Homili hari Minggu Biasa XXIX/B – 2015

Hari Minggu Biasa XXIX/B
Hari Minggu Evangelisasi
Yes. 53:10-11
Mzm. 33:4-5,18-19,20,22
Ibr. 4:14-16
Mrk. 10:35-45

BMSY: Belajar Melayani Seperti Yesus

imagePada hari ini Gereja Katolik merayakan Hari Minggu Misi sedunia yang ke-89 bertepatan dengan Hari Minggu Biasa XXIX/B. Bapa Suci, Paus Fransiskus mengatakan bahwa Hari Minggu Misi sedunia tahun ini bertepatan dengan tahun Hidup Bakti. Sambil merayakan hari Minggu Misi, kita semua menyadari bahwa setiap orang yang dibaptis juga dipanggil untuk bersaksi tentang Tuhan Yesus, dengan mewartakan iman yang diterima sebagai sebuah anugerah. Khusus untuk setiap anggota Tarekat Hidup Bakti, mereka harus merasakan pentingnya sebuah misi atau perutusan dalam hidupnya secara pribadi maupun secara komunitas. Menurut Paus Fransiskus, mereka yang mengikuti Kristus dari dekat tidak pernah berhenti menjadi misionaris karena mengerti bahwa “Yesus berjalan bersamanya, berbicara kepadanya, bernafas bersamanya. Mereka merasakan Yesus hidup bersamanya di tengah-tengah gerak misioner” (EG 266). Paus Fransiskus juga mengingatkan seluruh Gereja bahwa mereka yang menjadi sasaran perutusan dalam mewartakan Injil adalah yang miskin, yang kecil dan menderita, mereka yang sering dipandang rendah atau diabaikan, mereka yang tidak dapat membalas kita (Luk 14:13-14). Paus juga sangat menghargai para misionaris yang bekerja dan melayani Tuhan dengan sepenuh hati.

Bacaan-bacaan Kitab Suci pada Hari Minggu ini menggerakan hati kita semua untuk belajar melayani seperti Tuhan Yesus sendiri, pelayan tulen. Dialah misionaris agung yang oleh St. Lukas, “Allah mengurapi Dia dengan Roh Kudus dan kuat kuasa, Dia, yang berjalan dan berkeliling sambil berbuat baik dan menyembuhkan semua orang yang dikuasai iblis, sebab Allah menyertai Dia.” (Kis. 10:38). Yesus sendiri mengatakan, “Juga di kota-kota lain Aku harus memberitakan Injil Kerajaan Allah sebab untuk itulah Aku Aku diutus.” (Luk 4:43). Ia bahkan menerjang tapal batas untuk menghadirkan Kerajaan Allah dengan Khabar Sukacita, misalnya di daerah Tirus dan Sidon (Mat 15:21).

Misionaris sejati harus memiliki karakter Yesus bukan karakter manusia biasa. Figur-figur yang ditonjolkan di dalam bacaan Injil ternyata berlawanan dengan cara hidup Yesus. Dua bersaudara yakni Yakobus dan Yohanes datang kepada Yesus untuk meminta tempat istimewa di samping kanan dan kiri Yesus. Yakobus dan Yohanes mewakili setiap pribadi yang memiliki ambisi untuk menjari kekuasaan dan popularitas. Yesus mengetahui kehidupan pribadi para rasul-Nya, bahwa mereka akan mengalami kemartiran seperti Yesus sendiri. Artinya mereka sebagai rasul, atau misionaris masa depan akan mengalami pengalaman menyakitkan seperti Yesus sendiri rasakan. Misalnya pengalaman merasakan penolakan dari orang lain, dianiaya sampai mati sebagai martir.

Tentu saja ke sepuluh murid yang lain bereaksi keras terhadap Yakobus dan Yohanes karena mereka seolah-olah memiliki hidden agenda yakni mencari kuasa dan popularitas. Yesus menenangkan suasana komunitas-Nya dengan pengajaran yang sangat luhur yang bisa mentransformasi kehidupan mereka. Ia tidak marah seperti kesepuluh murid-Nya untuk melawan Yakobus dan Yohanes. Ia memberi warna yang berbeda dengan para penguasa dunia. Ia mengajak mereka untuk mengikuti contoh hidup-Nya. Inilah perkataan-Nya yang sifatnya transformatif bagi semua murid-Nya: “Barangsiapa ingin menjadi besar di antara kamu, hendaklah ia menjadi pelayanmu, dan barangsiapa ingin menjadi yang terkemuka di antara kamu, hendaklah ia menjadi hamba untuk semuanya. Karena Anak Manusia juga datang bukan untuk dilayani, melainkan untuk melayani dan untuk memberikan nyawa-Nya menjadi tebusan bagi banyak orang.” (Mrk 10:43-45).

Apa yang mau dikatakan Yesus di sini tentang jiwa seorang misionaris? Seorang misionaris adalah pelayan dan hamba. Jika seorang ingin menjadi besar, memiliki kuasa tertentu karena mendapat mandat, maka ia harus menjadi pelayan untuk semua. Kuasa dan popularitas tidak laku di dalam hidup Yesus. Jika seorang ingin menjadi yang terkemuka maka hendaknya ia menjadi hamba atau abdi bagi semua orang. Tentu saja perkataan Yesus ini tidak memiliki dampak kalau tidak dilakukan sendiri oleh Yesus. Yesus datang bukan untuk dilayani melainkan untuk melayani, Dia bahkan menambahkan: “dan untuk memberikan nyawa-Nya sebagai tebusan bagi banyak orang” (Mrk 10:45). Semangat rela berkorban ini harus dimiliki oleh kita sebagai murid Yesus yang menjadi misionaris saat ini di dalam Gereja.

Nabi Yesaya di dalam bacaan pertama, mengungkapkan tentang rahasia pelayanan seorang hamba. Dalam himne keempat tentang Hamba Tuhan, Yesaya mengatakan bahwa Hamba Tuhan itu memiliki martabat yang luhur, mengemban tugas perutusan mulia dan mengalami penderitaan yang berat. Tuhan sendiri berkata: “Hamba-Ku itu, sebagai orang yang benar, akan membenarkan banyak orang oleh hikmat-Nya dan kejahatan mereka dia pikul” (Yes 53:11). Pelayanan luhur dari seorang misionaris adalah menjadi orang benar di hadirat Tuhan dan dengan status sebagai orang benar, ia juga akan membenarkan banyak orang, bahkan memiliki semangat rela berkorban bagi sesama. Hamba yang menderita adalah Yesus sendiri. Ia menderita dan mati demi keselamatan manusia.

Yesus Kristus adalah Imam Agung sejati. Dia adalah imam Agung yang melebihi segalanya. Ia tidak menganggap kedudukan sebagai Imam Agung sejati yang harus dipertahankan, Ia justru rendah hati dan siap menderita demi keselamatan manusia. Tugas kita sebagai misionaris masa kini adalah mendekatkan diri kepada-Nya. Dengan akrab dan bersahabat dengan Yesus maka kita akan belajar untuk melayani seperti Yesus sendiri. Mari kita berusaha untuk hidup sesuai dengan kehendak Tuhan, menjadi misionaris sejati yang membawa kasih Allah bagi sesama. Mari belajar melayani seperti Yesus (BMSY).

PJSDB

Leave a Reply

Leave a Reply