Homili Hari Raya Kabar Sukacita – 2017

Hari Raya Kabar Sukacita
Yes 7:10-14; 8:10
Mzm 40:7-8a. 8b-9.10.11
Ibr 10:4-10
Luk 1:26-36

Sabda menjadi manusia

Kita berada di hari Sabtu Pekan Prapaskah ke-III bertepatan dengan Hari Raya Kabar Sukacita atau Hari Raya Bunda Maria menerima khabar sukacita. Hari Raya Kabar Suckacita menjadi sebuah perhitungan matematis dalam liturgi kita, bahwa sembilan bulan lagi kita akan merayakan Hari Raya Natal (25 Maret – 25 Desember). Hari Raya Kabar Sukacita menghadirkan figur Bunda Maria yang ikut terlibat aktif dalam sejarah keselamatan kita. Ia menerima khabar sukacita dari Tuhan Allah melalui malaikat Gabriel bahwa ia akan mengandung dari Roh Kudus. Ia dipilih Tuhan dari semua wanita untuk menjadi ibu Yesus, Penebus kita. Dalam masa prapaskah ini, Bunda Maria merupakan sosok penting yang mengantar kita untuk merenungkan keselamatan dalam diri Yesus Kristus Putranya. Hanya di dalam diri Bunda Maria, kita semua dapat mengerti rencana Tuhan Allah untuk menyelamatkan kita. Misteri Inkarnasi adalah misteri sabda Tuhan Allah menjadi manusia dan tinggal bersama kita. Sabda Tuhan bukan kata-kata saja tetapi kata-kata yang menjadi manusia dalam diri Yesus Kristus dan tinggal bersama kita.

Bacaan-bacaan Kitab Suci pada hari ini meningatkan kita untuk memandang Yesus Kristus dalam diri Bunda Maria. Tuhan Yesus telah memilih Bunda Maria menjadi Bunda-Nya. Bunda Maria yang bersedia untuk menerima Yesus di dalam rahimnya. Tuhan Yesus melalui Bunda Maria menjadi manusia untuk dapat mencurahkan rahmat ilahi kepada kita semua. Maka bunda Maria menjadi figur yang dapat mengantar kita untuk menjadi dekat dengan Yesus Anaknya dan menikmati penebusan berlimpah. Bunda Maria ikut terlibat dengan mengalami penderitaan bersama Yesus Putranya untuk menebus dosa-dosa kita.

Nabi Yesaya dalam bacaan pertama menghadirkan nubuat Tuhan tentang kelahiran sang Emanuel. Latar belakang nubuat ini adalah tiadanya putra mahkota. Sebab itu Tuhan berfirman kepada raja Ahas supaya meminta suatu pertanda dari Tuhan bagi dirinya. Namun Ahas tidak mau meninta tanda karena ia tidak mau mencobai Tuhan. Sikap Raja Ahas ini tentu bertentangan dengan kehendak Tuhan. Sebab itu Nabi Yesaya berkata kepada raja: “Belum cukupkah kamu melelahkan orang, sehingga kamu melelahkan Allahku juga? Sebab itu, Tuhan sendirilah yang akan memberikan suatu pertanda: Sesungguhnya, seorang perempuan muda akan mengandung dan melahirkan seorang anak laki-laki, ia akan menamai Dia Emanuel, artinya Allah beserta kita” (Yes 7:13-14).

Tuhan Allah menunjukkan kasih dan kebaikan kepada manusia. Hanya di pihak manusia, terkadang masih ada sikap tidak mau mencobai Tuhan Allah seperti yang dialami Ahas. Padahal Tuhan yang mengingatkan Ahas untuk meminta apa yang sangat diperlukannya yakni seorang anak laki-laki untuk meneruskan garis keturunannya sebagai raja. Tuhan melalui nabi Yesaya, coba meluruskan pikiran dan pemahaman Ahas bahwa Tuhan sendiri yang akan memberikan sebuah tanda yang ajaib. Kelahiran baru dari seorang anak dalam keluarga selalu membawa sukacita tersendiri. Kekurangan raja Ahas adalah dia belum patuh kepada Tuhan. Ia belum mau melakukan kehendak Allah di dalam dirinya.

Penulis surat kepada umat Ibrani menunjukkan kepada kita figur Yesus, Anak Maria sebagai Imam Agung kita. Dia adalah Imam Agung yang sempurna. Sebagai Imam Agung, Yesus menunjukkan kuasa dan wibawa-Nya dengan ketaatan yang sempurna kepada kehendak Allah Bapa. Tuhan Yesus mengurbankan tubuh-Nya sendiri untuk keselamatan umat manusia. Ia tidak mengurbankan hewan kurban tetapi tubuh-Nya sendiri menjadi kurban. Semua ini dilakukan Yesus sebagai wujud ketaatan-Nya kepada kehendak Allah. Ketaatan Yesus menguduskan hidup kita. Kita pun dipanggil untuk ikut serta dalam kurban Kristus.

Kita melihat figur Bunda Maria. Bunda Maria menunjukkan ketaatannya kepada Tuhan dengan berkata: “Sesungguhnya, aku ini adalah hamba Tuhan, terjadilah padaku, menurut perkataanmu itu” (Luk 1: 38). Ketaatan Bunda Maria tentu berbeda dengan raja Ahas dalam Kitab Perjanjian Lama. Maria memiliki ketataan yang mirip dengan ketaatan Yesus, Puteranya. Dia merupakan wanita pilihan Allah yang datang untuk melakukan kehendak Allah.

Apa yang dilakukan Bunda Maria?

Tuhan mengutus malaikat Gabriel untuk menyampaikan kabar sukacita kepadanya. Isi kabar sukacita adalah bahwa Maria akan mengandung dari Roh Kudus. Ia akan melahirkan seorang Anak laki-laki dan ia akan menamai Anak itu Yesus. Ia akan menjadi besar dan disebut Anak Allah Yang Mahatinggi. Tuhan sendiri akan mengaruniakan kepada-Nya takhta Daud bapa keluhur-Nya. Ia akan menjadi raja dan kerajaan-Nya tidak akan berakhir. Kabar sukacita dari malaikat Gabriel ini sempat membingungkan Maria. Sebab itu ia bertanya: “Bagaimana mungkin hal itu akan terjadi sebab aku sendiri belum mengenal laki-laki?” Pertanyaan ini menunjukkan keraguan Maria namun imannya membuka wawasannya untuk mentaati kehendak Allah.

Malaikat Gabriel meyakinkan Maria bahwa Roh Kudus dari Allah sendiri akan turun dan menaunginya sehingga Anak yang lahir dari rahimnya disebut kudus dari Allah. Buktinya adalah Elizabeth sanak Maria sudah sedang mengandung enam bulan padahal rahimnya sudah mati. Memang bagi Allah tidak ada yang mustahil. Maria mendengar semua perkataan Tuhan melalui malaikat dan mentaatinya.

Pada hari ini kita belajar dari Bunda Maria untuk menjadi pribadi yang berhati murni. Tuhan Yesus dalam sabda bahagia mengatakan: “Berbahagialah orang yang murni hatinya karena mereka akan melihat Allah” (Mat 5:8). Dalam masa prapaskah ini kita berusaha untuk memiliki hati yang murni. Kita belajar dari Bunda Maria untuk menjadi pribadi yang taat kepada kehendak Allah. Ketaatan berasal dari kemampuan untuk mendengar dengan baik. Sama seperti Maria mendengar Sabda dan mentaatinya demikian juga kita saat ini. Kita belajar untuk menjadi taat kepada kehendak Allah. Dengan mentaati kehendak Allah maka peristiwa inkarnasi, sabda menjadi manusia benar-benar menjadi nyata dalam hidup kita juga.

PJSDB

Leave a Reply

Leave a Reply