Homili 22 Januari 2018

Hari Senin, Pekan Biasa III
2Sam. 5:1-7,10
Mzm. 89:20,21-22,25-26
Mrk. 3:22-30.

Masih meragukan Yesus!

Ada seorang pemuda yang mengaku pernah meragukan keberadaan Tuhan selama setahun. Mulanya ia dikenal sebagai salah seorang figur penting dalam kelompok Orang Muda Katolik (OMK) di parokinya. Banyak orang selalu mengenangnya dan mengatakan bahwa tanpa kehadirannya, maka kegiatan kecil atau besar dari Orang Muda Katolik tidak akan berhasil dengan baik. Dedikasinya sangat tinggi terhadap kelompok Orang Muda Katolik. Namun pada suatu kesempatan ia mengalami krisis iman. Ia merasa bahwa semua yang dilakukan selama ini tidak memiliki arti apa-apa. Ia juga merasa tidak mendapatkan apa-apa dari Tuhan Yesus sendiri. Ia mulai ragu dan bertanya apakah Tuhan Yesus benar-benar ada atau tidak ada. Ia pun mulai menarik diri dari berbagai kegiatan Orang Muda Katolik dengan alasan kesibukan pekerjaan, sedang promosi untuk naik jabatan di kantor dan berbagai alasan yang ia buat-buat untuk menutupi situasi.

Pada suatu hari ia merasakan sebuah pencerahan yang luar biasa. Seorang sahabat baiknya mengirim ayat emas dari tulisan santu Paulus, bunyinya: “Kalau demikian apakah upahku? Upahku adalah ini: bahwa aku boleh memberitakan Injil tanpa upah, dan bahwa aku tidak mempergunakan hakku sebagai pemberita Injil” (1Kor 9:18). Ia menangis dan mengatakan bahwa ayat emas ini benar-benar membangkitkannya dari tidur imannya. Selama setahun ia tidur dalam iman karena sebelumnya ia hanya melayani Tuhan demi popularitas dan pujian bukan demi kemuliaan nama Tuhan. Ia membaharui dirinya dan kembali melayani Tuhan dengan sukacita.

Banyak orang yang melayani Tuhan tidak pernah luput dari sikap meragukan Tuhan. Yohanes Pembaptis yang menyiapkan kedatangan Yesus saja masih ragu dan mengutus para muridnya untuk bertanya apakah Yesus memang Mesias yang dinantikan atau masih ada orang lain lagi yang dinantikan kedatangannya (Luk 7:20). Para murid Yesus juga masih dalam keraguan. Hanya Yohanes yang berani mengakui imannya: “Itu Tuhan” (Yoh 21:7). Kita semua yang selalu mengakui iman dan kepercayaan, membaharui janji baptis saja masih meragukan keberadaan Tuhan. Itulah hidup kita di hadirat Tuhan Kita memiliki mata tetapi sebebarnya kita buta. Kita memiliki telinga tetapi sebenarnya kita semua tuli.

Kita mendengar sebuah kisah Injil hari ini yang begitu menarik perhatian kita. Tuhan Yesus sudah tampil di depan umum dengan menghadirkan Kerajaan Allah. Ia mengajar dengan kuasa dan wibawa. Ia menyembuhkan banyak orang sakit. Kuasa Yesus mengalahkan kelemahan manusiawi kita. Kuasa Yesus membuat orang semakin dekat dan percaya bahwa Yesus adalah Tuhan atas segala sesuatu. Namun para ahli Taurat dari Yeruslem tidak percaya pada Yesus dan kuasa-Nya. Itulah ciri khas orang yang memiliki mata namun tidak dapat melihat, memiliki telinga tetapi tidak dapat mendengar. Para ahli Taurat bahkan terang-terang meragukan Yesus dan mengatakan bahwa Ia kerasukan Beelzebul. Segala kuasa-Nya diragukan dengan mengatakan bahwa Yesus dapat mengusir setan karena bantuan dari penghulu setan.

Tuhan Yesus mengontrol emosinya. Ia hanya bertanya kepada mereka: “Bagaimana iblis dapat mengusir iblis?” Pertanyaan ini kiranya membuka wawasan mereka untuk mengerti bahwa tidaklah mungkin sesama iblis saling mengusir satu sama lain. Iblis tidaklah mungkin memberontak melawan dirinya kalau ia sendiri sudah terbagi-bagi atau terpisah-pisah. Yesus membuka lagi wawasan mereka dengan mengatakan: “Sesungguhnya semua dosa dan hujat anak-anak manusia akan diampuni, ya, semua hujat yang mereka ucapkan. Tetapi apabila seorang menghujat Roh Kudus, ia tidak mendapat ampun selama-lamanya, melainkan bersalah karena berbuat dosa kekal.” (Mrk 3:28-29).

Apa maksudnya dosa melawan Roh Kudus tidak dapat diampuni? Saya mengingat Katekismus Gereja Katolik mengajarkan begini: “Tetapi apabila seorang menghujat Roh Kudus”, ia tidak mendapat ampun selama-lamanya, tetapi bersalah karena berbuat dosa kekal” (Mrk 3:29). Kerahiman Allah tidak mengenal batas; tetapi siapa yang dengan sengaja tidak bersedia menerima kerahiman Allah melalui penyesalan, ia menolak pengampunan dosa-dosanya dan keselamatan yang ditawarkan oleh Roh Kudus. Ketegaran hati semacam itu dapat menyebabkan sikap yang tidak bersedia bertobat sampai pada saat kematian dan dapat menyebabkan kemusnahan abadi.” (KGK, 1864).

Dalam bacaan pertama kita mendengar kisah pengangkatan Daud sebagai raja baru di Israel menggantikan Saul. Sejak kecil Roh Kudus sudah menyertai Daud maka pada saatnya yang tepat Daud diurapi sekali lagi oleh Roh Tuhan untuk menjadi Raja Israel. Ia menjadi raja Israel yang kuat sebab Tuhan Allah tetap mendampinginya. Di saat-saat yang sulit Tuhan selalu hadir dan menolong. Pertolongan Tuhan tidak pernah terlambat. Daud mengalaminya, Gereja juga mengalaminya dalam sejarah. Pada hari ini pikiran kita dibuka untuk tidak meragukan Tuhan dalam hidup kita. Kita memberikan ruang supaya Tuhan Yesus hadir dan membaharui hidup pribadi kita dan jangan pernah meragukan keberadaan-Nya.

PJSDB

Leave a Reply

Leave a Reply