Homili 4 Juni 2015

Hari Kamis, Pekan Biasa IX
Tob. 6:10-11; 7:1,6,8-13; 8:1,5-9a
Mzm. 128:1-2,3,4-5
Mrk. 12:28b-34

Kasih itu segalanya!

Fr. JohnAda seorang pengurus lingkungan. Ia pernah mengatakan kepada pastor paroki dan sesama umat lingkungan dalam suatu pertemuan di lingkungannya, suatu perkataan yang sungguh-sungguh mengoreksi sekaligus membangkitkan semangat kebersamaan dalam hidup menggereja. Ia mengatakan bahwa umat Katolik di Gereja lokal dalam hal ini di lingkungan-lingkungan bisa berkembang kalau mereka benar-benar mengasihi Tuhan dan sesamanya. Ide ini memang jelas tetapi masalah yang nyata di dalam lingkungan adalah selalu saja ada sesama umat yang tidak suka dengan pribadi-pribadi tertentu sehingga mereka yang sebenarnya adalah warga lingkungan akhirnya keluar dan aktif di territorial Gereja yang lain (paroki atau lingkungan lain). Realitas ini menunjukkan bahwa kita boleh saja mengatakan mengasihi Allah tetapi ternyata tidak mengasihi sesama apa adanya. Ini adalah sebuah kebohongan public! Perkataan umat ini membuat umat dan pastor berefleksi bersama untuk bertumbuh menjadi orang katolik yang baik, yang tidak jauh dari Tuhan Allah dan Kerajaan-Nya. Memang kita harus mengakui bahwa masih banyak kelemahan manusiawi seperti rasa benci, dendam dan iri hati sebagai umat dari Tuhan yang kudus.

Mendengar sharing ini, saya teringat pada St. Yohanes yang berkata: “Jika seorang berkata, ‘Aku mengasihi Allah’ dan ia membenci saudaranya, maka ia adalah seorang pendusta, karena barang siapa tidak mengasihi saudaranya yang dilihatnya, tidak mungkin mengasihi Allah yang tidak dilihatnya. Dan perintah ini kita terima, barangsiapa mengasihi Allah, ia harus juga mengasihi saudaranya.” (1Yoh 4:20-21). Banyak orang menjadi pendusta karena mengatakan mengasihi Allah ternyata membenci saudaranya. Di dalam rumah tangga, komunitas biara, persekutuan doa banyak kali mengatakan tentang cinta kasih atau persaudaraan sejati tetapi bisa jadi semuanya hanya dusta belaka. Saya membayangkan Tuhan Yesus bisa berkata kepada anda dan saya: “Jangan ada dusta di antara kita”.

Pada hari ini kita mendengar sebuah kisah Injil yang menarik perhatian. Ada seorang ahli Taurat yang hadir dan menyaksikan pembicaraan antara orang-orang Saduki yang tidak percaya akan kebangkitan orang mati dan Yesus. Pada waktu itu Tuhan Yesus membungkam mulut kaum Saduki yang menghadirkan kasus perkawinan Lewirat dan kebangkitan badan. Ia berkata: “Kamu sesat, justru karena kamu tidak mengerti Kitab Suci maupun kuasa Allah. Sebab apabila orang bangkit dari antara orang mati, orang tidak kawin dan tidak dikawinkan melainkan hidup seperti malaikat di sorga.” (Mrk 12:24-25). Ahli Taurat ini juga mencobai Yesus dengan pertanyaan: “Hukum manakah yang paling utama?” (Mrk 12:28). Tuhan Yesus sekali lagi membungkam ahli Taurat ini engan mengatakan bahwa hukum yang terutama adalah mengasihi Allah (Ul 6:4-5; Mrk 12:29-30) dan hukum yang kedua adalah mengasihi sesama (Im 19:18; Mrk 12: 31). Reaksi dari ahli Taurat itu adalah mengakui jawaban Yesus yang baginya sangat tepat dan sempurna. Yesus pun mengakui bahwa ahli Taurat itu tidak jauh dari Kerajaan Allah.

Yesus mengetahui bahwa orang-orang Yahudi, khususnya kaum Farisi dan para ahli Taurat memiliki 613 hukum dan peraturan (תרי”ג מצוות: taryag mitzvoth) yang harus mereka ikuti setiap hari. Dari 613 mitzvoth ini, ada 365 perintah negatif, yang bertepatan dengan jumlah hari dalam satu tahun matahari. Ada juga 248 perintah positif, yang dikatakan merupakan jumlah seluruh tulang dan organ utama dalam tubuh kita sebagai manusia. Hal baru yang Yesus katakan kepada ahli Taurat ini adalah “Tidak ada hukum lain yang lebih utama dari pada kedua hukum ini” (Mrk 12: 31). Maka ini benar-benar menjadi perintah baru dari Tuhan Yesus bagi kita untuk saling mengasihi (Yoh 13:34).

Tuhan Yesus mengajar kita semua supaya kita mengasihi sebagaimana Ia sendiri mengasihi, bahkan sudah lebih dahulu mengasihi kita semua. Cinta kasih kita kepada sesama merupakan kelanjutan dari cinta kasih yang kita terima dari Tuhan. Semakin kita mengasihi Allah dengan seluruh totalitas hidup, kita juga akan semakin mengasihi manusia di sekitar kita sebagaimana adanya. Jadi jika kita mengasihi Allah maka dengan sendirinya kita juga mengasihi sesama kita. Cinta kasih itu jauh lebih utama dari pada semua korban bakaran dan korban sembelihan. Moral pengajaran Yesus adalah tidak ada yang lebih utama yang melebihi kasih Yesus, dan segala sesuatu yang kita pikirkan, kita katakana dan kita lakukan selalu diinspirasikan oleh kasih dan diekspresikan dalam kasih. St. Paulus tepat sekali mengatakan bahwa sekali pun aku membagi-bagikan segala sesuatu yang ada padaku, bahkan menyerahkan tubuhku untuk dibakar, tetapi jika aku tidak mempunyai kasih, sedikitpun tidak ada faedahnya bagiku. (1Kor 13:3).

Contoh nyata cinta kasih kepada Tuhan dan sesama dirasakan oleh Tobia dan Sara. Tobia dan Malaikat Rafael melakukan perjalanan ke Media. Rafael mengajak Tobia untuk singgah di rumah Raguel, kerabat Tobia. Ia memiliki seorang anak gadis bernama Sara. Mereka diterima dalam suasana hangat dan kekeluargaan. Ini adalah malam yang indah karena Tobia diperkenalkan kepada Sara dan mereka berdua mewujudkan kasih mereka sebagai suami dan istri. Sara sendiri pernah menikah dengan tujuh laki-laki tetapi mereka semua meninggal dunia. Tobialah pilihan Tuhan bagi Sara. Inilah ucapan dari Raguel, ayah Sara: “Sungguh, sesuai dengan Hukum Taurat ia kupercayakan kepadamu dan seturut ketetapan yang tersurat dalam Kitab Musa kuberikan kepadamu menjadi isterimu. Ambillah dia dan antarkanlah kepada ayahmu dengan sehat walafiat. Moga-moga Yang berkuasa di Sorga menganugerahkan damai sejahtera kepada kamu berdua.” (Tob 7:13).

Pasangan suami istri baru ini menyempurnakan cinta kasih mereka dengan doa. Pada malam pertama sebagai suami dan istri, mereka mempersembahkan keluarga kepada Tuhan dalam doa ini: “Terpujilah Engkau, ya Allah nenek moyang kami, dan terpujilah namaMu sepanjang sekalian abad. Hendaknya sekalian langit memuji Engkau dan juga segenap ciptaanMu untuk selama-lamanya. Engkaulah yang telah menjadikan Adam dan baginya telah Kaubuat Hawa isterinya sebagai pembantu serta penopang; dari mereka berdua lahirlah umat manusia seluruhnya. Engkaulah bersabda pula: Tidak baik, kalau manusia itu seorang diri saja, mari Kita menjadikan penolong baginya, yang sepadan dengan dia. Bukan karena nafsu birahi sekarang kuambil saudariku ini, melainkan dengan hati yang benar. Sudilah kiranya mengasihani aku ini dan dia dan membuat kamu menjadi tua bersama.” Serentak berkatalah mereka: “Amin! Amin!” (Tob 8: 5-8). Doa menguatkan kasih sebagai suami dan istri.

Bacaan-bacaan Kitab Suci pada hari ini menguatkan kita untuk mampu mengasihi Tuhan dan sesama. Ini adalah perintah baru yang harus kita wujudkan di dalam hidup ini. Kemampuan untuk mengasihi akan senantiasa mendekatkan kita kepada Tuhan. Ia juga akan mengatakan hal yang sama: “Engkau tidak jauh dari Kerajaan Allah!”

PJSDB

Leave a Reply

Leave a Reply