Homili 5 Juni 2015

Hari Jumat, Pekan Biasa IX
Tob 11: 5-17
Mzm 146:2abc.7.8-9a.9bc-10
Mrk 12:35-37

Aku mau melihat Cahaya

Fr. JohnPada kesempatan setelah selesai merayakan Ekaristi harian, saya didatangi oleh seorang ibu denganmembawa anaknya yang buta sejak kecil. Ibu itu meminta doa supaya anaknya yang buta secara fisik tetapi tidak menjadi buta secara rohani. Ini sebuah intensi doa yang luar biasa. Ia mengaku sudah bertahun-tahun mendoakannya dan berharap supaya anaknya itu bisa melihat cahaya Tuhan secara rohani. Hal-hal yang menakjubkan bagi saya adalah anak itu kelihatan ceriah dan tidak kelihatan bahwa ia buta. Ia dianugerahi Tuhan banyak bakat yang melebihi anak yang normal. Ia bahkan bisa mengirim pesan singkat kepada saya. Luar biasa! Saya mendoakan dan memberkatinya dan sejak saat itu kalau bertemu sama memberkatinya dan ia tetap menyapa saya “Pastor John”.

Selama beberapa hari terakhir ini kita mendengar kisah hidup Tobit yang menakjubkan. Menguburkan mayat adalah salah satu pekerjaan Tobit. Ia melakukannya dengan tekun. Pada suatu malam ia mandi dan membaringkan tubuhnya di dekat pagar tembok. Wajahnya mengarah ke langit dan ketika itu ada seekor burung melepaskan kotorannya dan masuk ke dalam matanya. Ini menjadi awal kebutaannya karena muncul bintik-bintik putih dalam biji matanya. Ia berobat ke sana kemari tetapi tak seorang pun tabib yang bisa menyembuhkannya. Ia menjadi buta selama empat tahun. Di masa yang sulit ini Hana istrinya harus mengambil alih tugasnya untuk mencari nafkah. Ia sempat marah kepada istrinya karena menerima upah kerja termasuk seekor kambing. Ia berpikir bahwa istrinya mencuri kambing. Situasi tegang sebagai suami dan istri berubah setelah mereka saling mendengar satu sama lain.

Setelah merasa menyakiti hati istrinya, ia mengucapkan sebuah doa penyerahan kepada Tuhan. Ia percaya bahwa Tuhanlah yang memiliki kuasa dan kehendak kepadanya. Ia ingin melihat cahaya Tuhan. Keteguhan hati dan iman Tobit ini berbuah indah. Tuhan mengirim malaikat Rafael untuk menyembuhkannya. Dia datang bersama Tobia yang barusan menikah dengan Sara. Rafael mengingatkan Tobia supaya menyapu empedu ikan kepada mata ayahnya Tobit. Bagi Rafael, obat itu akan memakan dahulu, lalu mengelupaskan bintik-bintik putih itu dari mata ayahnya. Dengan demikian ia akan melihat lagi dan memandang cahaya. (Tob 11:8). Tobia berjumpa dengan ibunya Sara kemudian ayahnya Tobit dan melakukan segala sesuatu yang diperintakan Rafael kepadanya. Tobit terharu dan bersyukur kepada Tuhan seraya berkata: “Aku melihat engkau, anakku, cahaya mataku! (Tob 11:13).

Selanjutnya Tobit berdoa: “Terpujilah Allah, terpujilah nama-Nya yang besar, terpujilah para malaikat-Nya yang kudus. Hendaklah nama Tuhan yang besar ada di atas kita dan terpujilah hendaknya segala malaikat untuk selama-lamanya. Sungguh aku telah disiksa oleh Tuhan, tetapi kulihat anakku Tobia!” (Tob 11: 14). Di samping bersukacita karena kesembuhannya, ia juga bersukacita karena kehadiran Sara istri puteranya Tobia. Ia berkata kepada Sara: “Selamat datang, anakku. Terpujilah Allahmu yang mengantar engkau kepada kami, hai anakku! Tuhan memberkati ayahmu, memberkati anakku Tobia dan memberkati engkau sendiri, hai anakku. Masuklah ke rumahmu dengan selamat, dengan berkat dan gembira! Masuklah, hai anakku!” (Tob 11:17).

Kisah keluarga Tobit ini sangat inspiratif bagi keluarga-keluarha saat ini. Para pasutri mengucapkan janji perkawinan dengan mengatakan secara sadar untuk saling mengasihi dalam untung dan malang, di waktu sehat dan sakit dan berjanji untuk setia kepada pasangan selama-lamanya. Hanna tidak pernah berpikir bahwa Tobit suaminya bisa menjadi buta selama empat tahun. Dan selama empat tahun itu Hanna harus bekerja seperti seorang laki-laki untuk menghidupi Tobit dan Tobia anaknya. Ada konflik terjadi di dalam keluarga ini karena salah paham tetapi semuanya bisa diselesaikan karena ada kuasa Tuhan.

Tobit juga seorang ayah yang baik. Ia sempat stress dengan kebutaannya dan bersikap keras terhadap Hanna dan Tobia. Tetapi Tuhan tetap bekerja untuk mengubah hatinya yang keras menjadi lembut. Tuhan memberikan ketabahan supaya ia lebih beriman lagi kepada Tuhan. Ia juga memiliki sikap yang postif kepada Sara. Ia menerimanya di dalam rumah dan memberkatinya. Di dalam pikiran Tobit, hanya ada kegembiraan bagi Sara dan Tobia. Tobit memberi teladan kepada para orang tua supaya tidak banyak mencampuri urusan anak-anaknya yang sudah menikah. Orang tua juga menerima pasangan anaknya apa adanya seperti Tobit meneria Sara. Banyak kali terjadi konflik di dalam keluarga karena orang tua tidak mendoakan anaknya yang sudah menikah tetapi mencampuri urusan keluarga anaknya. Mari para orang tua belajarlah dari semangat Tobit dan Hana untuk mendukung anak-anakmu yang sudah menikah. Biarkan mereka mengurusi keluarga mereka sendiri.

Tuhan Yesus di dalam Injil menunjukkan diri-Nya sebagai sungguh-sungguh manusia dan sungguh-sungguh Allah. Ia sungguh-sungguh manusia karena merupakan keturunan Daud. Ia banyak kali disapa sebagai Anak Daud (Mat 1:1). Ia juga menunjukkan diri-Nya melebihi Daud karena Daud sendiri pernah berkata: “Tuhan telah berfirman kepada Tuanku: duduklah di sebelah kanan-Ku, sampai musuh-musuh-Mu Kutaruh di bawah kaki-Mu.” (Mrk 12:36). Yesus itu lebih dari Mesias politik , itu hanya manusia biasa. Yesus adalah Putera tunggal Allah. Dia sungguh-sungguh Allah yang kita imani. Dialah Terang bagi dunia (Yoh 8:12).

PJSDB

Leave a Reply

Leave a Reply