Homili 21 Agustus 2015

Hari Jumat, Pekan Biasa XX
Rut. 1:1,3-6,14b-16,22
Mzm. 146:5-6,7,8-9a,9bc-10
Mat. 22:34-40

Peliharalah Kasih Persaudaraan!

Fr. JohnPada suatu hari saya mengunjungi seorang sahabat di komunitasnya. Sambil menunggu di parlour, saya menggunakan kesempatan untuk melihat lukisan-lukisan dalam bingkai-bingkai yang dipajang di tembok. Ada sebuah lukisan berupa kumpulan orang-orang yang menggambarkan bahwa mereka berasal dari suku dan ras yang berbeda-beda sedang berdoa bersama. Pada bagian bawah gambar itu terdapat sebuah kutipan Kitab Suci berbunyi: “Peliharalah Kasih Persaudaraan” (Ibr 13:1). Saya kembali ke komunitas dengan sukacita karena merasa disapa dan dikuatkan oleh Tuhan melalui Sabda, juga lukisan di dalam bingkai tersebut. Komunitas Salesian Don Bosco (SDB) Tigaraksa terdiri dari lima konfrater yang berasal dari daerah yang berbeda yakni Timor Leste, Lembata, Purworejo, Jakarta dan Lampung. Kami berusaha untuk mewujudkan persaudaraan sejati hari demi hari. Sebagai komunitas religius, kami berdoa secara pribadi dan bersama-sama di dalam komunitas. Kami berusaha untuk setia dalam pelayanan bersama. Ini menunjukkan cinta kasih kami kepada Tuhan dan sesama manusia.

Bacaan Kitab Suci pada hari ini mengajak kita untuk merenung lebih dalam dan berusaha melakukan perbuatan kasih kepada Tuhan dan sesama. Di dalam bacaan Injil, dikisahkan bahwa ada orang-orang Farisi yang datang kepada Yesus karena mendengar bahwa Yesus barusan membungkam kaum Saduki yang tidak percaya akan kebangkitan badan. Di antara mereka ada seorang ahli Taurat yang bertanya kepada Yesus tentang hukum yang terutama dalam hukum Taurat. Orang yang bertanya hendak mencobai Yesus adalah seorang ahli Taurat. Ia pasti mengetahui apa yang sedang ia tanyakan kepada Yesus. Herannya, mengapa ia mesti bertanya lagi kepada Yesus.

Apa reaksi Yesus terhadap pertanyaan ahli Taurat ini? Tuhan Yesus tidak mengambil teori baru untuk menjawab pertanyaannya. Ia mengajaknya untuk kembali ke Kitab Taurat Musa. Ia mengutip ayat-ayat tertentu untuk menjawab pertanyaan ahli Taurat ini. Yesus mula-mula mengutip ayat ini: “Kasihilah Tuhan, Allahmu, dengan segenap hatimu dan dengan segenap jiwamu dan dengan segenap akal budimu.” (Ul 6:5). Bagi Yesus ini adalah hukum yang pertama. Hukum kedua, Yesus mengutip: “Kasihilah sesamamu manusia seperti dirimu sendiri.” (Im 19:18). Yesus lalu menyimpulkan: “Pada kedua hukum inilah tergantung seluruh hukum Taurat dan kitab para nabi.” (Mat 22:40).

Perkataan Yesus ini mengajak kita untuk bertanya di dalam diri kita masing-masing, apakah kita sudah menyadari dan melakukan perintah kasih ini? Yesus memberikan perintah baru yakni perintah kasih. Kasih kepada Tuhan sebagai Pencipta dan kasih kepada sesama sebagai bagian dari hidup kita. Kasih kepada Tuhan bisa kita wujudkan dengan melakukan perintah-perintah-Nya, berdoa sebagai tanda sembah sujud kita kepada-Nya. Kasih kepada sesama ditunjukkan dalam pelayanan kasih kepada mereka. Mengasihi tanpa membuat perhitungan apa pun, baik kepada Tuhan mau pun kepada sesama.

Kasih adalah segalanya karena Allah sendiri adalah Kasih. Oleh karena itu, hendaklah kita bertumbuh dalam kasih persaudaraan. St. Paulus dengan tepat berkata: “Sekalipun aku dapat berkata-kata dengan semua bahasa manusia dan bahasa malaikat, tetapi jika aku tidak mempunyai kasih, aku sama dengan gong yang berkumandang dan canang yang gemerincing.” (1Kor 13:1). St. Yohanes menambahkan: “Anak-anakku, marilah kita mengasihi bukan dengan perkataan atau dengan lidah, tetapi dengan perbuatan dan dalam kebenaran.” (1Yoh 3:18).

Di dalam Bacaan Pertama, kita mendengar kisah tentang keluarga Elimelekh. Ketika itu terjadi kelaparan di Israel maka Elimelekh beserta Naomi istrinya dan kedua anaknya yaitu Mahlon dan Kilyon berpindah ke Moab. Ketika berada di Moab, Elimelekh, meninggal dunia maka Naomi tinggal bersama kedua anaknya. Kedua anak itu lalu mengambil wanita Moab yaitu Orpa dan Rut. Setelah itu Mahlon dan Kilyon juga meninggal dunia sehingga Naomi benar-benar kehilangan suami dan kedua anak laki-lakinya. Kita bisa membayangkan bagaimana suasana hidup dari Naomi. Ia kehilangan orang-orang yang dikasihinya. Setelah suasana di Israel berubah menjadi lebih baik maka Naomi dan kedua menantunya yaitu Orpa dan Rut berkemas untuk meninggalkan tanah Moab.

Namun demikian, Orpa selaku istri Mahlon mencium Naomi dan meminta diri untuk kembali ke rumah orang tuanya. Rut selaku istri Kilyon tetap mau tinggal bersama Naomi mertuanya. Padahal Naomi sendiri menyuruhnya untuk kembali kepada orang tuanya tetapi Rut menjawab: “Janganlah desak aku meninggalkan engkau dan pulang dengan tidak mengikuti engkau; sebab ke mana engkau pergi, ke situ jugalah aku pergi, dan di mana engkau bermalam, di situ jugalah aku bermalam: bangsamulah bangsaku dan Allahmulah Allahku.” (Rut 1:16). Maka Rut setia mengikuti Naomi untuk kembali ke Bethlehem.

Kisah Naomi dan menantunya Rut menunjukkan bagaimana kasih itu memiliki kekuatan untuk menjadikan mereka bersaudara. Rut menikah dengan Kilyan dan bersatu dengan keluarga besar Kilyan sampai tuntas. Jadi kasih itu tidak hanya bertahan pada saat suasana senang saja, tetapi juga pada saat ada kesulitan mengganggu kehidupan mereka. Cinta kasih itu meneguhkan orang yang sedih dan menyatukan orang yang bahagia dalam Tuhan. Rut telah menunjukkan kesetiaannya kepada suami dan keluarga besarnya dalam suka mau pun duka.

Rut memberikan inspirasi kepada seluruh keluarga, pasangan suami dan istri yang sudah berjanji untuk saling mengasihi dalam untung dan malang, di waktu sehat dan sakit supaya tetap setia sampai tuntas. Banyak pasangan hanya mau bersatu di saat senang dan bahagia saja, ketika ada kesulitan di dalam berkeluarga maka cinta kasih pasangan itu menjadi hambar dan relasi kasih mereka nyaris bubar. Hari ini kita berdoa supaya cinta kasih itu menguasai seluruh keluarga manusia. Semoga mereka dapat memelihara kasih persaudaraan.

PJSDB

Leave a Reply

Leave a Reply