Homili 11 November 2017

Peringatan Wajib St. Martinus dari Tours
Rm. 16:3-9,16,22-27
Mzm. 145:2-3,4-5,10-11
Luk. 16:9-15

Setia Mengabdi Selamanya (SMS)

Pada hari ini kita memperingati Santo Martinus dari Tours. Martinus lahir di Sabaria, Hungaria Barat sekitar tahun 316 lalu dibesarkan di Italia. Ayahnya adalah seorang perwira tinggi Kerajaan Romawi yang saat itu masih kafir. Sebab itu orang tuanya memasukannya ke dalam dinas militer pada saat ia berusia 15 tahun. Pada saat masih berusia 10 tahun, Martinus diam-diam belajar agama Katolik. Martinus dikenal sebagai seorang yang berhati lembut, dan berjiwa sosial yang tinggi. Hal ini menjadi bagian dari pengalaman rohaninya yang luar biasa. Dikisahkan bahwa pada musim dingin, ia berjumpa dengan seorang pengemis yang sedang kedinginan. Martinus sudah menjadi tentara yang hebat barada di atas kuda tunggangannya, berhenti sejenak di dekat orang miskin tersebut. Hatinya tergerak oleh belas kasihan kepada orang miskin itu ketika ia mengulurkan tangan untuk meminta sedekah kepada Martinus. Martinus lalu melepaskan mantel kebesarannya, membaginya atas dua bagian dan memberikannya kepada orang miskin itu. Pada malam harinya Tuhan Yesus menampakkan diri bersama para Malaikat. Dalam penglihatan itu, Tuhan Yesus mengenakan potongan mantel yang diberikan Martinus. Ia mendengar Tuhan Yesus berkata: “Martinus, seorang katekumen memberi Aku mantel ini.” Ia menerima pembaptisan di Gereja Katolik pada saat berusia 18 tahun. Martinus di kemudian hari mundur dari tugas militernya dan menjadi seorang imam, dan kemudian menjadi uskup pada tahun 371. Ia menunjukkan dirinya sebagai seorang gembala sejati di dalam Gereja. Ia meninggal dunia pada tanggal 8 Desember 397. Ia mengabdi Gereja sampai tuntas.

Santo Martinus menginspirasikan kita untuk merenungkan lebih dalam lagi Sabda Tuhan pada hari ini, khususnya tentang kesetiaan untuk mengabdi Tuhan dan sesama. Kita mendengar dalam bacaan Injil, Tuhan Yesus mengatakan: “Ikatlah persahabatan dengan mempergunakan Mamon yang tidak jujur, supaya jika Mamon itu tidak dapat menolong lagi, kamu diterima di dalam kemah abadi.” Kata Mamon adalah sebuah istilah dalam bahasa Aram berarti uang atau harta milik. Berdasarkan kisah Injil sebelumnya, sang bendahara yang tidak jujur ini mengetahui bahwa dia bisa akan meminta tolong dari orang-orang yang hutang-hutangnya ia sudah kurangi dari surat hutang mereka. Ia berharap bahwa kedua orang itu akan menghargai pertolongannya, sehingga mereka juga pasti akan senang untuk membantunya. Tuhan Yesus sebenarnya menyatakan secara tidak langsung bahwa harta di dunia dapat dipergunakan untuk menolong orang lain, dan rasa berterima kasih orang-orang yang tertolong itu akan memastikan suatu sambutan yang baik di dalam keabadian.

Sikap curang dari sang bendahara ini memang sangat menarik perhatian Tuhan Yesus. Mengapa? Karena sang bendahara ini menunjukkan sikapnya yang tidak jujur terhadap tuannya. Bendahara ini tidak jujur dalam hal-hal jasmani maka dengan sendirinya ia juga tidak jujur dalam hal-hal rohani. Sebab itu Yesus berkata: “Barangsiapa setia dalam perkara-perkara kecil, ia setia juga dalam perkara-perkara besar. Dan barangsiapa tidak benar dalam perkara-perkara kecil, ia tidak benar juga dalam perkara-perkara besar.” (Luk 16:10). Kalau dalam hal-hal jasmani saja ia tidak jujur maka dalam hal-hal rohani, ia juga pasti tidak jujur. Di sini butuh kesetiaan dalam hidup setiap hari. Orang yang setia dalam melakukan pekerjaan-pekerjaannya maka dengan sendirinya ia akan melakukan yang terbaik bagi Tuhan dan sesama.

Tuhan Yesus juga mengatakan bahwa seorang hamba tidak mungkin mengabdi kepada dua tuan. Rasa sayang dan benci akan tercurah bagi mereka. Dengan demikian tuan yang satu akan merasa senang karena terus di layani, tuan yang lain akan merasa kecewa sebab jarang dilayani. Hal yang sama menjadi sebuah himbauan khusus bagi kita semua. Tuhan Yesus berkata: “Kalian tidak dapat mengabdi kepada Allah dan mammon”. Orang-orang Farisi yang hadir merasa tersinggung karena Yesus menyindir mereka sebagai orang yang mata duitan. Yesus pada akhirnya berkata: “Kamu membenarkan diri di hadapan orang, tetapi Allah mengetahui hatimu. Sebab apa yang dikagumi manusia, dibenci oleh Allah.” (Luk 16:15).

Tuhan Yesus mengatakan hal kedua dengan contoh yang bagus tentang pengabdian. Pengabdian memiliki kata dasar abdi. Meng-abdi berarti bersedia untuk melayani, sekecil apa pun pelayanan itu namun dengan cinta kasih yang besar. Pengabdian mengandaikan sikap sebagai hamba. Sikap seperti ini sangat sulit kita temukan pada zaman ini. Mata kita tertuju kembai kepada Tuhan Yesus Kristus yang mengasihi kita sampai tuntas. Saya mengingat perkataan Bung Karno ini: “Orang yang tidak mampu mengabdi Tuhan dengan sendirinya ia juga tidak mampu mengabdi kepada sesama manusia. Tuhan bersemayam di gubuknya si miskin.”

Pada hari ini kita perlu belajar untuk menjadi orang jujur di hadapan Tuhan dan sesama. Kita belajar untuk jujur dalam hal kesetiaan hidup. Apakah anda setia dalam hidupmu? Apakah anda setia dengan pasangan hidupmu? Apakah anda setia dalam melakukan tugas-tugasmu? Kita juga belajar untuk menjadi orang yang jujur dalam mengabdi Tuhan dan sesama. Semangat untuk mengabdi, menghambakan diri adalah penting dan harus. Tuhan Yesus saja mengambil rupa seorang hamba dan wafat di kayu salib. Manusia-manusia zaman now sangat sulit untuk memiliki semangat menghamba. Banyak orang lebih suka menjadi boss yang memerintah bukan hamba yang mengabdi. Tuhan Yesus mengoreksi cara pandang kita di hadirat-Nya. Semangat kesetiaan dan pengabdian berjalan bersama-sama dalam hidup kristiani. Kita perlu dan harus melakukannya.

PJSDB

Leave a Reply

Leave a Reply