Food For Thought: Seni menjalani hidup

Seni Menjalani Hidup

Selama beberapa hari terakhir ini saya kembali membaca tulisan “Sang Alkhemis” dari Paulo Coelho. Saya tertarik dengan kata-kata yang inspiratif ini: “Kalau kita bergaul dengan orang-orang yang sama setiap hari, pada akhirnya kita menjadi bagian dari hidup orang itu. Lalu kita ingin orang itu berubah. Kalau orang itu tidak seperti yang dikehendaki orang-orang lain maka orang-orang lain itu menjadi marah. Orang tampaknya selalu merasa lebih tahu, bagaimana orang lain seharusnya menjalani hidup, tapi mereka tidak tahu bagaimana seharusnya menjalani hidup sendiri.”

Saya tersenyum sendiri sambil berkata dalam hati bahwa Mr. Coelho sedang mencolek banyak di antara kita. Barangkali Mr. Coelho sedang membagi pengalam pribadinya dengan kita terutama bagaimana kita menjalani hidup ini seada dan senyatanya di dunia. Ia mengatakan: “Kalau kita bergaul dengan orang-orang yang sama setiap hari, pada akhirnya kita menjadi bagian dari hidup orang itu.” Perkataan ini sangat jelas merupakan bagian dari pengalaman hidup kita setiap hari sebagai makhluk sosial. Kita sedang hidup di dalam keluarga, komunitas dan masyarakat sosial. Para behaviorist berpendapat bahwa lingkungan di mana kita berada sangat mempengaruhi proses mental kita. Maka di dalam keluarga masing-masing, anak-anak pasti belajar dari orang tuanya, semua yang mereka lihat, dengar dari perilaku hidup mereka di hadapan Tuhan dan sesama.

Kita menyaksikan pribadi-pribadi tertentu yang tampaknya selalu merasa lebih tahu, bagaimana orang seharusnya menjalani hidup pribadinya. Sungguh aneh tapi nyata! Orang-orang seperti ini tanpa malu-malu ikut memasuki privacy orang lain dan mau ikut mengaturnya. Saya pernah berbicara dengan sepasang suami dan istri. Mereka sedang mengalami masalah besar sebab orang tua tetap ikut mengatur kehidupan rumah tangga mereka. Bahkan sampai menu makan dan cara menyetrika baju kemeja juga diatur oleh ibu. Mulanya kelihatan tanpa masalah, tetapi lama kelamaan menjadi masalah. Seharusnya, biarkanlah anak-anak mengatur dirinya. Mereka sudah dewasa makanya berani berumah tangga. Orang tua selalu bercermin pada pengalaman pribadinya dan lupa bahwa anak-anak memang sudah memasuki dunia orang tua juga. Apakah yang begini masih masuk kategori seni menjalani hidup?

Satu hal lagi tentang seni menjalani hidup adalah ada orang yang suka mencampuri urusan orang lain tetapi orang itu sendiri tidak tahu bagaimana menjalani hidupnya sendiri. Ini memang lebih lucu! Bagaimana mau mengurusi orang lain sementara diri sendiri tidak terurus? Kita tidak menutup telinga kita terhadap gosip. Ketika orang bergosip, pikiran mereka adalah bahwa mereka semua sudah berada di dalam surga, dan lupa bahwa kaki mereka masih berada di atas tanah. Orang mengatakan ketidaksempurnaan hidup orang lain sementara hidup pribadinya tidak sempurna. Hmmm ini juga sebuah seni menjalani hidup.

Pikiran kita kiranya terbuka untuk memahami realitas hidup kita setiap hari. Untuk menjalani hidup pribadi kita maka perlu melewati pengalaman-pengalaman hidup seperti ini. Pengalaman ini akan semakin mendewasakan kita untuk menjalani hidup ini. Kita perlu mengubah mindset kita terhadap hidup pribadi orang lain. Sesama adalah dirimu sendiri, dan dirimu adalah sesamamu.

Saya mengakhiri refleksi ini dengan meminjam perkataan Mahatma Gandhi. Ia berkata: “Hiduplah seolah engkau mati besok. Belajarlah seolah engkau hidup selamanya.”

PJ-SDB

Leave a Reply

Leave a Reply