Homili Hari Raya SP. Maria diangkat ke Surga – 2016

Hari Raya SP Maria diangkat ke Surga
Why 11:19a;12:1.3-6a.10ab
Mzm 45:10-12.16
1Kor 15:20-26
Luk 1:39-56

Merenungkan Kemuliaan Bunda Maria

ImaculataPada hari ini kita merayakan Hari Raya Bunda Maria diangkat ke Surga. Setiap tahun kita merayakannya dengan meriah sambil mengarahkan pikiran dan hati kita kepadanya sebagai Ibu Yesus Kristus dan ibu kita semua yang sedang mengikuti Yesus Putranya. Kita semua yang merayakan Hari Raya ini perlu memiliki harapan untuk mengikuti teladan kekudusannya. Dengan demikian kita boleh terbuka terhadap rahmat Tuhan dan siap untuk bersatu dengan-Nya. Paus Pius XII memaklumkan Dogma ini dalam Munificentissimus Deus, tertanggal 1 November 1950 bahwa: “Bunda Allah yang Tak Bernoda Dosa, Maria tetap perawan selamanya, sesudah menyelesaikan perjalanan hidupnya di dunia, diangkat memasuki kemuliaan di surga beserta badan dan jiwanya.” Pemakluman Dogma atau ajaran iman oleh Paus Pius ke-XII ini dipertegas lagi oleh para Bapa Konsili Vatikan II, seperti ini: “Akhirnya Perawan tak bernoda, yang tidak pernah terkena oleh segala cemar dosa asal, sesudah menyelesaikan perjalanan hidupnya di dunia, telah diangkat melalui kemuliaan di surga beserta badan dan jiwanya. Ia telah ditinggikan Tuhan sebagai ratu alam semesta, supaya secara lebih penuh menyerupai Putranya, Tuan di atas segalah tuan, yang telah mengalahkan dosa dan maut” (Lumen Gentium, 59).

Dogma Bunda Maria diangkat ke surga dan penegasan kembali para Bapa Konsili membantu kita semua untuk menghormati Bunda Maria sebagai seorang kudus yang menginspirasikan jalan kekudusan bagi kita dengan teladan hidupnya sendiri. Bunda Maria adalah pribadi yang terbuka kepada Tuhan dan kehendak-Nya. Ia mengimani Tuhan Allah dan percaya kepada-Nya. Ia mendengar Sabda, merenungkan, dan membawa Sabda (Yesus), dan melakukan sepanjang hidupnya. Ia menyimpan semua perkara di dalam hatinya. Ia bahkan setia dalam kasih sampai tuntas, hanya bagi Tuhan sehingga layaklah ia diangkat ke surga dengan jiwa dan badannya. Kita sebagai orang beriman memiliki harapan yang sama untuk setia dan kepada Tuhan dalam iman, harapan dan kasih seperti Bunda Maria. Dengan demikian, kelak kita juga boleh menikmati kehidupan kekal bersama Tuhan dan para kudus-Nya.

Saya mengingat St. Athanasius dari Alexandria. Orang kudus ini pernah memuji-muji keagungan Bunda Maria dengan berkata: “Perawan yang mulia, engkau sungguh lebih besar dari pada kebesaran apa pun. Jika aku berkata bahwa malaikat dan malaikat agung adalah besar, namun engkau lebih besar dari mereka, karena mereka melayani Dia yang berdiam di dalam rahimmu dengan gemetar, dan mereka tidak berani berbicara dalam kehadiran-Nya, sementara engkau berbicara dengan bebas kepada-Nya”. Saya sepakat dengan St. Athanasius ini. Bunda Maria mendapat tempat istimewa karena jasa Yesus Kristus Putranya. Para malaikat menyembah Yesus anak Maria.

Apa kata Sabda Tuhan pada hari istimewa ini?

Kitab Wahyu yang kita dengar dalam bacaan pertama menggambarkan sosok seorang wanita istimewa. Ia digambarkan berselubungkan matahari dengan bulan di bawah kakinya dan sebuah mahkota dari dua belas bintang di atas kepalanya. Wanita istimewa ini sedang mengandung dan nantinya melahirkan seorang Anak laki-laki yang akan menggembalakan semua bangsa dengan gada besi. Anak itu dibawa lari ke hadapan Allah yang sedang bertakhta, sedang ibunya pergi ke padang gurun, ke tempat khusus yang disediakan Tuhan baginya. Yohanes dalam visinya ini melihat situasi penderitaan dan chaos di dunia. Namun pada akhirnya semuanya menjadi teratur setelah anak yang dilahirkan wanita itu bersama Allah. Yohanes lalu mendengar suara nyaring dari surga: “Sekarang telah tiba keselamatan, kuasa dan pemerintahan Allah kita! Sekarang telah tiba kekuasaan Dia yang diurapi Allah!” (why 12:10a).

Penglihatan Yohanes dalam Kitab Wahyu ini mau menegaskan bahwa wanita yang berselubungkan matahari, bulan di bawah kakinya, memiliki mahkota yang indah di atas kepalanya dan melahirkan seorang anak yang berkuasa merupakan prototipe Bunda Maria. Sejalan dengan visi Yohanes dalam Kitab Wahyu ini, Bunda Maria telah melahirkan Yesus Kristus bagi kita semua dan telah pergi ke tempat yang disediakan Tuhan Allah, tentu bukan di padang gurun melainkan di surga abadi. Tempat khusus bagi Bunda Maria memiliki daya tarik tersendiri bagi kita semua yang percaya kepada Yesus Putranya. Kita semua mau masuk surga!

St. Paulus dalam bacaan kedua membantu kita untuk memahami Bunda Maria diangkat ke surga dalam konteks kebangkitan Yesus Kristus, Anaknya. St. Paulus mengatakan bahwa Kristus telah dibangkitkan dari antara orang mati sebagai yang sulung dari orang-orang yang sudah meninggal. Kristus yang satu dan sama merupakan buah sulung telah bangkit dari kematian, dan kita semua sebagai orang beriman adalah milik Kristus dan ikut dibangkitkan bersama-Nya. Ini berarti kebangkitan Kristus memiliki dampak bagi Bunda Maria sebagai pengikut Kristus nomor satu lalu kita menyusul di belakang Bunda Maria. Hanya Tuhan Yesus yang memiliki kuasa untuk mengalahkan dan meniadakan maut. Apakah kita menyadari dan memahami makna kebangkitan badan dan kehidupan kekal?

Penginjil Lukas menggambarkan kepada kita keindahan panggilan Bunda Maria dalam Magnificatnya. Ia mendapat panggilan dan pilihan Tuhan untuk melayani sampai tuntas. Misalnya dalam keadaan hamil muda, ia merelakan waktunya untuk melayani Elisabeth saudaranya sampai Elisabeth melahirkan Yohanes Pembaptis. Semangat dalam melayani Tuhan dan sesama menjiwai Magnificatnya. Sebab itu ia mengatakan bahwa jiwanya memuliakan Tuhan dan hatinya bersukacita karena Tuhan adalah keselamatan. Tuhan senantiasa memperhatikan Bunda Maria sebagai hamba Tuhan. Segala keturunan menyapa Maria sebagai yang berbahagia karena Allah Yang Mahakudus melakukan perbuatan besar di dalam diri Maria yakni keterpilihan untuk menjadi Ibu Yesus Penebus kita. Magnificat sungguh-sungguh menggambarkan kemuliaan Maria sebagai anak pilihan Tuhan.

Saya mengakhiri homili ini dengan mengutip Paus Emeritus, Benediktus ke-XVI tentang Bunda Maria. Ia berkata: “Mary’s greatness consists in the fact that she wants to magnify God not herself” (Kemuliaan Maria terletak di dalam fakta bahwa Ia ingin memuliakan Allah, bukan dirinya). Maria memuliakan Allah. Mari kita juga berusaha untuk menyerupai Bunda Maria, mememuliakan Allah selama-lamanya.

PJSDB

Leave a Reply

Leave a Reply