Homili 24 September 2015

Hari Kamis, Pekan Biasa ke-XXV
Hag 1:1-8
Mzm 149: 1-6a.9b
Luk 9:7-9

Tuhan berkenan akan umat-Nya

imageAda sebuah daerah yang mengalami kemarau panjang. Semua orang yang menghuni daerah itu mulai merasa gelisa karena sudah ada orang yang mengalami kelaparan, kekurangan air bersih, dan mengalami berbagai wabah penyakit. Inisiatif untuk menolong masyarakat di daerah ini berdatangan. Pemerintah melalui dinas sosial siap mengantar bala bantuan berupa bahan-bahan sembako dan air minum serta pakaian layak pakai. Gereja juga mengumpulkan bantuannya melalui PSE paroki. Salah seorang romo yang melayani di sebuah Paroki, mengumpulkan bantuan dan sebelum mengirim bantuan itu, ia mengundang umat untuk merayakan ekaristi bersama. Dalam perayaan Ekaristi itu, ia memberi peneguhan kepada umat supaya mereka tetap sabar dan jangan selalu mengeluh kepada Tuhan. Menurut Romo itu, setiap kali kita mengalami musibah tertentu, kita mudah mengeluh dan marah kepada Tuhan. Di saat seperti itu, kita benar-benar lupa akan kasih setia Tuhan. Kita tidak setia kepada Tuhan tetapi ia sendiri tetap setia dan tidak pernah lupa dengan kita. Tuhan selalu berkenan kepada umat-Nya.

Daud seluruh kerajaannya pernah merasakan kehampaan di hadirat Tuhan. Ia pernah mengeluh kepada Tuhan karena berbagai pengalaman pribadinya yang berat. Namun seiring dengan waktu ia juga menyadari bahwa Tuhan tetap berkenan kepadanya. Oleh karena itu sikap batin yang harus dibangun adalah selalu bersyukur dalam doa. Ia berdoa: “Nyanyikanlah bagi Tuhan lagu yang baru! Pujilah Dia dalam jemaah orang-orang saleh! Biarlah Israel bersukacita atas Penciptanya, biarlah Sion bersorak-sorak atas raja mereka! Biarlah mereka memuji-muji nama-Nya dengan tarian, biarlah mereka bermazmur kepada-Nya dengan rebana dan kecapi! Sebab Tuhan berkenan kepada umat-Nya, Ia memahkotai orang-orang yang rendah hati dengan keselamatan.” (Mzm 149: 1-4).

Umat Israel pernah mengalami perbudakan di Babel. Mereka juga pernah berpikir bahwa Tuhan tidak lagi memihak mereka. Mereka duduk dan mengenang kembali masa lalu di mana Tuhan sangat mengasihi nenek moyang mereka. Kini mereka juga mau merasakan masa penuh kebahagiaan itu. Tuhan lalu menggerakkan hati raja-raja Persia seperti Koresh, Darius dan Artahsasta untuk membebaskan mereka dari perbudakan di Babel. Dan benar, Tuhan melakukan segala sesuatu sesuai dengan janji dan kehendak-Nya. Ia membebaskan umat-Nya di mana mereka semua boleh memilih untuk kembali ke Yerusalem. Tugas pertama yang harus lakukan adalah membangun rumah Tuhan karena rumah ini bisa mempersatukan seluruh umat Israel. Namun bangsa ini masih merasa belum saatnya untuk membangun rumah bagi Tuhan.

Pada masa pemerintahan raja Darius, Tuhan menyampaikan pesannya melalui Hagai kepada Zerubabel bin Sealtiel (Bupati Yehuda) dan Yosua bin Yozadak (Imam Agung) bahwa bangsa Israel merasa belum saatnya untuk membangun rumah bagi Tuhan di atas reruntuhan rumah Tuhan sebelumnya. Oleh karena pikiran hati banyak orang Israel seperti ini maka Tuhan berkata melalui Hagai: “Apakah sudah tiba waktunya bagi kalian untuk mendiami rumah-rumahmu yang dipapani dengan baik, sedang rumah Tuhan tetap menjadi reruntuhan?” Tuhan melihat bagaimana umat Israel sangat dangkal imannya sehingga ia menegur mereka dengan keras. Pada akhirnya umat Israel naik ke atas gunung, membawa kayu dan membangun rumah Tuhan. Di rumah Tuhan itulah “shekinah” tempat ia bersemayam. Ia juga berkenan dan menerimanya dan juga menyatakan kemuliaan-Nya di sana. Tuhan selalu berkenan kepada umat-Nya kalau umat-Nya juga terbuka kepada-Nya. Ada keinginan hati untuk terus mencari Tuhan dalam hidupnya.

Tuhan mengharapkan supaya umat-Nya membangun rumah hunian bagi Tuhan. Ini adalah kehendak Tuhan dan umat Israel mentaatinya. Tuhan menghendaki supaya rumah-Nya dibangun berarti kita harus berusaha untuk menguduskan rumah Tuhan. Tuhan yang mahakudus menghuninyamaka tempat itu kudus adanya. Sekarang mari kita membuka mata kita terhadap rumah ibadat kita. Setiap hari Minggu kita pergi Gereja untuk beribadat. Apakah kita pernah sadar bahwa kita sedang pergi ke rumah Tuhan? Kalau pergi ke rumah Tuhan untuk mendengar Sabda dan menerima komuni kudus, mengapa banyak orang masih terlambat datang ke Gereja? Mengapa banyak orang yang berpakaian “tidak layak” dan “tidak pas” untuk beribadah kepada Tuhan? Saudara-saudara Muslim kalau pergi ke Mesjid mengenakan pakaian yang layak untuk masuk ke dalam Mesjid. Saudara-saudari dari Gereja Kristen selalu mengenakan busana yang rapi untuk perjamuan. Hanya orang-orang katolik tertentu belum sadar sehingga mengenakan busana yang tidak pas untuk masuk ke dalam Gereja. Kita menguduskan rumah Tuhan mulai dari dalam hati kita dan dalam tampilan lahiria kita. Ada umat yang berdalil bahwa pakaian hanya tampilan luar saja, yang penting hatinya. Ada juga yang bisa berkata, kalau pakaian lahiria adalah cerminan pakaian batiniah.

Dalam bacaan Injil, kita mendengar bagaimana Herodes gelisah karena nama Yesus makin dikenal dan dikagumi. Ia adalah orang kafir yang merasakan kegelisaan karena nama Yesus. Namun ia berpikir bahwa Yesus adalah Yohanes Pembaptis yang sudah dipenggal kepalanya. Poin kita di sini adalah bagaimana nama Yesus memiliki kekuatan untuk mengubah hati banyak orang termasuk Herodes yang kafir. Herodes saja gelisah karena nama Yesus, mengapa kita yang mengaku diri sebagai orang beriman tetapi jarang bahkan belum pernah menggebu-gebu mencari Tuhan Yesus. Dia selalu berkenan kepada kita sebagai umat-Nya tetapi kita sendiri belum berkenan kepada-Nya. Mari kita bertobat dan kembali kepada-Nya.

PJSDB

Leave a Reply

Leave a Reply