Homili 26 Mei 2017

Hari Jumat, Pekan Paskah ke-VI
Kis. 18:9-18
Mzm. 47:2-3,4-5,6-7
Yoh. 16:20-23a

Jangan bermental bekicot!

Banyak di antara kita pasti mengenal sejenis hewan namanya bekicot atau achatina fulica. Ini merupakan sejenis siput darat yang termasuk dalam golongan achatinidae. Konon hewan ini berasal dari Afrika Timur tetapi dapat menyebar ke seluruh dunia melalui perdagangan dan menjadi salah satu spesies invasive terburuk di dunia. Bekicot dapat membawa parasit cacing yang dapat menyebabkan radang otak (meningitis). Bekicot memiliki satu hal yang dapat menandakan perilaku manusia sepanjang masa. Ia memiliki bintik mata yang terdapat pada ujung antenna di kepalanya. Ketika suasananya aman maka ia mengeluarkan antenenya dan bergerak. Ketika ia mengalami suasana yang tidak aman maka antene akan masuk ke dalam tubuhnya, demikian tubuhnya juga masuk dalam cangkangnya. Kalau kita coba menyentuh salah satu bintik matanya maka antene itu akan masuk ke dalam tubuhnya. Demikian bekicot mengajarkan sebuah mentalitas manusia yang takut di saat situasi berbahaya dan leluasa bergerak saat situasinya aman.

Apakah orang Kristen perlu memiliki mentalitas bekicot? Hanya satu jawaban yang pasti yakni “tidak”! Para pengikut Yesus Kristus tidak boleh memiliki mental bekicot karena memiliki seorang Yesus, Tuhan atas surga dan bumi. Tuhan Yesus sudah menunjukkan teladan-Nya untuk berani memikul salib, wafat di kayu salib, turun ke tempat penantian di perut bumi dan pada hari ketiga bangkit dari antara orang mati. Yesus Kristus sudah melewati penderitaan dan kematian. Ia sudah bangkit, naik ke surga dan duduk di sebelah kanan Allah Bapa. Dia juga akan datang kembali untuk mengadili orang yang hidup dan mati. Semuanya ini kita akui di dalam hidup iman kita. Ketika kita mengakui iman kepada Yesus Kristus, kita menyadari betapa Tuhan Yesus berani memberi diri bagi keselamatan kita. Dia bukan penakut seperti para murid dan kebanyakan di antara kita. Dia tidak bermentalitas bekicot!

St. Paulus dalam suratnya kepada jemaat di Korintus menunjukkan teladan kepada kita bahwa dia seorang pemberani dalam mewartakan Injil. Dia tidak bermental bekicot ketika menghadapi ancaman penjara atau hukuman mati. Tuhan sendiri meneguhkan Paulus begini: “Jangan takut! Teruslah memberitakan firman dan jangan diam! Sebab Aku menyertai engkau dan tidak ada seorang pun yang akan menjamah dan menganiaya engkau, sebab banyak umat-Ku di kota ini.” (Kis 18:9-10). Pesan Tuhan ini tentu sangat menguatkan hati Paulus dan membuatnya semakin berani untuk mewartakan Injil dan Kerajaan Allah di Korintus. Ia bahkan tinggal di Korintus selama satu tahun dan enam bulan.

Apakah yang terjadi selanjutnya di Korintus? Ketika Galio menjadi gubernur Akhaya muncullah orang-orang Yahudi yang melawan Paulus. Ia dihadapkan ke pengadilan dan siap untuk dihukum meskipun tidak memiliki kesalahan apa pun. Orang-orang Yahudi pandai mencari kesalahan Paulus, menunggu kapan Paulus salah berbicara supaya mereka menjeratnya secara hukum. Ia masih sempat tinggal beberapa saat di Korintus, kemudian berlayar menuju ke Siria dan sempat mencukur rambutnya di Kengkrea sebab ia sendiri telah bernazar. Paulus benar-benar seorang pemberani! Ia tidak bermental bekicot.

Tuhan Yesus dalam bacaan Injil hari ini mengajak kita untuk menjadi pribadi pemberani, tidak ada ketakutan apapun dalam diri kita ketika berhadapan dengan penderitaan dan kemalangan. Ia tidak menghendaki para pengikut-Nya bermental bekicot karena Dia sendiri bukanlah demikian. Ia berkata kepada para murid-Nya: “Sesungguhnya kamu akan menangis dan meratap, tetapi dunia akan bergembira; kamu akan berdukacita, tetapi dukacitamu akan berubah menjadi sukacita” (Yoh 16:20). Apa yang Yesus harapkan dari para murid-Nya? Keberanian untuk memikul salib, menyangkal diri dan mengikuti-Nya dari dekat. Adanya aneka penderitaan di dunia menimbulkan tangisan, ratapan dan banyak orang akan tertawa di atas penderitaan kita. Mungkin saja karena kita adalah orang minoritas. Tetapi dukacita kita akan menjadi sukacita. Yesus menderita supaya ada keselamatan bagi kita.

Tuhan Yesus mengambil contoh seorang perempuan yang berdukacita pada saat melahirkan anaknya tetapi ia akan bersukacita ketika melihat anaknya lahir dari kandungannya. Hidup Kristiani juga selalu diwarnai dengan dukacita, namun akan berubah menjadi sukacita karena kita berada bersama Yesus di surga. Yesus mengatakan bahwa sukacita ini tidak akan dirampas oleh seorang pun di bumi ini. Sukacita adalah anugerah yang kita peroleh melalui perjuangan dan pengorbanan diri.

Pada hari ini Tuhan membuka pikiran kita untuk menjadi pribadi yang berani untuk mewartakan Injil seperti Paulus. Bersama Tuhan Yesus tidak ada sesuatu apa pun yang kita takuti. Maju terus, pantang mundur!

PJSDB

Leave a Reply

Leave a Reply