Food For Thought: Bersyukur

Terima kasih ya

Saya mengingat sebuah pengalamanku. Pada saat itu saya sedang melakukan perjalanan ke negara lain dan sedang berada di ruang tunggu keberangkatan internasional. Saya biasanya mengisi waktu luang dengan menulis atau membaca. Kali ini saya melihat baterai laptop saya sudah merah maka buru-buru saya save data dan mematikannya. Saya mengambil buku baru yang barusan saya beli di airport berjudul ‘Social inteligence’ karya Daniel Goleman dan membacanya dari halaman pertama yaitu bagian kata pengantar dan seterusnya. Rasanya saya menjadi autis saat itu karena tidak memperhatikan siapapun di samping saya kecuali tas yang ada di dekat kaki saya. Tiba-tiba seorang yang duduk di samping saya, seorang wanita muda meminta saya untuk memperhatikan tas dan barang bawaan lainnya karena dia mau membeli sesuatu di bar. Saya mengiakannya. Setelah setengah jam wanita itu kembali ke tempat dan mengucapkan terima kasihnya. Ia berkata: “Saya meminta maaf karena cukup lama meninggalkan barang-barang saya. Tetapi saya percaya bahwa anda orang baik dan dapat menjaga barang bawaanmu dan barang-barang bawaanku. Terima kasih ya”.

Saya selalu mengingat pengalaman ini. Seharusnya tidak perlu terjadi hal seperti ini yakni menitip barang-barang bawaan kepada orang yang tidak dikenal. Banyak hal negatif tak terduga yang bisa terjadi. Namun anehnya dia berani menitipnya dan saya pun menerimanya. Saya sadar dan yakin saja bahwa wanita itu orang baik yang sedang melakukan perjalanan seperti saya. Dia juga mungkin yakin bahwa jeruk tidak mungkin makan jeruk. Hahahaha. Hal yang menarik perhatian dan permenungan saya adalah rasa trust kepada orang lain dan selalu berpikiran positif. Wanita yang tidak kukenal ini menganggap saya orang baik meskipun ia belum mengenalku. Hingga saya meninggalkannya di airport, saya juga belum sempat menanyakan nama dan asal negaranya. Tetapi saya belajar bagaimana pada saat-saat tertentu selalu memiliki trust dan pikiran positif kepada orang lain.

Tuhan sendiri tidak pernah kita lihat. Dia adalah Allah yang tidak kelihatan. Namun kita percaya bahwa Dialah Allah yang menciptakan kita, langit, bumi dan isinya juga Ia ciptakan bagi kita dan memberinya gratis. Ia tidak menuntut kita untuk membalas atau membayarnya. Ia hanya menutut kita untuk bersyukur. Tuhan memperhatikan kita tanpa menuntut bayaran dan balasan apapun. Tuhan kita memang beda!

Pada hari ini saya tertarik dengan sebuah perkataan Nabi Yeremia. Bunyinya: “Tuhan Allah menjaga kita seperti gembala menjaga kawanan dombanya” (Yer 31:10d). Pernahkah anda membayangkan jati diri seorang gembala sejati? Saya memperhatikan para gembala di Palestina. Mereka menggembalakan domba dengan baik. Mereka hadir dan aktif bersama kawanannya. Pada waktu itu saya melihat mereka juga sudah menggunakan HP tetapi belum masuk kategori kecanduan HP sampai lalai dalam menjalani tugas utamanya. Manusia zaman now baru kecanduan sehingga tidak memperhatikan orang lain di sekitarnya.

Saya percaya akan perkataaan nabi Yeremia ini. Tuhan Allah menjaga kita seperti gembala menjaga kawanan dombanya. Tuhan menjaga dan melindungi kita. Kadang-kadang kita merasa sendirian, hati nurani kita seakan mengatakan bahwa Tuhan sudah begitu jauh dari diri kita. Itulah pikiran kita yang mengadili Tuhan, padahal Tuhan tidak pernah jauh. Ia menyertai kita, menjaga kita karena Dialah Imanuel. Tuhan Allah kita laksana gembala baik yang selalu hadir aktif di tengah-tengah domba gembalaannya. Tuhan tidak pernah lupa dengan kita, kita yang selalu lupa sama Dia.

Pada hari ini kita coba mengubah kiblat hidup kita. Arahkanlah kiblatmu kepada Tuhan. Dialah yang menjagamu kapan dan di mana saja. Dialah yang melindungimu di saat-saat senang dan susah. Dia adalah kasih! Maka sampaikanlah rasa syukur dan pujianmu dalam doa dan Mazmur sambil berkata: “Tuhanku, terima kasih ya”.

Semangat memasuki pekan suci dan katakanlah terima kasih kepada Tuhan.

PJ-SDB

Leave a Reply

Leave a Reply