Da Mihi Animas Cetera Tolle

Buah permenungan filsafat, teologi dan psikologi, juga berisi homili harian berdasarkan bacaan harian Liturgi Gereja Katolik

  • Home
  • Renungan
  • Bible
  • Teologi
  • Filsafat
  • Psikologi
  • Don Bosco
  • Spiritualitas Pria Katolik
  • Saint a Day

Archives for January 2018

Homili 22 Januari 2018

22/01/2018 by P. John Laba SDB Leave a Comment

Hari Senin, Pekan Biasa III
2Sam. 5:1-7,10
Mzm. 89:20,21-22,25-26
Mrk. 3:22-30.

Masih meragukan Yesus!

Ada seorang pemuda yang mengaku pernah meragukan keberadaan Tuhan selama setahun. Mulanya ia dikenal sebagai salah seorang figur penting dalam kelompok Orang Muda Katolik (OMK) di parokinya. Banyak orang selalu mengenangnya dan mengatakan bahwa tanpa kehadirannya, maka kegiatan kecil atau besar dari Orang Muda Katolik tidak akan berhasil dengan baik. Dedikasinya sangat tinggi terhadap kelompok Orang Muda Katolik. Namun pada suatu kesempatan ia mengalami krisis iman. Ia merasa bahwa semua yang dilakukan selama ini tidak memiliki arti apa-apa. Ia juga merasa tidak mendapatkan apa-apa dari Tuhan Yesus sendiri. Ia mulai ragu dan bertanya apakah Tuhan Yesus benar-benar ada atau tidak ada. Ia pun mulai menarik diri dari berbagai kegiatan Orang Muda Katolik dengan alasan kesibukan pekerjaan, sedang promosi untuk naik jabatan di kantor dan berbagai alasan yang ia buat-buat untuk menutupi situasi.

Pada suatu hari ia merasakan sebuah pencerahan yang luar biasa. Seorang sahabat baiknya mengirim ayat emas dari tulisan santu Paulus, bunyinya: “Kalau demikian apakah upahku? Upahku adalah ini: bahwa aku boleh memberitakan Injil tanpa upah, dan bahwa aku tidak mempergunakan hakku sebagai pemberita Injil” (1Kor 9:18). Ia menangis dan mengatakan bahwa ayat emas ini benar-benar membangkitkannya dari tidur imannya. Selama setahun ia tidur dalam iman karena sebelumnya ia hanya melayani Tuhan demi popularitas dan pujian bukan demi kemuliaan nama Tuhan. Ia membaharui dirinya dan kembali melayani Tuhan dengan sukacita.

Banyak orang yang melayani Tuhan tidak pernah luput dari sikap meragukan Tuhan. Yohanes Pembaptis yang menyiapkan kedatangan Yesus saja masih ragu dan mengutus para muridnya untuk bertanya apakah Yesus memang Mesias yang dinantikan atau masih ada orang lain lagi yang dinantikan kedatangannya (Luk 7:20). Para murid Yesus juga masih dalam keraguan. Hanya Yohanes yang berani mengakui imannya: “Itu Tuhan” (Yoh 21:7). Kita semua yang selalu mengakui iman dan kepercayaan, membaharui janji baptis saja masih meragukan keberadaan Tuhan. Itulah hidup kita di hadirat Tuhan Kita memiliki mata tetapi sebebarnya kita buta. Kita memiliki telinga tetapi sebenarnya kita semua tuli.

Kita mendengar sebuah kisah Injil hari ini yang begitu menarik perhatian kita. Tuhan Yesus sudah tampil di depan umum dengan menghadirkan Kerajaan Allah. Ia mengajar dengan kuasa dan wibawa. Ia menyembuhkan banyak orang sakit. Kuasa Yesus mengalahkan kelemahan manusiawi kita. Kuasa Yesus membuat orang semakin dekat dan percaya bahwa Yesus adalah Tuhan atas segala sesuatu. Namun para ahli Taurat dari Yeruslem tidak percaya pada Yesus dan kuasa-Nya. Itulah ciri khas orang yang memiliki mata namun tidak dapat melihat, memiliki telinga tetapi tidak dapat mendengar. Para ahli Taurat bahkan terang-terang meragukan Yesus dan mengatakan bahwa Ia kerasukan Beelzebul. Segala kuasa-Nya diragukan dengan mengatakan bahwa Yesus dapat mengusir setan karena bantuan dari penghulu setan.

Tuhan Yesus mengontrol emosinya. Ia hanya bertanya kepada mereka: “Bagaimana iblis dapat mengusir iblis?” Pertanyaan ini kiranya membuka wawasan mereka untuk mengerti bahwa tidaklah mungkin sesama iblis saling mengusir satu sama lain. Iblis tidaklah mungkin memberontak melawan dirinya kalau ia sendiri sudah terbagi-bagi atau terpisah-pisah. Yesus membuka lagi wawasan mereka dengan mengatakan: “Sesungguhnya semua dosa dan hujat anak-anak manusia akan diampuni, ya, semua hujat yang mereka ucapkan. Tetapi apabila seorang menghujat Roh Kudus, ia tidak mendapat ampun selama-lamanya, melainkan bersalah karena berbuat dosa kekal.” (Mrk 3:28-29).

Apa maksudnya dosa melawan Roh Kudus tidak dapat diampuni? Saya mengingat Katekismus Gereja Katolik mengajarkan begini: “Tetapi apabila seorang menghujat Roh Kudus”, ia tidak mendapat ampun selama-lamanya, tetapi bersalah karena berbuat dosa kekal” (Mrk 3:29). Kerahiman Allah tidak mengenal batas; tetapi siapa yang dengan sengaja tidak bersedia menerima kerahiman Allah melalui penyesalan, ia menolak pengampunan dosa-dosanya dan keselamatan yang ditawarkan oleh Roh Kudus. Ketegaran hati semacam itu dapat menyebabkan sikap yang tidak bersedia bertobat sampai pada saat kematian dan dapat menyebabkan kemusnahan abadi.” (KGK, 1864).

Dalam bacaan pertama kita mendengar kisah pengangkatan Daud sebagai raja baru di Israel menggantikan Saul. Sejak kecil Roh Kudus sudah menyertai Daud maka pada saatnya yang tepat Daud diurapi sekali lagi oleh Roh Tuhan untuk menjadi Raja Israel. Ia menjadi raja Israel yang kuat sebab Tuhan Allah tetap mendampinginya. Di saat-saat yang sulit Tuhan selalu hadir dan menolong. Pertolongan Tuhan tidak pernah terlambat. Daud mengalaminya, Gereja juga mengalaminya dalam sejarah. Pada hari ini pikiran kita dibuka untuk tidak meragukan Tuhan dalam hidup kita. Kita memberikan ruang supaya Tuhan Yesus hadir dan membaharui hidup pribadi kita dan jangan pernah meragukan keberadaan-Nya.

PJSDB

Homili Hari Minggu Biasa ke-III/B – 2018)

21/01/2018 by P. John Laba SDB Leave a Comment

Hari Minggu Biasa ke-III/B
Yun. 3:1-5,10
Mzm. 25:4bc-5ab,6-7bc,8-9
1Kor. 7:29-31
Mrk. 1:14-20

Merenung tentang pertobatan pribadi

Kita semua adalah manusia pendosa. Tidak ada seorang pun di dunia yang dapat mengklaim dirinya sebagai orang yang hidup tanpa noda dosa. Hanya Bunda Maria saja sebagai satu-satunya yang dikandung tanpa noda dosa. Dosa memiliki kekuatan yang luar biasa. Paus Fransiskus pernah berkata: “Dosa telah merusak hubungan kita dengan Tuhan, dengan saudara kita, keluarga, masyarakat dan komunitas kita. Dosa selalu menusuk, memisahkan dan membelah kita.” Kekuatan dosa memang luar biasa. Paus Fransiskus pernah bercerita begini: “Saya ingat sebuah cerita dari seorang misionaris tua. Dia bercerita tentang seorang wanita yang pergi ke pengakuan dosa dan dia mulai dengan menceritakan kesalahan suaminya, lalu meneruskan kesalahan mertuanya dan kemudian dosa tetangga-tetangganya. Pada suatu titik tertentu, sang misionaris memberi tahu dia, ‘Tapi Bu, katakan padaku, apakah Anda sudah selesai?’ ‘Tidak … Ya.’ ‘Hebat, Anda telah selesai dengan dosa orang lain, sekarang mulailah memberi tahu saya tentang dosa-dosamu.’” Pengalaman misionaris tua ini adalah pengalaman gereja masa kini. Banyak orang berpikir bahwa mereka mengaku dosa, tetapi sebenarnya mereka sedang mengakui dosa orang lain. Banyak orang sudah kehilangan perasaan berdosa maka mereka selalu mengulangi dosa yang sama.

Sabda Tuhan pada hari Minggu biasa ketiga ini memfokuskan perhatian kita pada semangat pertobatan. Maka saya mengajak kita semua untuk merenung lebih mendalam lagi tentang pertobatan pribadi kita masing-masing. Pertanyaan pendukungnya adalah apakah kita masih memiliki perasaan berdosa atau perasaan berdosa juga sudah hilang dalam diri kita? Dalam bacaan pertama kita mendengar kisah penugasan Yunus oleh Tuhan ke kota Niniwe. Yunus ditugaskan untuk menyerukan pertobatan bagi mereka. Inilah perkataan yang disampaikan oleh Tuhan kepada Yunus supaya diteruskan kepada orang-orang Niniwe: “Empat puluh hari lagi, maka Niniwe akan ditunggangbalikkan.” Perkataan Tuhan melalui Yunus ini tentu mengagetkan sekaligus menakutkan warga kota Ninive yang mengagumkan besarnya dan tiga hari perjalanan luasnya.

Reaksi yang terjadi adalah bahwa orang-orang Niniwe sadar diri dan mereka kembali percaya kepada Allah. Mereka pun mengumumkan puasa kepada seluruh warga kota Ninive. Anak-anak dan orang dewasa mengenakan kain kabung. Kedua hal ini menunjukkan semangat pertobatan mereka di hadirat Tuhan. Di sini ada dua hal yang mengagumkan kita semua. Pertama, Niniwe adalah kota yang tidak dihuni oleh masyarakat bangsa Yahudi tetapi begitu terbuka pada pertobatan yang diwartakan oleh Yunus. Mereka sadar diri untuk kembali kepada Tuhan, dan tidak mau hidup dalam penderitaan akibat kehancuran yang direncanakan Tuhan. Kedua, Dari Tuhan kita belajar sesuatu yang luar biasa. Tuhan Allah menyesal karena malapateka yang sudah dirancangnya bagi masyarakat kita Niniwe. Ia tidak memberikan malapetaka apapun karena mereka bertobat. Di sini Tuhan menunjukkan diri-Nya sebagai Allah yang berbelas kasih kepada kita semua.

Dalam bacaan Injil kita mendengar bahwa Tuhan Yesus datang ke Galilea untuk memberitakan Injil Allah. Hal ini terjadi setelah Yohanes Pembaptis ditangkap oleh Herodes untuk dipenjarakan di Makaronte. Tuhan Yesus berkata: “Waktunya telah genap; Kerajaan Allah sudah dekat. Bertobatlah dan percayalah kepada Injil!” (Mrk 1:15). Waktunya telah genap, saat penyelamatan sudah tiba. Ini benar-benar waktu yang tepat untuk keselamatan. Sejalan dengan ini, St. Paulus berkata: “Sesungguhnya, waktu ini adalah waktu perkenanan itu; sesungguhnya, hari ini adalah hari penyelamatan itu.” (2Kor 6:2). Tuhan Yesus menghadirkan Kerajaan Allah melalui perkataan dan perbuatan-Nya. Setiap kata yang diucapkannya memiliki kekuatan yang luar biasa untuk mentransformasi setiap pribadi. Maka jalan yang tepat adalah bertobat dan percaya kepada Injil sebagai kabar sukacita yang diwartakan Yesus bagi kita semua sebagai Gereja.

Nilai tambah dari Yesus adalah Ia juga memanggil dan memilih para murid perdana sebagai mitra kerja-Nya. Ia mengubah mereka dari status sebagai penjala ikan umumnya menjadi penjala manusia. Menjadi penjala ikan sudah mereka lewati. Menjadi penjala manusia berarti para mitra kerja Yesus yakni Simon, Andreas, Yakobus dan Yohanes berusaha supaya semua orang yang nantinya diberikan Yesus kepada mereka diperhatikan kesejahteraannya secara jasmani dan rohani. Gereja diisi oleh orang-orang yang sejahtera jasmani dan rohaninya. Mereka mahir dalam berdoa, perutnya juga terisi dengan makanan jasmani. Para mitra kerja Yesus ini memberi diri secara total untuk ikut mewartakan Injil dan menyerukan pertobatan kepada semua orang.

Bertobat berarti usaha untuk mengubah kiblat hidup kita hanya tertuju kepada Tuhan. Kita patut bersyukur kepada Tuhan sebab di dalam Gereja, Ia juga memberikan sakramen-sakramen yang dapat membantu kita untuk merasakan kerahiman Allah. Sakramen tobat adalah sakramen yang membuka mata iman kita untuk percaya kepada Tuhan yang mengampuni tanpa batas, yang tidak akan mengingat-ingat dosa dan salah kita. Hanya Tuhan yang mengampuni dosa dan salah kita, membuang dosa kita ke tubir-tubir laut. Maka dalam sakramen tobat, kita tidak hanya sekedar berpikir tentang dosa-dosa kita dan kita akui, tetapi pertobatan yang benar adalah mengenal dosa, menyesali dan tidak mau mengulangi dosa yang sama. Pertobatan adalah tanda kita mengalami Allah hari demi hari.

Apa yang harus kita lakukan?

St. Paulus dalam bacaan kedua mengatakan bahwa dunia yang kita kenal sekarang ini akan berlalu. Sebab itu setiap pengikut Tuhan Yesus Kristus harus berusaha untuk mawas diri. Orang yang menikah seolah-olah tidak menikah, orang-orang yang menangis seolah-olah tidak menangis, orang-orang yang bergembira seolah-olah tidak bergembira, orang yang membeli seolah-olah tidak memiliki apa yang dibelinya. Sikap mawas diri ini perlu dan harus, sebab dapat membatu kita untuk mengalami pertobatan secara radikal. Bertobatlah dan baharuilah hidupmu, percayalah kepada Injil.

PJSDB

Homili 16 Januari 2018

16/01/2018 by P. John Laba SDB Leave a Comment

Hari Selasa, Pekan Biasa ke-II
1Sam. 16:1-13
Mzm. 89:20,21-22,27-28
Mrk. 2:23-28

Engkau begitu berharga di mata Tuhan

Ada seorang pemuda pernah membagi pengalaman masa lalunya dalam sebuah acara pendalaman iman. Ia mengaku pernah memiliki kebiasaan untuk bepikir negatif terhadap Tuhan dan sesama. Ia kesulitan untuk memngahargai hidup sesama di sekitarnya. Pada suatu kesempatan ia mengunjungi sebuah toko buku untuk membeli buku-buku tertentu. Ia melihat sebuah buku yang berjudul: “Engkau begitu berharga di mata Tuhan”. Ia membuka sepintas halaman demi halaman dari buku itu, dan ia percaya bahwa Tuhan sedang bekerja di dalam hidupnya. Ia membeli buku itu, membacanya dan mengalami sebuah transfiormasi yang luar biasa. Kata-kata “Engkau bergitu berharga di mata Tuhan” telah mengubah seluruh hidupnya. Ia sadar diri untuk menghargai sesama di sekitarnya.

Pengalaman akan Allah selalu ditandai oleh usaha pribadi untuk bertobat hari demi hari di hadirat Tuhan. Proses pertobatan menjadi sebuah kesempatan untuk sadar diri bahwa kita memang begitu berharga di mata Tuhan. Raja Daud pernah berdoa begini: “Peliharalah aku seperti biji mata, sembunyikanlah aku dalam naungan sayap-Mu” (Mzm 17:8). Kita percaya bahwa Tuhan memperhatikan kita laksana biji mata-Nya sendiri dan memelihara kita dalam naungan-Nya. Apabila kita percaya pada perkataan Tuhan ini maka dengan sendirinya kita akan menghargai diri kita sendiri dan menghargai sesama manusia seperti biji mata kita sendiri.

Pada hari ini kita mendengar kisah panggilan hidup raja Daud. Ketika itu Tuhan mengutus Samuel untuk pergi ke Rumah Isai orang Bethlehem dan memilih salah seorang puteranya untuk menggantikan Saul sebagai raja Israel. Di antara anak-anak Isai seperti Eliab, Aminadab, Syama dan keempat anak lainnya, semuanya lewat di depan Samuel tetapi Tuhan tidak memilih mereka. Samuel memang sempat tergoda dengan penampilan anak-anak Isai yang bertubuh kekar dan berpikir bahwa di antara mereka bisa menjadi raja Israel. Namun Tuhan berkata: “Jangan terpancang pada paras atau perawakan yang tinggi, sebab Aku telah menolaknya. Bukan yang dilihat manusia yang dilihat Allah. Manusia melihat apa yang di depan mata, tetapi Allah melihat hati” (1Sam 16:7). Ketujuh anak Isai memang lewat di depan Samuel tetapi Tuhan tidak memilih mereka. Samuel bertanya kepada Isai apakah masih ada anaknya yang lain. Isai mengatakan ada anaknya yang paling kecil namanya Daud. Ia sedang mengembalakan domba-domba. Ia meminta Isai untuk memanggilnya. Daud memiliki kekhasan: kulitnya kemerah-merahan, matanya indah dan parasnya elok. Tuhan meminta Samuel untuk mengurapi Daud sebagai pilihan-Nya. Sejak saat itu Roh Kudus menyertai Daud.

Kisah panggilan Daud ini menunjukkan kepada kita betapa berharganya Daud di hadirat Tuhan. Ia adalah anak yang paling kecil, memiliki tubuh mungil dan bekerja sebagai gembala. Mungkin saja ia bukanlah anak andalan dalam keluarga Isai namun Tuhan memilih dia untuk menjadi raja Israel menggantikan Saul. Pilihan Tuhan jatuh pada orang yang dianggap lemah oleh manusia tetapi nantinya menjadi orang kuat di hadirat Tuhan sendiri dan umat pilihan-Nya. Tuhan sendiri berkata: “Telah Kutaruh mahkota di atas kepala seorang pahlawan, telah Kutinggikan seorang pilihan dari antara bangsa itu. Aku mendapatkan Daud hamba-Ku. Aku telah mengurapinya dengan minyak-Ku yang kudus, maka tangan-Ku tetap menyertai dia, bahkan tangan-Ku meneguhkan dia” (Mzm 89: 20-22).

Dengan merenungkan kisah panggilan dan pengudusan Daud sebagai raja pilihan Tuan ini, kita merenungkan kisah panggilan dan pilihan kekudusan kita di hadirat Tuhan yang mahakudus. Kita juga tidak berbeda dengan Daud. Mungkin saja kita dianggap tidak layak oleh sesama yang lain. Tetapi bahwa ukuran kelayakan itu seutuhnya milik Tuhan bukan milik kita sebagai manusia yang rapuh. Sebab itu kita bersyukur sebab kita begitu berharga di mata Tuhan. Kita bahkan menjadi biji mata Tuhan sendiri.

Dalam bacaan Injil kita berjumpa dengan sosok Yesus yang benar-benar menghargai nilai kehidupan para murid-Nya. Ketika mereka menyusuri ladang gandum pada hari Sabat, para murid kelaparan sehingga mereka memetik bulir-bulir gandum dan memakannya. Kaum Farisi mempersalahkan mereka sebab mereka tidak menghormati hari Sabat. Yesus dengan tegas mengambil contoh pengalaman Daud (1Sam 21:4-7) dan mengatakan: “Hari Sabat diadakan untuk manusia dan bukan manusia untuk hari Sabat. Jadi Anak Manusia adalah Tuhan atas hari Sabat” (Mrk 2: 27-28).

Mari kita memandang Yesus dalam Injil. Ia berani melawan arus. Ia tidak takut terhadap siapapun. Ia menghargai para murid-Nya, menerima mereka apa adanya. Ketika mereka lapar, Ia memberi kesempatan kepada mereka untuk makan. Ia bukan seorang yang bersifat legalistis tetapi lebih mengutamakan belas kasih kepada manusia yang sangat membutuhkan. Yesus juga membuka wawasan kita bahwa manusia memang sungguh berharga di mata Tuhan. Dengan perkataan-Nya bahwa Hari Sabat diadakan untuk manusia dan bukan manusia untuk Hari Sabat, Tuhan Yesus telah menolong kita untuk berusaha menghargai nilai-nilai kehidupan manusia.

Pada hari ini Tuhan memanggil kita untuk dua hal berikut ini. Pertama, kita belajar untuk melihat jati diri, bagian terdalam dalam hidup manusia. Semakin kita mengenal jati diri sesama, semakin kita juga menghargai nilai kehidupannya. Kita boleh berkata: “Engkau saudara dan saudariku, begitu berharga di mata Tuhan”. Kedua, kita belajar untuk memiliki pikiran positif kepada sesama. Banyak kali mungkin kita masih berpikiran negatif, sekaran kita belajar untuk berpikir positif. Tuhan Yesus tidak berpikiran negatif kepada kaum Farisi, tetapi mengambil contoh energi positif dari Kitab Suci sendiri untuk menyadarkan mereka.

Apakah kita dapat menghargai nilai hidup sesama dan berpikiran positif terhadap sesama?

PJSDB

Homili Hari Minggu Biasa ke-II/B – 2018

14/01/2018 by P. John Laba SDB Leave a Comment

Hari Minggu Biasa ke-II/B
1Sam. 3:3b-10,19
Mzm. 40:2,4ab,7-8a,8b-9,10
1Kor. 6:13c-15a,17-20
Yoh. 1:35-42

Merenungkan Panggilan Hidup Kita

Pada hari ini kita memasuki hari Minggu kedua dalam masa Biasa tahun B. Kita memulai perayaan syukur dengan sebuah Antifon Pembuka, bunyinya: “Seluruh bumi hendaknya sujud menyembah Dikau, ya Allah, dan bermazmur bagi-Mu, meluhurkan nama-Mu, ya Allah yang Mahatinggi.” (Mzm 66:4). Antifon Pembuka ini membuka pikiran kita untuk mengerti rencana Tuhan bagi kita semua secara pribadi maupun bersama sebagai Gereja. Kita semua diajak untuk sujud menyembah Tuhan sebab Dia adalah Pencipta kita, kita adalah umat kesayangan-Nya. Kita adalah anak-anak Tuhan yang perlu dan harus bersyukur dengan bermazmur dan meluhurkan nama-Nya yang kudus. Kita semua bersyukur dan bermazmur sebab Ia telah memanggil kita dengan sebuah panggilan istimewa yang sudah sedang kita hayati secara pribadi.

Bacaan-bacaan Kitab Suci pada hari Minggu ini berbicara tentang sejarah panggilan figur tertentu di dalam Kitab Suci. Dalam bacaan pertama kita mendengar kisah panggilan Samuel untuk menjadi nabi. Kita mengingat kembali kisah hidup Samuel. Ibunya bernama Hanna dan ayahnya Elkana. Ketika sudah mengalami usia senja, Hana datang ke rumah Tuhan di Silo untuk berdoa. Ia memohin supaya Tuhan yang mahabaik memberikan sebuah hadiah kepada keluarganya yakni seorang anak laki-laki. Sambil berdoa, ia sempat dimarahi imam Eli karena dikira ia sedang mabuk dan berbicara sembarangan di rumah Tuhan. Hanna menjelaskan kepada imam Eli bahwa ia berdoa seraya meminta tolong supaya Tuhan memberikannya seorang anak laki-laki. Anak itu akan langsung dipersembahkan kepada Tuhan. Apa yang terjadi? Sekembalinya dari Rumah Tuhan di Silo, Hanna hamil dan melahirkan seorang anak laki-laki. Ia menamainya Samuel. Nama Samuel sendiri memiliki dua arti penting yakni Samuel artinya “namanya adalah Allah” dan arti kedua adalah “mendengar Allah”. Nama anak laki-laki Hanna ini sangat mencerminkan pribadi Samuel di masa depan sebagai nabi.

Sejak kecil Samuel dipersembahkan kepada Tuhan. Sebab itu siang dan malam ia tinggal di dalam Rumah Tuhan. Ia tidur di dekat Tabut Perjanjian atau Tabut Allah. Pada waktu itu Samuel masih kecil tetapi ia sudah mendapat panggilan dari Tuhan. Sebanyak tiga kali namanya dipanggil, dan imam Eli membantunya untuk mengerti bahwa yang memanggilnya adalah Tuhan. Ia diajari imam Eli untuk menjawabi panggilan Tuhan dengan berkata: “Bersabdalah, ya Tuhan, hamba-Mu mendengarkan”. Perikop kita menambahkan bahwa Samuel yang dipanggil Tuhan ini bertambah besar dan Tuhan menyertai Dia. Tidak ada satu pun dari Firman Tuhan yang dibiarkannya gugur.

Apa yang indah dari panggilan Samuel ini? Samuel dipanggil sejak usia dini untuk mengabdi Tuhan. Ciri khas panggilan kenabian dari Tuhan adalah kesediaan sang manusia untuk taat kepada Tuhan yang memanggilnya secara istimewa. Ia memiliki semangat kemiskinan bathin, mampu membuka hatinya supaya dapat menerima Tuhan yang memanggilnya, ia setia melakukan perutusan yang Tuhan berikan kepadanya. Untuk menjadi seorang nabi maka Sabda Tuhan menjadi dasar sekaligus kekuatan baginya. Semua hal yang saya singgung ini dimiliki oleh Samuel. Ia datang untuk melakukan kehendak Tuhan.

Dalam bacaan Injil kita mendengar kisah panggilan dari para murid perdana. Penginjil Yohanes mengisahkan bahwa pada suatu kesempatan Yohanes Pembabtis sedang berdiri bersama para muridnya di tepi sungai Yordan. Ketika itu Yesus yang datang untuk dibaptis Yohanes lewat di depan mereka. Ia berkata kepada murid-muridnya: “Lihatlah Anak Domba Allah”. Hal ini tentu mengagetkan para muridnya. Namun para murid mendengar dan mengambil sikap dengan meninggalkannya dan mengikuti Yesus sang Anak Domba Allah. Yesus bertanya kepada mereka: “Apakah yang kamu cari?” Mereka menjawab: “Rabi, di manakah Engkau tinggal.” Yesus menjawab mereka: “Mari dan kamu akan melihatnya” Kedua murid Yohanes yakni Andreas dan Yohanes mengikuti Yesus, melihat di mana Ia tinggal dan merekapun tinggal bersama-Nya. Waktu setempat menunjukkan pukul 4 sore. Tinggal bersama Yesus dalam Injil Yohanes berarti mengalami kehidupan Yesus, berbagi dengan hidup Yesus. Para murid yang sudah mengalami Yesus dengan sendirinya pergi dan memanggil saudara-saudaranga seperti Andreas yang menagatakan kepada Simon: “Kami telah melihat Mesias”. Simon datang kepada Yesus dan mengalami pembaharuan diri. Namanya bukan lagi Simon melainkan Cefas artinya artinya Petrus.

Dalam Bacaan kedua, St. Paulus memberikan kriteria yang tepat bagaimana menjawabi panggilan dan mengikuti Tuhan Yesus. Pada saat itu umat di Korintus sedang mengalami kemerosotan moral. Mereka dikuasai oleh nafsu-nafsu duniawi. Paulus menasihati mereka supaya sadar diri bahwa tubuh mereka bukanlah untuk percabulan melainkan untuk Tuhan dan Tuhan untuk tubuh. Tubuh manusiawi adalah kudus karena merupakan bagian dari Kristus (Gereja) dan menjadi tempat tinggal Roh Kudus. Sebab itu setiap orang mesti sadar diri bahwa melalui sakramen pembaptisan kita semua mengalami pengudusan. Kita menjadi kudus dan tak bercacat di hadirat Tuhan. Lagiu pula tubuh yang fana ini telah ditebus oleh Tuhan dengan darah-Nya yang mahal. Maka Paulus mengharapkan supaya setiap orang perlu memuliakan tubuh-Nya.

Apa yang Tuhan hendak katakan kepada kita?

Pertama, kita semua diajak untuk bersyukur atas panggilan kita masing-masing. Tuhan memanggil kita untuk melakukan karya perutusan-Nya. Saya sebagai imam menghayati panggilan saya dengan setia melayani Tuhan dan sesama sampai tuntas. Para suami dan istri bersyukur untuk panggilannya sebagai satu pasangan, satu daging yang tidak dapat dipisahkan oleh siapapun.

Kedua, kita dipanggil untuk menghargai nilai-nilai kehidupan khususnya nilai-nilai tubuh kita. Kalau kita menghargai nilai tubuh kita maka dengan sendirinya kita juga akan menghargai nilai tubuh sesama yang lain.

Mari kita bersyukur kepada Tuhan karena Sabda-Nya hari ini mampu mentransformasi hidup kita.

PJSDB

Food For Thought: Cobalah untuk Sign Out

11/01/2018 by P. John Laba SDB Leave a Comment

Cobalah untuk Sign Out!

Saya senang membaca status seorang sahabat di media sosial berbunyi: “Cobalah untuk sign out”. Saya membayangkan sahabat ini. Mungkin saja ia baru mencoba untuk Sign Out dalam hal tertentu di dalam hidupnya. Misalnya, dia mungkin mau Sign Out dari lingkungan dan aktivitas sosial, Sign Out dari kebiasaan-kebiasaan buruknya dalam hidup bersama, atau Sign Out dari media sosial itu sendiri. Sambil merenungkan kata-kata dalam status sahabat ini, saya merasa bahwa kata-kata “cobalah untuk sign out” ini juga membangkitkan kesadaran saya untuk tidak hanya berfokus pada Sign In atau Log in tetapi berusaha untuk Sign Out atau Log Out supaya lebih mampu hidup bersama orang lain dan berusaha menerima sesama apa adanya.

Kita mengenal istilah Sign Out ini dalam dunia komunikasi, terutama di era digital ini. Ketika menemukan kata Sign Out ini, pikiran kita langsung tertuju pada berbagai jenis gadget yang kita miliki secara pribadi. Ada istilah-istilah yang selalu ada bersama-sama dengan Sign Out. Misalnya, disconnect, online, log out atau sign out, upload, wireless broadband, sign in atau login dan lain sebagainya. Kata-kata ini memiliki kekuatan luar biasa yang dapat mentransformasi seluruh hidup kita menjadi lebih baik atau menjadi lebih jelek dan jahat. Pada prinsipnya, Sign Out merupakan proses kita keluar dari sebuah halaman web yang hanya dapat diakses oleh seseorang yang memiliki user id dan password.

Bagaimana prosesnya? Pada saat mengatur computer atau gadget yang kita miliki, kita tentu memulainya dengan membuat akun pribadi, misalnya akun pribadi menggunakan google.com. Kita dapat memanfaatkan email dengan menggunakan google mail. Kita juga dapat menggunakan fitur-fitur lain seperti google plus. Untuk itu pertama-tama kita harus membuat akun google yang akan sangat membantu menggunakan gadget atau komputer yang kita miliki. Setelah selesai mengatur akun google, kita akan Sign Out (keluar) atau Log Out sampai sign in di kesempatan yang berbeda.

Di sini saya tidak bermaksud untuk menjelaskan kata Sign Out secara ilmiah, tetapi hanya coba untuk merefleksian kalimat “cobalah untuk Sign Out” saja:

Cobalah Sign Out hai para ibu dan bapa supaya anda lebih fokus pada pekerjaan dan tugas yang anda emban yakni sebagai pendidik nomor satu, pertama dan terutama bagi anak-anakmu. Banyak kali para ibu dan bapa sulit untuk Sign Out dari HP dan gadget lainnya. Ibu dan bapa memiliki kecenderungan untuk tetap fokus pada gadget dan dunia mayanya dari pada dunia nyata. Akibatnya anak-anak tidak diperhatikan, pasangan hidup tidak diperhatikan, tidak ada kesempatan untuk bersosialisasi. Tidak ada cinta kasih yang nyata. Hanya ada cinta di dunia maya.

Cobalah Sign Out hai anak-anak di dalam keluarga masing-masing. Anak-anak adalah tanda kasih Allah bagi setiap keluarga. Sebab itu anak-anak harus memiliki perilaku sebagai tanda kasih Allah bagi keluarga. Banyak kali anak-anak lebih menjadi tanda kasih bagi HP dan aneka gadget yang sedang dimilikinya dari pada menjadi tanda kasih bagi orang tua dalam keluarga.

Paus Fransiskus pernah mengatakan bahwa untuk mengetahui apakah sebuah keluarga benar-benar keluarga katolik, dapatlah dilihat dalam suasana kebersamaan di meja makan. Kalau saat bersama di meja makan, orang tua lebih memilih sibuk dengan gadget dan dunia mayanya maka keluarga itu palsu. Kalau anak-anak masih sibuk dengan gadgetnya maka keluarga itu sama dengan sebuah asrama saja. Maka cobalah Sign Out supaya membangun keluarga yang kudus di hadirat Tuhan.

Cobalah Sign Out hai para pegawai swasta dan negeri yang selalu menggunakan waktu untuk bersukaria di dunia maya, tetap online saat berada di tempat kerja karena anda sedang membangun rasa ketidakadilan. Anda menuntut kenaikan gaji pada perusahaan, tetapi pada saat bekerja anda memilih Online dan lalai dalam bekerja. Anda menuntut upah yang layak tetapi anda tidak bekerja secara profesional karena masih aktif di dunia maya.

Cobalah Sign Out hai para pemimpin dan pemerintah. Banyak kali anda lebih fokus pada gadget sehingga lalai dalam melakukan tugas perutusanmu dengan baik. Betapa tidak eloknya ketika anda berjumpa dengan orang lain, anda berbicara sambil memperhatikan gadgetmu dari pada memperhatikan orang di depanmu. Bukankah anda adalah pelayan masyarakat? Beranilah melawan lupa.

Cobalah untuk Sign Out hai para calon frater, bruder dan suster. Banyak kali anda berbohong kepada pembinamu bahwa anda tidak menggunakan HP tetapi ternyata anda menggunakannya sembunyi-sembunyi. Anda tidak pernah membeli pulsa karena memiliki uang yang anda sembunyikan. Anda akan menjadi pastor, bruder dan suster yang suka menipu karena anda terbiasa menipu saat masih muda.

Cobalah untuk Sign Out hai para Romo dan para gembala umat. Karena dalilmu bahwa di dalam setiap Smartphone ada aplikasi Missale, Ibreviary dan lainnya maka kemana-mana anda membawa Smartphone dan lupa buku Brevir dan Alkitab. Bukankah anda memiliki buku-buku Misale dan Brevir itu untuk membantumu lebih fokus dalam doa dan ibadat? Mengapa tidak menggunakannya pada tempatnya, tetapi memilih Smartphone untuk Online pada saat berdoa, bermeditasi, makan bersama di komunitas, dalam pertemuan bersama di komunitasmu? Mudah sekali anda membenarkan diri di depan hal-hal yang kudus padahal ada kecendrungan bagimu untuk chating saat sedang berdoa. Hidup rohanimu akan kering maka anda bukanlah Alter Christus yang layak.

Pada zaman ini banyak orang memang masih kesulitan untuk Sign Out. Sikap lepas bebas sudah tumpul dan tidak bermakna lagi. Semua orang dari anak-anak hingga orang dewasa, dari berbagai profesi sulit untuk Sign Out. Akibatnya dunia kita semakin rapuh. Relasi antar pribadi juga makin rapuh. Hidup pribai kita sebagai makhluk sosial semakin rapuh.

Cobalah Sign Out sejenak saja…

PJSDB

« Previous Page
Next Page »

Tentang Saya

Saya seorang hamba Tuhan yang melayaniNya siang dan malam, anggota Serikat Salesian Don Bosco yang bergabung sejak tahun 1989. Kini saya dipanggil Pater John dan melayani di Jakarta

Artikel Terbaru

  • Homili 23 April 2018 23/04/2018
  • Homili Hari Minggu Paskah – IV/B – 2018 22/04/2018
  • Food For Thought: Solo Jesus basta! 21/04/2018
  • Homili 21 April 2018 21/04/2018
  • Food For Thought: Jangan marah-marah… 20/04/2018

Situs Lainnya

  • Salesian Don Bosco
  • Vatican
  • Renungan Audio – Daily Fresh Juice
  • Renungan Pria Katolik

Arsip

  • April 2018 (16)
  • March 2018 (14)
  • February 2018 (8)
  • January 2018 (17)
  • December 2017 (23)
  • November 2017 (31)
  • October 2017 (29)
  • September 2017 (38)
  • August 2017 (28)
  • July 2017 (18)
  • June 2017 (24)
  • May 2017 (33)
  • April 2017 (18)
  • March 2017 (40)
  • February 2017 (23)
  • January 2017 (22)
  • December 2016 (23)
  • November 2016 (31)
  • October 2016 (24)
  • September 2016 (36)
  • August 2016 (36)
  • July 2016 (32)
  • June 2016 (27)
  • May 2016 (42)
  • April 2016 (25)
  • March 2016 (41)
  • February 2016 (45)
  • January 2016 (31)
  • December 2015 (26)
  • November 2015 (24)
  • October 2015 (60)
  • September 2015 (44)
  • August 2015 (49)
  • July 2015 (56)
  • June 2015 (56)
  • May 2015 (57)
  • April 2015 (46)
  • March 2015 (52)
  • February 2015 (51)
  • January 2015 (58)
  • December 2014 (46)
  • November 2014 (43)
  • October 2014 (49)
  • September 2014 (46)
  • August 2014 (42)
  • July 2014 (39)
  • June 2014 (39)
  • May 2014 (38)
  • April 2014 (44)
  • March 2014 (41)
  • February 2014 (46)
  • January 2014 (55)
  • December 2013 (43)
  • November 2013 (42)
  • October 2013 (46)
  • September 2013 (31)
  • August 2013 (33)
  • July 2013 (32)
  • June 2013 (36)
  • May 2013 (33)
  • April 2013 (34)
  • March 2013 (40)
  • February 2013 (33)
  • January 2013 (33)
  • December 2012 (36)
  • November 2012 (33)
  • October 2012 (50)
  • September 2012 (40)
  • August 2012 (41)
  • July 2012 (35)
  • June 2012 (30)
  • May 2012 (33)
  • April 2012 (36)
  • March 2012 (47)
  • February 2012 (42)
  • January 2012 (38)
  • December 2011 (35)
  • November 2011 (31)
  • October 2011 (2)

Bulan

  • April 2018
  • March 2018
  • February 2018
  • January 2018
  • December 2017
  • November 2017
  • October 2017
  • September 2017
  • August 2017
  • July 2017
  • June 2017
  • May 2017
  • April 2017
  • March 2017
  • February 2017
  • January 2017
  • December 2016
  • November 2016
  • October 2016
  • September 2016
  • August 2016
  • July 2016
  • June 2016
  • May 2016
  • April 2016
  • March 2016
  • February 2016
  • January 2016
  • December 2015
  • November 2015
  • October 2015
  • September 2015
  • August 2015
  • July 2015
  • June 2015
  • May 2015
  • April 2015
  • March 2015
  • February 2015
  • January 2015
  • December 2014
  • November 2014
  • October 2014
  • September 2014
  • August 2014
  • July 2014
  • June 2014
  • May 2014
  • April 2014
  • March 2014
  • February 2014
  • January 2014
  • December 2013
  • November 2013
  • October 2013
  • September 2013
  • August 2013
  • July 2013
  • June 2013
  • May 2013
  • April 2013
  • March 2013
  • February 2013
  • January 2013
  • December 2012
  • November 2012
  • October 2012
  • September 2012
  • August 2012
  • July 2012
  • June 2012
  • May 2012
  • April 2012
  • March 2012
  • February 2012
  • January 2012
  • December 2011
  • November 2011
  • October 2011

Copyright © 2018 · Beautiful Pro Theme on Genesis Framework · WordPress · Log in