Homili 16 Juni 2015

Hari Selasa, Pekan Biasa XI
2Kor. 8: 1-9
Mzm. 146:2,5-6,7,8-9a
Mat. 5:43-48

Sempurna Seperti-Mu!

Fr. JohnPada suatu hari saya merapikan buku-buku di perpustakaan komunitas. Di antara buku-buku itu saya menemukan sebuah buku di mana terdapat tulisan tangan seorang konfrater yang pernah membaca buku tersebut. Ada secarik kertas yang dipakai sebagai pembatas halaman buku, tertulis: “Sempurna seperti-Mu”. Saya merasa bahwa tulisan itu memang sudah dimakan waktu tetapi rasanya masih bersuara lantang hingga saat ini. Saya menjadi sadar dan merenungkan lebih dalam lagi kata-kata: “Sempurna seperti-Mu”. Artinya saya harus berusaha untuk menjadi sempurna seperti Tuhan yang menciptakanku juga sempurna adanya. Hasrat untuk menjadi sempurna ini sejalan dengan rencana Tuhan dalam penciptaan manusia: “Allah menciptakan manusia itu menurut gambar-Nya, menurut gambar Allah diciptakan-Nya dia; laki-laki dan perempuan diciptakan-Nya mereka.” (Kej 1:27). Sejak awal Tuhan sudah menjadikan kita menurut gambar-Nya, artinya kita sudah ada orientasi untuk menuju kepada Tuhan dan bersatu dengan-Nya. Santo Paulus sendiri berkata: “Sebab di dalam Dia (Yesus), Allah telah memilih kita sebelum dunia dijadikan, supaya kita kudus dan tak bercacat di hadapan-Nya.” (Ef 1:4). Kesempurnaan itu adalah kehendak Tuhan bagi orang yang berkenan kepada-Nya.

Untuk merenungkan tentang kesempurnaan hidup ini, Katekismus Gereja Katolik (KGK, 2013) mengajarkan: “Jadi jelaslah bagi semua, bahwa semua orang Kristen, dari status atau jajaran apa pun dipanggil kepada kepenuhan hidup Kristen dan kesempurnaan cinta kasih” (LG 40). Semua orang dipanggil kepada kekudusan: “Karena itu haruslah kamu sempurna, seperti Bapa-Mu yang di surga adalah sempurna” (Mat 5:48). Konsili Vatican Kedua dalam Lumen Gentium lebih lanjut mengatakan: “Untuk memperoleh kesempurnaan itu hendaklah kaum beriman mengerahkan tenaga yang mereka terima menurut ukuran yang dikaruniakan oleh Kristus, supaya… mereka melaksanakan kehendak Bapa dalam segalanya, mereka dengan segenap jiwa membaktikan diri kepada kemurahan Allah dan pengabdian terhadap sesama. Begitulah kesucian umat Allah akan bertumbuh dan menghasilkan buah berlimpah, seperti dalam sejarah Gereja telah terbukti dengan cemerlang melalui hidup sekian banyak orang kudus” (LG 40).

Apa artinya kesempurnaan hidup kristiani? Kesempurnaan Kristiani berarti kecocokan dengan Tuhan sumber segala kesempurnaan. Tuhan Yesus Kristus dalam bacaan Injil mengajar para murid-Nya untuk bertumbuh dalam kesempurnaan sehingga bisa menyerupai kesempurnaan Bapa di Surga. Apa yang harus kita lakukan untuk menjadi orang sempurna seperti Bapa di Surga?

Pertama, kita mengambil semangat Bapa di Surga untuk mengasihi musuh-musuh dan mendoakan mereka yang menganiaya diri kita (Mat 5:44). Ini dalah suatu pilihan hidup yang sifatnya imperatif kategoris, artinya kalau mau jadi murid Yesus yang sejati maka haruslah berlaku seperti Yesus sendiri. Kita semua sebagai manusia pasti merasa sangat berat untuk melakukannya tetapi untuk menjadi orang Kristen sejati, kita harus melakukannya. Tuhan Yesus tidak hanya berbicara tetapi Ia sudah menunjukkan kepada kita semangat untuk mengasihi musuh-musuh dan mendoakan para penganiaya. Misalnya Yesus berkata kepada Bapa: “Ya Bapa, ampunilah mereka, sebab mereka tidak tahu apa yang mereka perbuat.” (Luk 23:34).

Kedua, kita mengasihi seperti Allah telah mengasihi kita. Tuhan Yesus mengingatkan kita bahwa kesempurnaan itu bisa kita miliki kalau kita mampu mengasihi seperti Bapa sendiri mengasihi kita dan hanya dengan cara demikian kita layak menjadi anak-anak-Nya. Kasih Tuhan Allah itu universal sifatnya. Ia menerbitkan matahari bagi orang jahat dan orang baik, menurunkan hujan bagi orang benar dan orang tidak benar. Maka, kita mengasihi semua orang apa adanya, tanpa memilih pribadi-pribadi untuk dikasihi. Tuhan Yesus sudah melakukannya maka kita pun mengikuti jejak-Nya. Kasih dan pengampunan memiliki daya untuk mengubah hidup manusia.

Hidup kristiani menjadi bermakna ketika kita mengasihi seperti Allah mengasihi, mengampuni seperti Allah mengampuni, mendamaikan seperti Allah sendiri telah mendamaikan kita dengan diri-Nya dalam Yesus Kristus Putera-Nya. Nilai lebih dari kasih kristiani adalah pengurbanan diri. Mengasihi musuh itu butuh pengurbanan diri, butuh kerendahan hati untuk melakukannya dengan sempurna. Butuh kasih karunia dari Tuhan supaya kita mampu mengasihi.

St. Paulus membuka wawasan kita pada hari ini untuk sadar diri bahwa hanya dengan kasih karunia kita juga bisa bertahan dalam segala bentuk penderitaan dan mampu mengasihi seperti Tuhan Yesus. Sebagaimana jemaat di Makedonia, di mana selagi dicobai dengan berat dalam pelbagai penderitaan, sukacita mereka meluap dan meskipun mereka sangat miskin, namun mereka kaya dalam kemurahan. (2Kor 8:2). Daya tahan yang dimiliki jemaat di Makedonia ini juga tercermin dalam kesiapsediaan mereka untuk memberi diri dalam karya-karya pelayanan kepada orang-orang kudus. Paulus bersaksi: “Jemaat Makedonia memberikan lebih banyak dari pada yang kami harapkan. Mereka memberikan diri mereka, pertama-tama kepada Allah, kemudian oleh karena kehendak Allah juga kepada kami”. (2Kor 8:5).

Paulus juga memberikan arahan untuk mencapai kesempurnaan hidup kepada jemaat di Korintus, dengan berkata: “Maka sekarang, sama seperti kamu kaya dalam segala sesuatu, dalam iman, dalam perkataan, dalam pengetahuan, dalam kesungguhan untuk membantu, dan dalam kasihmu terhadap kami, demikianlah juga hendaknya kamu kaya dalam pelayanan kasih ini. Aku mengatakan hal itu bukan sebagai perintah, melainkan, dengan menunjukkan usaha orang-orang lain untuk membantu, aku mau menguji keikhlasan kasih kamu. Karena kamu telah mengenal kasih karunia Tuhan kita Yesus Kristus, bahwa Ia, yang oleh karena kamu menjadi miskin, sekalipun Ia kaya, supaya kamu menjadi kaya oleh karena kemiskinan-Nya.” (2Kor 8:7-9). Di sini, Paulus mau menekankan bahwa kesempurnaan atau kekudusan hidup itu kita peroleh dengan memandang Yesus. Memandang Yesus tentu bukan hanya sekedar untuk mengagumi-Nya, terpesona kepada-Nya tetapi lebih dari itu mengikuti-Nya dari dekat, dan bersatu dalam kekudusan. Anda dan saya dipanggil untuk menjadi serupa dengan Yesus Kristus, Putera Allah. Dialah sumber segala kesempurnaan hidup kita.

PJSDB

Leave a Reply

Leave a Reply