Homili 25 Juni 2015

Hari Kamis, Pekan Biasa XII
Kej. 16:1-12,15-16
Mzm. 106:1-2,3-4a,4b-5
Mat. 7:21-29

Melakukan Kehendak Tuhan

Fr. JohnPada suatu hari saya diundang untuk merayakan misa syukur 30 tahun membiara dari seorang bruder.Ia memili tema perayaannya sesuai moto kaul pertamanya yakni: “Sungguh, Aku datang untuk melakukan kehendak-Mu” (Ibr 10:9). Setelah perayaan Ekaristi, bruder itu memberi kesaksian hidupnya dan menjelaskan alasan mengapa ia setia hingga tiga puluh tahun membiara. Ia mengatakan bahwa selama tiga puluh tahun ia melayani komunitasnya sebagai petani. Setelah novisiat, ia kursus bertani dan beternak. Dengan bekal kursus sederhana ini maka ia melayani komunitas di belakang layar. Para konfrater menikmati hidangan di meja makan karena pekerjaan yang dilakukan dengan cinta kasih yang besar oleh bruder dan rekan-rekannya. Menurutnya, pekerjaan yang dianggap kasar dan berat dilakukannya dengan setia dari saat ke saat karena Ia mengasihi Tuhan dan sesamanya. Ia masuk ke dalam biara untuk melakukan kehendak Tuhan Allah. Ini adalah kebahagiaan dan sukacitanya yang besar karena bisa melayani Tuhan dan sesamanya.

Pengalaman bruder ini sangat mulia. Banyak orang memiliki motivasi yang keliru untuk masuk ke dalam biara. Mereka mungkin hanya berpikir hal-hal yang enak saja dan melupakan aspek pengorbanan diri dari konfrater dan orang-orang yang bekerja untuk kepentingan pertumbuhan dan perkembangan biara. Pola hidup gampang, malas dalam bekerja dan melayani merupakan tanda-tanda yang bisa menghancurkan biara. Namun masih ada biarawan yang baik, siang dan malam bekerja keras untuk kebahagiaan sesama anggota biaranya. Orang harus berprinsip bahwa ia masuk biara untuk melakukan kehendak Tuhan bukan kehendak dirinya sendiri.

Daud pernah berdoa begini: “Aku suka melakukan kehendak-Mu, ya Allahku; TauratMu ada di dadaku.” (Mzm 40:9). Daud melakukan kehendak Tuhan dengan mengasihi Torah, mengasihi hukum-hukum dan perintah-perintah Tuhan. Tuhan Yesus di dalam Injil berkata: “Siapa pun yang melakukan kehendak Bapa-Ku di sorga, dialah saudara-Ku laki-laki, dialah saudara-Ku perempuan, dialah ibu-Ku. (Mat 12:50). Melakukan kehendak Bapa bagi Yesus merupakan makanan-Nya. Paulus menghimbau jemaat di Efesus untuk melakukan kehendak Allah (Ef 6:6).

Tuhan Yesus dalam Injil berkata: “Bukan setiap orang yang berseru kepada-Ku: Tuhan, Tuhan! akan masuk ke dalam Kerajaan Sorga, melainkan dia yang melakukan kehendak Bapa-Ku yang di sorga.” (Mat 7:21). Yesus mengenal para murid-Nya terutama bahwa banyak di antara mereka yang mengikuti-Nya, masih memiliki mentalitas hidup gampang. Mereka hanya berpikir bahwa mengikuti-Nya setiap hari, mendengar Sabda dan pengajaran-Nya itu sudah cukup. Ternyata masih kurang juga. Orang harus berani melakukan kehendak Bapa di Surga. Mentalitas ini masih ada di dalam Gereja. Banyak orang berpikir bahwa mereka sudah ke gereja untuk berubadah, menyeruhkan nama Tuhan, bernubuat demi nama-Nya, mengusir setan demi nama-Nya, mengadakan mukjizat demi nama Tuhan Allah. Yesus mengatakan dengan tegas bahwa Ia tidak mengenal orang seperti itu. Mengapa? Karena mereka tidak melakukan kehendak Tuhan di dalam hidup mereka.

Selanjutnya Yesus mengatakan bahwa orang yang mendengar perkataan-Nya dan melakukan-Nya itu sama dengan orang yang membangun rumah di atas batu. Ketika ada hujan dan banjir, rumah itu itu tetap kokoh. Hal ini tentu berbeda dengan orang yang malas dan yang tidak bijaksana. Mereka tidak mendengar dan melakukan sabda Yesus. Mereka itu ibarat orang yang membangun rumah di atas pasir sehingga ketika ada banjir, rumah itu langsung roboh.

Penginjil Matius mengakhiri kisah Yesus yang berkotbah di bukit dengan menghadirkan kesan-kesan dari para pendengar. Para pendengar merasa takjub ketika mendengar pengajaran-pengajaran-Nya. Ia mengajar dengan kuasa dan wibawa, berbeda dengan para ahli Taurat. Yesus menunjukkan diri-Nya sebagai pribadi yang taat pada kehendak Bapa. Cara hidup Yesus ini patut kita ikuti dengan baik. Hadir di gereja, berdoa, membuat mujizat dalam nama-Nya belum menjadi jaminan untuk keselamatan. Kita diingatkan untuk berani dan setia melakukan kehendak Allah.

Di dalam Kitab Kejadian, kita mendengar kisah lanjutan dari keluarga Abram. Hingga usia senja mereka belum mendapat keturunan. Untuk itu Sarai memohon kepada Abram untuk menghampiri budaknya dari Mesir bernama Hagar supaya bisa memberi Abram keturunan. Abram pun mengikuti niat Sarai sehingga terjadilah kehamilan Hagar. Ketika mengetahui bahwa dirinya hamil, Hagar memandang rendah Sarai sebagai istri yag sah. Sarai sangat menderita maka dia berbicara dengan Abram untuk mencari solusinya. Abram mengatakan bahwa Hagar berada di bawah kuasa Sarai maka ia boleh melakukan apa saja yang dikehendakinya. Hagar diusir dari rumah Sarai tetapi malaikat menyampaikannya supaya tetap ditindas oleh Sarai.

Masa depan Hagar adalah ia melahirkan Ismael artinya Tuhan telah mendengar tentang penindasan atasmu. Ciri khas Ismael adalah: “Seorang laki-laki yang lakunya seperti keledai liar, demikianlah nanti anak itu; tangannya akan melawan tiap-tiap orang dan tangan tiap-tiap orang akan melawan dia, dan di tempat kediamannya ia akan menentang semua saudaranya.” (Kej 16:12). Orang yang tertindas akan menunjukkan mentalitas seperti Ismail.

Kisah ini menunjukkan bahwa Sarai belum sepenuhnya mengikuti kehendak Tuhan sehingga melakukan tindakannya yang keliru. Ia menyuruh Abram untuk menghampiri Hagar. Ini adalah sisi kelemahan manusiawi karena Sarai mau memiliki keturunan. Namun Tuhan melihat hati mereka. Tuhan yang memiliki kuasa untuk mengubah arah hidup orang untuk menjadi lebih baik. Tuhan yang akan memulihkan Sarai dan Abram dengan hadirnya Ishak. Ini adalah berkat Tuhan bagi orang yang taat kepada-Nya.

Saya mengakhiri homili ini dengan mengutip doa Daud dalam Mazmur: “Tuhan, ajarilah Aku melakukan kehendak-Mu, sebab Engkaulah Allahku! Kiranya Roh-Mu yang baik itu menuntun aku di tanah yang rata!” (Mzm 143:10).

PJSDB

Leave a Reply

Leave a Reply