Homili 24 Februari 2017

Hari Jumat, Pekan Biasa ke-VII
Sir 6:5-17
Mzm 119:12.16.18.27.34.35
Mrk 10:1-12

Sahabat yang setia tiada ternilai

Kita sebagai manusia dikenal sebagai makhluk sosial. Secara alamiah kita senantiasa terbuka kepada semua orang, dan memiliki kecenderungan untuk membangun relasi tertentu dengan mereka. Relasi itu memiliki nomenclature tertentu seperti kawan, teman dan sahabat. Ketiga bentuk relasi sosial ini memiliki makna yang berbeda-beda. Misalnya, kawan adalah seseorang yang kita kenal dalam hidup ini namun relasi kita tidaklah akrab. Teman adalah seorang pribadi yang kita kenal dengan akrab, namun kita tidak dapat saling berbagi disaat susah dan senang. Sahabat adalah seorang pribadi yang kita kenal akrab sehingga kita dapat saling berbagi dengannya disaat susah atau senang. Nah dari pemahaman sederhana ini kita dapat melihat perbedaan-perbedaan tertentu dalam relasi sosial kita. Maka dari dapatlah dikatakan bahwa tidak semua kawan dan teman adalah sahabat kita. Kawan dapat menjadi lawan kita. Teman dapat melupakan kita saat sedang mengalami kesulitan. Hanya sahabat sejati yang dapat berempati dalam segala situasi hidup kita. Sahabat sejati tidak pernah akan tertawa di atas penderitaan kita.

Tuhan Yesus dalam malam perjamuan terakhir menyapa para murid-Nya sebagai sahabat. Ia berkata: “Kamu adalah sahabat-Ku jikalau kamu berbuat apa yang Kuperintahkan kepadamu” (Yoh 15:14). Yesus tidak menyapa murid-murid-Nya sebagai hamba sebab hamba tidak mengetahui apa yang dibuat oleh tuannya, tetapi Yesus menyapa mereka sahabat karena Ia sendiri sudah memberitahukan kepada mereka segala sesuatu yang telah didengar-Nya dari Bapa di surga (Yoh 15:15). Di bagian lain dalam Injil, Tuhan Yesus menyebut para murid-Nya sebagai sahabat-sahabat mempelai. Yesus berkata kepada murid-murid Yohanes Pembaptis: “Dapatkah sahabat-sahabat mempelai laki-laki berdukacita selama mempelai itu bersama mereka? Tetapi waktunya akan datang mempelai itu diambil dari mereka dan waktu itulah mereka akan berpuasa” (Mat 9:15). Kutipan-kutipan ini membantu kita untuk mengerti rencana Tuhan Yesus bahwa kita adalah sahabat-sahabat-Nya. Dia sendiri adalah mempelai dan kita adalah sahabat-sahabat mempelai yang merasakan sukacita bersama Tuhan. Tuhan Yesus tidak menyapa para murid sebagai kawan dan teman tetapi sebagai sahabat-sahabat-Nya. Dia senantiasa berempati dengan mereka.

Bacaan-bacaan Kitab Suci pada hari ini berbicara tentang persahabatan. Kitab Putra Sirakh mengatakan kepada kita bahwa tenggorokan yang manis mendapat banyak sahabat dan keramahan diperbanyak oleh lidah yang manis dan lembut. Tutur kata serta sapaan-sapaan yang keluar dari dalam mulut kita hendaknya menghasilkan buah-buah persahabatan yang baik bukan perselisihan. Seorang dapat dinilai sebagai pribadi yang etis berdasarkan tutur kata dan sapaan-sapaan yang keluar dari dalam mulutnya. Kitab Putra Sirakh memberi kiat-kiat tertentu bagaimana mendapatkan sahabat yang baik. Misalnya, jikalau kita mau mendapat sahabat maka perlu membuat sebuah kajian tentang pribadi itu terlebih dahulu dan jangan terburu-buru untuk percaya kepadanya. Mengapa demikian? Sebab ada orang yang bersahabat hanya menurut ketikanya sendiri, namun pada hari kesukaran kita tidak bertahan (Sir 6:7-8). Di sini kita disadarkan untuk bijaksana dalam memilih orang untuk menjadi sahabat.

Kitab Putra Sirakh juga memberi aba-aba kepada kita untuk bijaksana dan berkati-hati karena sahabat dapat berubah menjadi musuh dan menceritakan zona pribadi kita kepada orang lain. Hal ini tentu sangat memalukan. Ada sahabat yang senang makan bersama tetapi ketika kita berada dalam kesulitan maka ia segera menjauh. Dia hanya dekat dengan kita ketika kita berada dalam zona kesejahteraan. Dia akan menjauh ketika melihat hidup kita tidak sejahtera. Untuk itu sikap berhati-hati atau waspada selalu kepada orang yang dianggap sebagai kawan, teman bahkan sahabat sekali pun.

Siapakah sahabat setiawan? Sahabat setiawan adalah dia yang hadir dan bertahan dalam segala situasi hidup kita. Dia memiliki sikap berbela rasa, empati yang besar kepada kita. Kitab Putra Sirakh mengatakan bahwa sahabat sejati itu merupakan perlindungan yang kokoh, tiada ternilai dan harganya tidak tertimbang. Sahabat sejati itu obat kehidupan, hanya orang yang takut akan Tuhan dapat memperolehnya. Persahabatan semacam ini lurus hati antara setiap sahabat. Persahabatan itu memang penting dan harus kita miliki. Apakah anda dan saya sudah menjadi pribadi yang bersahabat? Apakah kita hanya menjadi pribadi yang berkawan dan berteman saja?

Persahabatan sejati dapat kita temukan dalam relasi para suami dan istri. Sesuai dengan rencana Tuhan sejak dunia dijadikan, Tuhan memiliki rencana dan kehendak untuk menciptakan laki-laki dan perempuan untuk saling membahagiakan sebagai sahabat. Sebab itu, laki-laki akan meninggalkan ayah dan ibunya dan bersatu dengan isterinya sehingga keduanya menjadi satu daging. Demikian mereka bukan lagi dua melainkan satu. Karena itu apa yang dipersatukan Allah tidak boleh diceraikan manusia (Kej 2:24; Mrk 10: 6-9). Jadi Tuhan sendiri memiliki rencana yang luhur supaya para suami dan istri itu menjadi sahabat sejati sampai maut memisahkan mereka.

Tantangan persahabatan sejati pada suami dan isteri adalah perceraian. Percerian (divorzio) dan pisah ranjang (separazione) adalah dua hal yang menantang persahabatan sejati para suami dan istri masa kini. Tuhan Yesus mengatakan bahwa perceraian itu terjadi karena manusia memiliki hati yang tegar. Manusia bersifat egois dan memandang pasangan hidup bukan sebagai sahabat tetapi sebagai objek untuk dinikmati saja. Persahabatan suami dan istri hancur karena ketegaran hati, kesombongan manusiawi. Padahal tujuan perkawinan adalah supaya suami dan istri yang menjadi satu daging itu menjadi bahagia dan saling membahagiakan. Mengapa mereka mau menjadi bahagia? Karena mereka sepadan atau cocok satu sama lain. Mereka saling melengkapi satu sama lain.

Mari kita berjuang untuk membangun persahabatan sejati, persahabatan setiawan yang merupakan sebuah relasi penuh dengan empati. Para suami dan istri, jadilah sahabat yang saling membahagiakan, saling berempati satu sama lain. Sahabat yang bertahan dalam suka dan duka hingga maut memisahkan. Bertahanlah dalam derita, bersukacitalah dalam kasih.

PJSDB

Leave a Reply

Leave a Reply