Homili Hari Minggu Biasa Ke-XXVIA – 2017

Hari Minggu Biasa ke-XXVIA
Yeh 18: 25-28
Mzm 25:4b-5.6-7.8-9
Flp2:1-11
Mat 21:28-32

Bersikap seperti Kristus

Kita mengawali perayaan Ekaristi hari ini dengan sebuah Antifon Pembuka dari Kitab Tambahan Daniel berbunyi: “Segala sesuatu yang Kautimpakan atas diri kami, ya Tuhan, telah Kauperbuat seturut keputusan-Mu yang adil. Sebab kami telah berdosa terhadap-Mu dan tidak mematuhi perintah-perintah-Mu. Tetapi muliakanlah kini nama-Mu, dan perlakukanlah kami sekadar besarnya belas kasih-Mu.” (T.Dan 3:31.29.30.42). Antifon Pembuka ini membuka wawasan kita untuk mengenal Allah yang berbelas kasih bagi kita semua. Tuhan Allah kita adalah Allah yang adil bagi semua orang. Ia mengadili semua orang berdosa yang tidak mematuhi perintah-perintah-Nya. Nama Allah memang patut dimuliakan oleh segala makhluk di atas bumi sebab besarlah belas kasih-Nya kepada semua orang.

Bacaan-bacaan Kitab Suci pada hari ini membantu kita untuk mengenal Kerahiman Allah dan bersikap seperti Kristus. Yehezkiel dalam bacaan pertama menyoroti hidup pribadi kita yang suka membandingkan semua tindakan diri dengan tindakan Tuhan. Banyak kali Bangsa Isarel menganggap tindakan Tuhan tidaklah tepat. Bangsa Israel lupa, apakah tindakan Tuhan tidak tepat atau tindakannya yang tidak tepat. Sekiranya seorang merasa bahwa tindakannya tidak tepat di hadapan Tuhan maka Ia harus berubah menjadi lebih baik lagi. Yehezkiel mengatakan bahwa kalau ada orang fasik bertobat dari kefasikan yang dilakukannya, ia akan menyelamatkan jiwanya. Orang yang bertobat akan hidup!

Pengalaman akan Allah ditandai dengan pertobatan yang terus menerus. Setiap orang yang berada di hadirat Tuhan merasa diri sebagai orang berdosa, dan memohon pengampunan dari Tuhan atas dosa dan kefasikan hidupnya. Dengan membangun semangat pertobatan, ia akan berusaha untuk menyelamatkan nyawanya sendiri. Ia akan hidup bagi Tuhan dan sesama. Masalahnya adalah apakah orang masih sadar bahwa ia memiliki dosa dan salah di hadapan Tuhan dan sesama? Apakah orang merasa berdosa dan membutuhkan pertobatan?

Dalam bacaan Injil Tuhan Yesus memberikan sebuah perumpamaan tentang dua orang bersaudara kepada imam-imam kepala dan tua-tua bangsa Yahudi. Ada seorang bapa yang mempunyai dua orang anak. Ia mendatangi anak sulung dan memintanya untuk pergi dan bekerja di kebun anggurnya. Ia mau pergi bekerja tetapi kemudian ia membatalkannya secara sepihak. Ia tidak pergi bekerja di kebun anggur ayahnya. Bapa itu mendatangi anak yang kedua dan memintanya untuk pergi bekerja di kebun anggurnya. Anak kedua ini tidak mau bekerja, tetapi kemudian ia malu dan menyesal sehingga ia pergi untuk bekerja di kebun anggur ayahnya. Dari kedua anak ini, ternyata anak bungsu lebih bijaksana sehingga ia mau menyesal dan pergi bekerja di kebun ayahnya.

Dari kedua contoh ini kita memberi jempol kepada anak bungsu. Ia terbuka kepada kehendak ayahnya, meskipun sebelumnya ia tidak mentaatinya. Ada penyesalan mendalam kalau ia tidak melakukan kehendak Ayahnya. Ia merasa berdosa ketika semua pekerjaan ayahnya tidak dilakukannya dengan baik. Sebab itu Tuhan Yesus berkata: “Sesungguhnya pemungut-pemungut cukai dan para pelacur akan mendahului kamu masuk ke dalam Kerajaan Allah” (Mat 21: 31). Orang-orang berdosa akan memperoleh hidup ketika melakukan pertobatan yang radikal. Merekalah yang akan mendahului masuk dan merasakan kerahiman Allah di dalam Surga. Orang-orang berdosa masih percaya kepada kerahiman Allah.

St. Paulus dalam bacaan kedua membantu kita untuk hidup serupa dengan Yesus Kristus sendiri. Ia sendiri mengharapkan supaya setiap pengikut Kristus itu sehati sepikir, dalam satu kasih, satu jiwa, dan satu tujuan dengan tidak mencari kepentingan sendiri atau pujian yang sia-sia. Para pengikut Kristus yang bertobat akan rendah hati. Setiap orang menjauhkan diri dari sikap memperhatikan kepentingan diri sendiri, melainkan kepentingan orang lain. Semua ini membantu kita untuk bersikap seperti Kristus sendiri.

Tuhan Yesus sendiri menunjukkan sebuah teladan yang luar biasa. Meskipun sebagai Anak Allah Ia tidak memandang kesetaraan-Nya itu sebagai milik yang harus dipertahankan. Tuhan Yesus bahkan berkenosis, mengosongkan diri, mengambil rupa seorang hamba, menjadi sama dengan manusia. Dalam keadaan sebagai manusia, Ia masih merendahkan diri-Nya dan taat sampai mati bahkan mati di atas kayu salib. Sikap Yesus seperti ini membuat Allah sangat meninggikan-Nya. Ia mengaruniakan segala nama kepada-Nya. Hanya dalam nama Yesus, segala sesuatu tunduk kepada-Nya. Segala lidah patut mengakui Yesus sebagai Tuhan.

Apakah hidup kita sudah cocok atau sepadan dengan Yesus Kristus dalam Kitab Suci? Apakah kita bersikap menyerupai Tuhan Yesus dalam segala hal? Pada hari ini Tuhan menghendaki supaya kita tetap hidup dan mengalami kerahiman Tuhan. Kita benar-benar membutuhkan sakramen pertobatan. Semua orang membutuhkan keselamatan yang datang dari Tuhan. Terima kasih atas kerahiman-Mu ya Tuhan. Amen.

PJSDB

Leave a Reply

Leave a Reply