Homili 2 September 2015 (Dari Bacaan Pertama)

Hari Rabu, Pekan Biasa XXII
Kol 1:2-8
Mzm. 52:10,11
Luk. 4:38-44.

Selalu mengucap syukur

Fr. JohnSaudari dan saudara terkasih, pada pagi hari ini ada seorang sahabat menulis pesan singkat kepadaku: “Selamat pagi Romo John. Apakah anda sudah mengucap syukur kepada Tuhan?” Saya tersenyum dan mengatakan dalam hatiku: “Terima kasih Tuhan, terima kasih sahabat karena sudah mengingatkanku untuk selalu bersyukur.” Saya menceritakan kepadanya bahwa saya memulai hari baru ini dengan merayakan Ekaristi di komunitas, mengikuti ibadat pagi dan melakukan meditasi harianku di komunitas. Ini adalah tanda syukur saya kepada Tuhan di hari yang baru ini. Nah, saya juga mau bertanya kepada anda: “Apakah anda juga sudah bersyukur kepada Tuhan di hari yang baru ini?” Saya yakin bahwa banyak di antara kita sudah mengucap syukur kepada Tuhan dengan menaikkan doa dan persembahan pagi, masuk dalam saat teduh dan mempersembahkan semua kegiatan yang akan dilakukan sepanjang hari ini. Ada juga yang mungkin belum mengucap syukur kepada Tuhan. Ayo, bersyukurlah kepada Tuhan saat ini juga, jangan lalai atau sengaja melalaikannya!

Pada hari ini St. Paulus hadir dan menginspirasikan kita untuk selalu bersyukur kepada Tuhan. Mula-mula ia memperkenalkan dirinya kepada jemaat di Kolose sebagai rasul Kristus Yesus. Menjadi rasul adalah kehendak Allah bukan kehendaknya sendiri. Ia bersyukur karena Timotius sebagai rekan kerjanya yang selalu siap untuk melayani jemaat di Kolose yang percaya kepada Kristus dan hendak menjadi kudus. Ia berharap supaya kasih karunia dan damai sejahtera dari Allah, Bapa selalu menyertai mereka. Selanjutnya ia bersama Timotius selalu mengucap syukur kepada Allah, Bapa Tuhan Yesus Kristus, setiap kali mereka berdoa bagi jemaat.

Mengapa Paulus dan Timotius bersyukur kepada Tuhan? Mereka bersyukur karena pelayanan mereka di tengah-tengah jemaat tidaklah sia-sia. Dampak pelayanan mereka adalah iman harapan dan kasih mereka kepada Yesus Kristus yang ditanamkan di dalam hati mereka bertumbuh. Iman adalah anugerah cuma-cuma dari Tuhan yang dianugerakan secara pribadi kepada setiap orang. Imam itu memampukan manusia untuk percaya kepada Tuhan sang pencipta. Kasih merupakan sebuah anugerah cuma-cuma dari Tuhan. Dia adalah kasih maka manusia harus menyerupai-Nya sebagai kasih. Harapan adalah anugerah yang diberikan Tuhan supaya hidup setiap orang terarah hanya kepada Tuhan. Manusia terarah untuk hidup bersama-Nya di dalam Surga. Paulus berkata: “Tentang pengharapan itu telah lebih dahulu kamu dengar dalam firman kebenaran, yaitu Injil, yang sudah sampai kepada kamu. Injil itu berbuah dan berkembang di seluruh dunia, demikian juga di antara kamu sejak waktu kamu mendengarnya dan mengenal kasih karunia Allah dengan sebenarnya.” (Kol 1:5-6).

Kebajikan-kebajikan teologal atau atau kebajikan ilahi memampukan kita untuk bersatu dengan Tuhan. Hidup kristiani bermakna karena kita memiliki iman, harapan dan kasih kepada Tuhan. Ketiga kebajikan ilahi ini adalah gambar diri Allah sendiri, yang kita imani dan ikuti. Karena iman kepada Tuhan Yesus maka banyak orang berdatangan untuk merasakan kasih dan pengampunan juga penyembuhan dari Tuhan.

Di dalam bacaan Injil, kita berjumpa dengan Yesus yang selalu siap sedia melayani manusia dan menyembuhkan sakit penyakit dan kelemahannya. Ia selalu berada di sisi manusia untuk menolong dengan cara-Nya sendiri: mengusir demam, melenyapkan segala penyakit yang menguasai manusia dan mengusir setan-setan. Yesus melakukan semuanya ini karena Ia merasa sebagai bagian dari karya Allah Bapa yang harus dituntaskan-Nya. Ia sendiri berkata: “Juga di kota-kota lain Aku harus memberitakan Injil Kerajaan Allah sebab untuk itulah Aku diutus.” (Luk 4:43). Karena itu Ia dengan tekun memberitakan Injil dalam rumah-rumah ibadat di Yudea.

Yesus juga menunjukkan teladan bersyukur-Nya dengan mencari tempat yang sunyi untuk berdoa dan mengucap syukur kepada Bapa. Segala sesuatu dilakukan bukan atas nama-Nya sendiri tetapi atas nama Bapa di Surga. Tuhan Yesus mengajar kita bahwa doa adalah syukur yang sangat bernilai. Ia tidak puas dan berhenti setelah bersabda dan berkarya tetapi menyatakan syukur-Nya kepada Bapa. Apakah kita juga menggunakan kesempatan berdoa, berekaristi sebagai kesempatan untuk bersyukur?

PJSDB

Leave a Reply

Leave a Reply