Homili 6 Maret 2015

Hari Jumat Pekan Prapaskah II
Kej. 37:3-4,12-13a,17b-28
Mzm. 105:16-17,18-19,20-21
Mat. 21:33-43,45-46.

Menjual Saudara Sendiri

Fr. JohnPermenungan kita dalam masa prapaskah ini berfokus pada figur Yesus Kristus. Menurut St. Paulus, Yesus Kristus sangat mentaati kehendak Bapa. Buktinya adalah walaupun dalam rupa Allah, tidak menganggap kesetaraan dengan Allah itu sebagai milik yang harus dipertahankan, melainkan telah mengosongkan diriNya sendiri, dan mengambil rupa seorang hamba, dan menjadi sama dengan manusia. Dalam keadaan sebagai manusia Ia telah merendahkan diriNya dan taat sampai mati, bahkan sampai mati di kayu salib.” (Flp 2:6-8). Pengorbanan Yesus Kristus itulah yang mau kita kenangkan selalu dalam masa Prapaskah ini.

Apa yang dialami Yesus dalam hidup bersama dengan saudara-saudara sebangsaNya? Ia adalah Putera Allah. Allah Bapa mengutusNya ke dunia untuk menebus semua orang. Apakah ini berarti Ia tidak berarti apa-apa lagi? Yesus tetap berarti bagi segalaNya. St. Paulus mengatakan “Supaya dalam nama Yesus bertekuk lutut segala yang ada di langit dan yang ada di bawah bumi dan semua lidah mengakui: “Yesus Kristus adalah Tuhan” bagi kemuliaan Allah Bapa (Flp 2:10-11). Maka dalam masa pra paskah ini, apakah kita sudah bersahabat akrab dengan Yesus?

Dalam bacaan Injil hari ini kita mendengar gambaran Yesus tentang diriNya. Ada seorang petani yang kaya. Ia membuka kebun anggur, menanam pagar sekelilingnya, menggali lobang tempat memeras anggur dan mendirikan menara jaga. Ia menyewakan kebun itu kepada penggarap-penggarap. Ketika tiba musim panen, tuan tanah itu menyuruh utusan-utusannya untuk meminta hasilnya. Para penggarap itu menangkap para hamba, memukuli yang seorang, membunuh yang lain. Usai perlakuan kejam ini maka tuan kebun itu mengirim puteranya sendiri. Ia berpikir bahwa para penggarap akan segan dengannya, ternyata dibunuh dengan kejam. Anak sebagai ahli waris itu ditangkap dan dilempar ke luar lalu dibunuh. Perlakuan para penggarap ini kiranya cocok dengan perlakuan orang terhadap Yesus Putera Allah. Ia juga dibawa ke luar tembok untuk disalibkan.

Yesus mengorbankan diriNya. Dia mengatakan diriNya sebagai batu yang dibuang oleh tukang-tukang bangunan telah menjadi batu penjuru. Yesus menderita, wafat dan bangkit pada hari ketiga karena penolakan yang dirasakanNya dari saudara-saudara sebangsaNya. Yudas Iskariot salah seorang murid bahkan menjual Gurunya seharga tiga puluh keping perak. Pengalaman dibuang, ditolak membawa makna tersendiri dalam kehidupan pribadi kita. Kita akan bertumbuh lebih matang dan memiliki daya juang yang tinggi.

Di dalam Kitab perjanjian Lama, kita berjumpa dengan figur Yusuf anak Yakub. Karena kecemburuan saudara-saudaranya, maka ia diperlakukan dengan kasar oleh saudara-saudaranya. Dramanya kita temukan dalam Kitab Kejadian. Kisah Yusuf dimulai dengan keadaan konkret keluarganya. Ayahnya Yakub sangat menyayanginya. Jubahnya paling mahal dibandingkan dengan saudara-saudara yang lain. Saudara-saudara Yusuf membencinya dan tidak mau menyapa dengan baik. Perlakuan mereka kasar kepada Yusuf. Mereka memasukan ke dalam sumur tua, mengancam untuk membunuhnya dan menjualnya kepada para pedagang yang sedang menunju ke Mesir.

Pengalaman Yesus Kristus dan Pengalaman Yusuf membuka mata kita bahwa rasa benci, saling menuding, menjual saudara sendiri dan membunuh saudara sendiri adalah dosa yang sangat besar. Yesus dijual dan disalibkan untuk keselamatan manusia. Yusuf dijual untuk memberi keselamatan bagi saudara-saudaranya dengan makanan dan minuman. Mari kita mengaktualisasikan pengalaman kasih Yesus dan Yusuf dalam hidup kita. Apakah anda dan saya mau tetapi saling menjual satu sama lain? Mari kita bertobat.

PJSDB

Leave a Reply

Leave a Reply