Homili 13 Maret 2015

Hari Jumat, Pekan Prapaskah III
Hos. 14:2-10
Mzm. 81:6c-8a,8bc-9,10-11ab,14,17
Mrk. 12:28b-34

Indahnya mengasihi!

Fr. JohnAdalah Raja Daud. Dalam nyanyian ziarahnya ia berkata: “Alangkah baiknya dan indahnya, apabila saudara-saudara diam bersama dengan rukun” (Mzm 133:1). Kalimat ini banyak ditulis, dibingkai lalu digantung pada dinding tembok komunitas-komunitas biara untuk mengingatkan para biarawan dan biarawati supaya mewujudkan komitmen mereka akan keindahan kasih yang mereka sedang hayati. Mengapa kalimat ini menjadi ingatan manis bagi para biarawan-biarawati? Karena mereka membentuk sebuah komunitas, sebuah persekutuan dari latar belakang yang berbeda-beda. Mereka dipersatukan oleh nasihat-nasihat Injil sebagai orang miskin, taat dan murni. Mereka memiliki perutusan yang sama sesuai spiritualitas tarekat atau biara di mana mereka bergabung. Untuk membentuk sebuah komunitas yang ideal yang memenuhi harapan semua orang itu bukanlah hal yang mudah, namun nilai-nilai pemersatu bisa membentuk mereka supaya mewujudkan kasih yang indah. Saya yakni bahwa keindahan kasih bukan semata-mata dialami para imam, biarawan dan biarawati dalam persekutuannya dengan Tuhan Allah. Para suami dan istri juga mewujudkan keindahan kasih ketika mereka mengucapkan janji setia dalam perkawinan dan berkomitmen untuk mewujudkannya. Suami dan istri merasakan keindahan kasih karena mereka adalah satu daging.

Bacaan-bacaan Kitab Suci pada hari ini membantu permenungan kita tentang perintah baru untuk saling mengasihi. Ada seorang ahli Taurat yang datang kepada Yesus dan bertanya: “Hukum manakah yang paling utama?” (Mrk 12:28). Yesus menjawab pertanyaan ini secara singkat, jelas dan tepat: “Hukum yang terutama ialah: Dengarlah, hai orang Israel, Tuhan Allah kita, Tuhan itu esa. Kasihilah Tuhan, Allahmu, dengan segenap hatimu dan dengan segenap jiwamu dan dengan segenap akal budimu dan dengan segenap kekuatanmu. Dan hukum yang kedua ialah: Kasihilah sesamamu manusia seperti dirimu sendiri. Tidak ada hukum lain yang lebih utama dari pada kedua hukum ini.”(Mrk 12:29-31). Yesus kelihatan bersemangat untuk memperhatikan ahli Taurat ini karena ia memiliki keberanian untuk mendekati Yesus dan bertanya tentangt hukum yang terutama.

Sebagai seorang ahli Taurat, seharusnya ia tidak perlu lagi bertanya kepada Yesus tentang hukum yang terutama. Ia tahu bahwa setiap bangun pagi ia selalu berkata kepada Tuhan: Sh’ma Yisrael, שְׁמַע יִשְׂרָאֵל (dengarlah Israel). Secara rohani mereka mengarahkan hati dan pikirannya kepada Tuhan dan membiarkan Tuhan menyatakan dirinya kepada mereka bahwa Tuhan Allah itu satu, tidak ada yang lain. Oleh karena itu mereka haruslah mengasihiNya dengan segenap hati, dengan segenap jiwa dan dengan segenap kekuatannya (Ul 6:4-5). Tuhan Yesus dalam Injil Markus mengatakan bahwa mereka harus mengasih Tuhan dengan segenap hati, dengan segenap jiwa dan dengan segenap kekuatan. Ketiga elemen yakni hati, pikiran dan kekuatan menyatakan totalitas seluruh kehidupan manusia di hadirat Tuhan. Hukum kedua adalah “Kasihilah sesamamu manusia seperti dirimu sendiri” (Im 19:18).

Bagi ahli Taurat, jawaban Yesus itu benar adanya. Ia bahkan menegaskan hal yang sudah digariskan di dalam Kitab Suci Perjanjian Lama tentang keesaan Allah. Allah kita itu satu dan tidak ada yang lain. Mengasihi Allah itu lebih tinggi kualitasnya dari pada korban bakaran. Yesus memuji ahli Taurat ini karena iman kepadaNya. Ia tidak jauh dari Yesus, sang Kerajaan Allah yang hidup.

Dampak pengajaran Yesus bagi kita saat ini adalah kita harus saling mengasihi sama dengan kita mengasihi Tuhan. Dasar kasih adalah Yesus, ia sebagai bukti nyata kasih Allah bagi kita. Wujud kasih yang nyata kepada Tuhan adalah ketekunan dalam doa. Wujud nyata kasih kepada sesama adalah mendoakan, mengampuni, berbela rasa dengan saudara-saudari yang menderita, miskin dan tersingkir dalam masyarakat kita. Kita mengingat perkataan Yesus: “Sesungguhnya, segala sesuatu yang kamu lakukan untuk salah seorang saudara yang paling hina ini, kamu telah melakukannya untuk Aku” (Mat 25:40).

Hosea dalam bacaan pertama mengatakan: “Bawalah sertamu kata-kata penyesalan, dan bertobatlah kepada Tuhan! Katakanlah kepada-Nya: “Ampunilah segala kesalahan, sehingga kami mendapat yang baik, maka kami akan mempersembahkan pengakuan kami.” (Hos 14:2). Ungkapan pertobatan diulangi Hosea untuk menandakan bahwa hal ini sangatlah urgent bagi bangsa Israel. Tuhan berkata: “Aku akan seperti embun bagi Israel, maka ia akan berbunga seperti bunga bakung dan akan menjulurkan akar-akarnya seperti pohon hawar.” (Hos 14:5). Hosea pada akhirnya berkata: “Siapa yang bijaksana, biarlah ia memahami semuanya ini; siapa yang paham, biarlah ia mengetahuinya; sebab jalan-jalan Tuhan adalah lurus, dan orang benar menempuhnya, tetapi pemberontak tergelincir di situ.” (Hos 14:9a).

Sabda Tuhan pada hari ini membantu kita untuk memahami, mengimani dan mengasihi Yesus. Kita mengasihiNya seluruh totalitas hidup kita: jiwa, pikiran dan kekuatan hanya untuk Tuhan. Keindahan dalam mengasihi Allah adalah mendengar dan mengikuti perintah-perintahNya dengan setia. Semakin banyak kita mendengar dan mengikutiNya, semakin kita juga bertumbuh dalam kasihNya. Kasih itu indah bila tidak memperhitungkan kesalahan orang lain.

PJSDB

Leave a Reply

Leave a Reply