Homili 19 Juli 2017

Hari Rabu, Pekan Biasa ke-XV
Kel. 3:1-6.9-12
Mzm. 103:1-2,3-4,6-7
Mat. 11:25-27

Aku bersyukur kepada-Mu!

Ada sebuah kebiasaan bagi para calon imam sebelum mereka ditahbiskan sebagai imam yakni memilih moto tahbisan imamatnya. Moto tahbisan imamat adalah sebuah kalimat singkat yang dapat diambil dari Kitab Suci atau dari perkataan salah seorang kudus, misalnya pendiri kongregasinya. Moto tahbisan imamat ini merupakan hasil refleksi seluruh perjalanan panggilannya. Pilihan kalimat singkat itu akan senantiasa menjadi pedoman bagi sang imam untuk mengabdi Tuhan, baik dalam suasana suka maupun duka. Saya memiliki moto tahbisan imamat: “Tenanglah, Aku ini, jangan takut” (Yoh 6:20). Perkataan Yesus ini mengilhami perjalanan panggilan saya sejak pertama kali mendengar panggilan Tuhan untuk menjadi imam hingga hari pentahbisan saya di Yerusalem tanggal 3 Juni 2001 yang lalu. Moto tahbisan yang saya pilih ini juga menyertai saya sepanjang perjalanan imamat saya hingga hari ini. Salah seorang rekan imam memilih moto tahbisannya: “Aku bersyukur kepada-Mu” (Mat 11:25). Ia mengaku memilih moto tahbisan ini sebagai ungkapan rasa syukurnya kepada Tuhan Allah yang setia memanggil dan memilihnya untuk menjadi abdi-Nya. Ia telah banyak menerima dan salah satu hadiah terindah adalah imamat kudusnya. Inilah yang membuatnya selalu bersyukur kepada Tuhan.

Saya mengingat Maya Angelou, seorang penyair dan penulis Negro-Amerika (1928-1914). Ia pernah berkata: “Aku tahu ketika aku berdoa maka sesuatu yang luar biasa dapat terjadi. Bukan hanya kepada orang yang selalu kudoakan, tapi sesuatu yang luar biasa itu juga terjadi padaku. Aku bersyukur sebab aku didengar.” Pengalaman pribadi Maya ini membuka pikiran kita bahwa segala doa dan pujian yang kita panjatkan kepada Tuhan memiliki daya transformatif yang luar biasa. Doa dapat mengubah hidup sesama kita, dalam arti sesuatu yang besar sungguh terjadi dalam hidup sesama dan juga di dalam hidup pribadi kita masing-masing. Sebab itu tidak ada kata yang paling istimewa selain kata bersyukur kepada Tuhan. Khalil Gibran, penulis dan pelukis Libanon-Amerika (1883-1931) pernah berkata: “Kejujuran adalah sebuah kebaikan terdalam yang mengajarkan kita untuk bersyukur pada hidup kita sendiri dan membagi kebahagiaan tersebut kepada orang-orang lain.” Apakah anda adalah salah seorang yang selalu bersyukur kepada Tuhan?

Pada hari ini Tuhan Yesus mengajar kita untuk belajar daripada-Nya supaya tetap bersyukur kepada Bapa, Tuhan langit dan bumi. Ia berkata: “Aku bersyukur kepada-Mu, ya Bapa, Tuhan langit dan bumi!” (Mat 10:25). Tuhan Yesus mengenal diri-Nya sebagai Anak yang menyapa Allah sebaga Abba. St. Paulus mengatakan: “Hendaklah kamu dalam hidupmu bersama, menaruh pikiran dan perasaan yang terdapat juga dalam Kristus Yesus, yang walaupun dalam rupa Allah, tidak menganggap kesetaraan dengan Allah itu sebagai milik yang harus dipertahankan, melainkan telah mengosongkan diri-Nya sendiri, dan mengambil rupa seorang hamba, dan menjadi sama dengan manusia. Dan dalam keadaan sebagai manusia, Ia telah merendahkan diri-Nya dan taat sampai mati, bahkan sampai mati di kayu salib. Itulah sebabnya Allah sangat meninggikan Dia dan mengaruniakan kepada-Nya nama di atas segala nama, supaya dalam nama Yesus bertekuk lutut segala yang ada di langit dan yang ada di atas bumi dan yang ada di bawah bumi, dan segala lidah mengaku: “Yesus Kristus adalah Tuhan,” bagi kemuliaan Allah, Bapa!” ( Flp 2:5-11).

Mengapa Yesus bersyukur kepada Bapa di Surga? Bukankah Dia pasti mengetahui akan menderita, sengsara dan wafat di kayu salib demi keselamatan orang-orang berdosa? Yesus sendiri mengetahui alasan mengapa Ia bersyukur. Alasannya adalah semuanya Bapa sembunyikan bagi orang bijak dan pandai, tetapi ia menyatakan semuanya kepada orang kecil. Yesus menunjukkan diri-Nya sebagai orang kecil di hadapan Bapa-Nya sendiri. Hal ini yang dikatakan dengan tepat oleh St. Paulus di atas bahwa meskipun sebagai Anak Allah Yesus mengosongkan diri (berkenosis), mengambil rupa seorang hamba, merendahkan diri-Nya, taat sampai mati di kayu salib. Yesus juga mendukung para murid-Nya sebagai orang kecil, mereka adalah pilihan-Nya yang sederhana dan bersahaja bukan orang bijak dan pandai. Tuhan sungguh berkenan pada orang-orang kecil. Di sini kita melihat relasi yang intim dan mendalam antara Bapa dan Anak, Anak dan Bapa, Anak dan Para murid-Nya bersama Bapa sebab mereka ini adalah orang-orang yang kepadanya Anak berkenan menyatakannya.

Apa yang hendak Tuhan Yesus katakan kepada kita pada hari ini. Kita semua diajak untuk selalu bersyukur kepada Tuhan. Kita bersyukur kepada Tuhan atas segala pengalaman hidup, baik suka maupun duka yang kita alami. Mengikuti Paulus kita juga berani berkata: “Aku bersyukur kepada Dia yang menguatkan aku, yakni Yesus Kristus Tuhan kita, karena Ia menganggap aku setia dan mempercayakan pelayanan ini kepadaku.” (1Tim 1:12). Kita juga diajak untuk belajar menjadi rendah hati. Tuhan Yesus tidak pernah menyombongkan diri-Nya, tetapi kita yang mengikuti-Nya dengan bangga suka menyombongkan diri. Kebijaksanaan Tuhan akan bertumbuh dalam diri orang yang rendah hati dan takut akan Tuhan.

Doa: Hati Yesus yang lemah lembut dan rendah hati, jadikanlah hati kami seperti hati-Mu. Amen.

PJSDB

Leave a Reply

Leave a Reply