Homili Hari Minggu Biasa ke-III/B – 2018)

Hari Minggu Biasa ke-III/B
Yun. 3:1-5,10
Mzm. 25:4bc-5ab,6-7bc,8-9
1Kor. 7:29-31
Mrk. 1:14-20

Merenung tentang pertobatan pribadi

Kita semua adalah manusia pendosa. Tidak ada seorang pun di dunia yang dapat mengklaim dirinya sebagai orang yang hidup tanpa noda dosa. Hanya Bunda Maria saja sebagai satu-satunya yang dikandung tanpa noda dosa. Dosa memiliki kekuatan yang luar biasa. Paus Fransiskus pernah berkata: “Dosa telah merusak hubungan kita dengan Tuhan, dengan saudara kita, keluarga, masyarakat dan komunitas kita. Dosa selalu menusuk, memisahkan dan membelah kita.” Kekuatan dosa memang luar biasa. Paus Fransiskus pernah bercerita begini: “Saya ingat sebuah cerita dari seorang misionaris tua. Dia bercerita tentang seorang wanita yang pergi ke pengakuan dosa dan dia mulai dengan menceritakan kesalahan suaminya, lalu meneruskan kesalahan mertuanya dan kemudian dosa tetangga-tetangganya. Pada suatu titik tertentu, sang misionaris memberi tahu dia, ‘Tapi Bu, katakan padaku, apakah Anda sudah selesai?’ ‘Tidak … Ya.’ ‘Hebat, Anda telah selesai dengan dosa orang lain, sekarang mulailah memberi tahu saya tentang dosa-dosamu.’” Pengalaman misionaris tua ini adalah pengalaman gereja masa kini. Banyak orang berpikir bahwa mereka mengaku dosa, tetapi sebenarnya mereka sedang mengakui dosa orang lain. Banyak orang sudah kehilangan perasaan berdosa maka mereka selalu mengulangi dosa yang sama.

Sabda Tuhan pada hari Minggu biasa ketiga ini memfokuskan perhatian kita pada semangat pertobatan. Maka saya mengajak kita semua untuk merenung lebih mendalam lagi tentang pertobatan pribadi kita masing-masing. Pertanyaan pendukungnya adalah apakah kita masih memiliki perasaan berdosa atau perasaan berdosa juga sudah hilang dalam diri kita? Dalam bacaan pertama kita mendengar kisah penugasan Yunus oleh Tuhan ke kota Niniwe. Yunus ditugaskan untuk menyerukan pertobatan bagi mereka. Inilah perkataan yang disampaikan oleh Tuhan kepada Yunus supaya diteruskan kepada orang-orang Niniwe: “Empat puluh hari lagi, maka Niniwe akan ditunggangbalikkan.” Perkataan Tuhan melalui Yunus ini tentu mengagetkan sekaligus menakutkan warga kota Ninive yang mengagumkan besarnya dan tiga hari perjalanan luasnya.

Reaksi yang terjadi adalah bahwa orang-orang Niniwe sadar diri dan mereka kembali percaya kepada Allah. Mereka pun mengumumkan puasa kepada seluruh warga kota Ninive. Anak-anak dan orang dewasa mengenakan kain kabung. Kedua hal ini menunjukkan semangat pertobatan mereka di hadirat Tuhan. Di sini ada dua hal yang mengagumkan kita semua. Pertama, Niniwe adalah kota yang tidak dihuni oleh masyarakat bangsa Yahudi tetapi begitu terbuka pada pertobatan yang diwartakan oleh Yunus. Mereka sadar diri untuk kembali kepada Tuhan, dan tidak mau hidup dalam penderitaan akibat kehancuran yang direncanakan Tuhan. Kedua, Dari Tuhan kita belajar sesuatu yang luar biasa. Tuhan Allah menyesal karena malapateka yang sudah dirancangnya bagi masyarakat kita Niniwe. Ia tidak memberikan malapetaka apapun karena mereka bertobat. Di sini Tuhan menunjukkan diri-Nya sebagai Allah yang berbelas kasih kepada kita semua.

Dalam bacaan Injil kita mendengar bahwa Tuhan Yesus datang ke Galilea untuk memberitakan Injil Allah. Hal ini terjadi setelah Yohanes Pembaptis ditangkap oleh Herodes untuk dipenjarakan di Makaronte. Tuhan Yesus berkata: “Waktunya telah genap; Kerajaan Allah sudah dekat. Bertobatlah dan percayalah kepada Injil!” (Mrk 1:15). Waktunya telah genap, saat penyelamatan sudah tiba. Ini benar-benar waktu yang tepat untuk keselamatan. Sejalan dengan ini, St. Paulus berkata: “Sesungguhnya, waktu ini adalah waktu perkenanan itu; sesungguhnya, hari ini adalah hari penyelamatan itu.” (2Kor 6:2). Tuhan Yesus menghadirkan Kerajaan Allah melalui perkataan dan perbuatan-Nya. Setiap kata yang diucapkannya memiliki kekuatan yang luar biasa untuk mentransformasi setiap pribadi. Maka jalan yang tepat adalah bertobat dan percaya kepada Injil sebagai kabar sukacita yang diwartakan Yesus bagi kita semua sebagai Gereja.

Nilai tambah dari Yesus adalah Ia juga memanggil dan memilih para murid perdana sebagai mitra kerja-Nya. Ia mengubah mereka dari status sebagai penjala ikan umumnya menjadi penjala manusia. Menjadi penjala ikan sudah mereka lewati. Menjadi penjala manusia berarti para mitra kerja Yesus yakni Simon, Andreas, Yakobus dan Yohanes berusaha supaya semua orang yang nantinya diberikan Yesus kepada mereka diperhatikan kesejahteraannya secara jasmani dan rohani. Gereja diisi oleh orang-orang yang sejahtera jasmani dan rohaninya. Mereka mahir dalam berdoa, perutnya juga terisi dengan makanan jasmani. Para mitra kerja Yesus ini memberi diri secara total untuk ikut mewartakan Injil dan menyerukan pertobatan kepada semua orang.

Bertobat berarti usaha untuk mengubah kiblat hidup kita hanya tertuju kepada Tuhan. Kita patut bersyukur kepada Tuhan sebab di dalam Gereja, Ia juga memberikan sakramen-sakramen yang dapat membantu kita untuk merasakan kerahiman Allah. Sakramen tobat adalah sakramen yang membuka mata iman kita untuk percaya kepada Tuhan yang mengampuni tanpa batas, yang tidak akan mengingat-ingat dosa dan salah kita. Hanya Tuhan yang mengampuni dosa dan salah kita, membuang dosa kita ke tubir-tubir laut. Maka dalam sakramen tobat, kita tidak hanya sekedar berpikir tentang dosa-dosa kita dan kita akui, tetapi pertobatan yang benar adalah mengenal dosa, menyesali dan tidak mau mengulangi dosa yang sama. Pertobatan adalah tanda kita mengalami Allah hari demi hari.

Apa yang harus kita lakukan?

St. Paulus dalam bacaan kedua mengatakan bahwa dunia yang kita kenal sekarang ini akan berlalu. Sebab itu setiap pengikut Tuhan Yesus Kristus harus berusaha untuk mawas diri. Orang yang menikah seolah-olah tidak menikah, orang-orang yang menangis seolah-olah tidak menangis, orang-orang yang bergembira seolah-olah tidak bergembira, orang yang membeli seolah-olah tidak memiliki apa yang dibelinya. Sikap mawas diri ini perlu dan harus, sebab dapat membatu kita untuk mengalami pertobatan secara radikal. Bertobatlah dan baharuilah hidupmu, percayalah kepada Injil.

PJSDB

Leave a Reply

Leave a Reply