastilah engkau mati.” (Kej 2:16-17). Sayang sekali manusia pertama bukan hanya bersenang-senang sebagai manusia yang bebas, mengusahakan dan memelihara taman eden tetapi mereka juga menyalahgunakan kebebasan mereka di hadapan Tuhan sehingga jatuhlah mereka ke dalam dosa pertama.

Konsekuensi dari dosa adalah kematian. Sang Pemazmur berkata: “Apabila Engkau mengambil roh mereka matilah mereka dan kembali menjadi debu. Apabila Engkau mengirim roh-Mu, mereka pun tercipta kembali dan Engkau membaharui muka bumi.” Mzm 104:29). Akibat dosa manusia mengalami kematian tetapi Tuhan juga membangkitkan kembali manusia dari kematian sehingga yang ada pada dirinya adalah keabadian. Kebangkitan manusia merupakan jasa Yesus Kristus, Manusia menjadi baru di dalam Kristus.

Dosa menajiskan manusia. Dalam Kitab Mazmur kita baca: “Dosa berbisik di lubuk hati pendosa: “Tak perlu takut akan Allah. Dosa mengelabui matanya guna menutup kesalahannya.” (Mzm 36:1). Perkataan dalam Kitab Mazmur ini masih nyata dalam hidup manusia.

Tuhan Yesus dalam Injil hari ini mengatakan: “Apapun dari luar, yang masuk ke dalam seseorang, tidak dapat menajiskannya, tetapi apa yang keluar dari seseorang, itulah yang menajiskannya.” (Mrk 7: 15). Menurut Yesus, “Apa yang keluar dari seseorang, itulah yang menajiskannya, sebab dari dalam, dari hati orang, timbul segala pikiran jahat, percabulan, pencurian, pembunuhan, perzinahan, keserakahan, kejahatan, kelicikan, hawa nafsu, iri hati, hujat, kesombongan, kebebalan. Semua hal-hal jahat ini timbul dari dalam dan menajiskan orang.” (Mrk 7: 20-23)

Tuhan Yesus sebenarnya mau mengatakan kepada kita bahwa hal yang paling hakiki dalam membangun relasi dengan Tuhan terpancar dari dalam hati kita bukan dari hal lahiria berupa usaha menghayati hukum. Disposisi bathin kita itu paling penting bukan praktik kebiasaan hidup beragama. Orang bisa saja mengakui dirinya beragama tetapi tidak beriman.

Mari kita setia memuji dan memuliakan Tuhan.

PJSDB

Leave a Reply

Leave a Reply