Homili Rabu Abu – 2017 (bacaan pertama dan bacaan kedua)

Hari Rabu Abu 2017
Bacaan 1 : Yl 2:12-18
Mazmur : Mzm 51:3-4.5-6a.12-13.14.17
Bacaan 2 : 2Kor 5:20-6:2
Injil: Mat 6:1-6.16-18

Engkau hanyalah sebutir debu!

Pada hari Rabu Abu ini kita memasuki masa Prapaskah tahun 2017. Apa yang menjadi ingatan-ingatan manis dari perayaan Rabu Abu? Pertama-tama kita mengingat abu yang kita terima di dahi dalam bentuk tanda salib atau ditaburkan di kepala kita. Abu mengingatkan kita pada kasih karunia yang Tuhan berikan kepada setiap insan karena diciptakan dari tanah. Tuhan sendiri berkata kepada manusia pertama begini: “Ingatlah, engkau berasal dari tanah dan akan kembali menjadi tanah” (Kej 3:19). Ketika menerima abu, kita mengenang hidup kita yang fana, hidup yang sementara karena berasal dari debu tanah. Kita menerima abu sebagai tanda kerendahan hati kita di hadirat Tuhan. Kita perlu rendah hati karena kita adalah ciptaan yang lemah, berdosa dan menjauh dari Tuhan. Kerendahan hati kita menjadi sempurna karena kita mau bertobat. Kita mau berbalik kepada Tuhan. Dalam Kitab Perjanjian Lama, kita mengenal kisah Yunus yang menyeruhkan pertobatan di Ninive. Raja menunjukkan pertobatannya dengan menggunakan kain kabung dan duduk di atas abu (Yun 3:6). Hal yang sama terjadi pada Mordekhai yang berusaha untuk menolong orang-orang Israel. Ia mengoyakan pakaiannya, memakai kain kabung dan abu (Est 4:1). Abu juga merupakan tanda kesedihan dan penyesalah di pihak kita sebagai manusia yang berdosa di hadirat Tuhan.

Abu yang kia terima berasal dari daun palma yang kita terima pada hari Minggu Palma. Banyak orang menyimpan daun palma di rumah masing-masing. Daun palma yang sudah diberkati itu dibakar dan abunya dipakai untuk menaburkannya di atas kepala atau untuk mengolesnya dalam bentuk tanda salib di dahi kita masing-masing. Sambil menaburkan atau mengolesnya di dahi kita dalam bentuk tanda salib, pelayan Tuhan mengatakan “Ingatlah bahwa engkau ini debu dan akan kembali menjadi debu” (Kej 3:19) atau “Bertobatlah dan percayalah kepada Injil” (Mrk 1:15).

Bacaan-bacaan Kitab Suci pada hari Rabu Abu ini mengingatkan kita sebagai abu yang fana dan berusaha untuk bertobat sehingga layak di hadirat Tuhan. Tuhan melalui Yoel dalam bacaan pertama mengajak kita untuk kembali kepada-Nya dengan bermetanoia. Ia berkata: “Sekarang, berbaliklah kepada Tuhan dengan segenap hatimu, dengan berpuasa, dengan menangis dan mengaduh”. Kita mengatakan bertobat kalau benar-benar sadar diri untuk kembali kepada Tuhan. Dia adalah sumber hidup kita maka kita kembali kepada hidup bukan kepada dosa yang merupakan kematian. Bertobat berarti kita menyesal dan tidak mau mengulangi dosa-dosa yang sudah kita lakukan.

Selanjutnya, Tuhan juga mengharapkan supaya kita bertobat dari dalam hati bukan bertobat hanya lahiria belaka: “Koyakanlah hatimu dan jangan pakaianmu, berbaliklah kepada Tuhan Allahmu sebab Dia pengasih dan penyayang, panjang sabar dan berlimpah kasih setia. Tuhan juga menyesal karena hukumannya.” Banyak orang berpikir bahwa bertobat adalah sebuah tindakan lahiria. Bertobat adalah tindakan batiniah, perubahan kiblat hati kita kepada Tuhan. Mengapa kita mau mengubah kiblat hidup kita? Karena Tuhan itu penyayang, panjang sabar dan berlimpah kasih setia-Nya. Dia tidak menghitung dosa-dosa kita tetapi melihat iman dan kasih kita kepada-Nya. Tuhan bahkan menyesal karena hukumannya kepada manusia yang tidak mau bertobat. Di dalam diri Tuhan hanya ada kasih.

Kita menyadari diri sebagai orang berdosa maka layaknlah kita berseru kepada Tuhan: “Kasihanilah kami, ya Allah, kami ini orang berdosa. Hapuskanlah ya Tuhan dosa dan pelanggaran-pelanggaran kami. Semoga hati kami murni sehingga Engkau tidak membuang kami dari hadapan-Mu”. Seruan sederhana yang berasal dari Mazmur Miserere ini menyadarkan kita untuk dekat dan setia kepada Tuhan.

Apa yang harus kita lakukan?

St. Paulus memberi kepada kita semangat untuk terbuka kepada Tuhan. Ia mengatakan bahwa sesungguhnya hari ini adalah hari yang tepat bagi penyelamatan maka kita harus berani untuk memberi diri didamaikan dengan Tuhan Allah. Tuhan Yesuslah yang menjadi satu-satunya damai kita. Dialah yang menyatukan kita kembali dengan Bapa karena dosa-dosa kita.

Tuhan Yesus dalam bacaan Injil menguatkan kita untuk hidup sebagai pengikut-Nya yang baik. Kita hidup di hadirat-Nya dengan mengasihi Tuhan dan sesama kita. Sebab itu selama masa Prapaskah ini kita patut membaharui diri dengan melakukan perbuatan amal kasih dengan berderma untuk melayani kaum miskin, meningkatkan kualitas doa kita dan berpuasa. Ketiga hal ini membantu kita untuk bersatu dengan Tuhan. Ketiga hal ini juga merupakan tanda kasih dan pertobatan kita di hadapan Tuhan.

Selamat memulai masa prapaskah.

PJSDB

Leave a Reply

Leave a Reply