Homili 17 Juli 2018

Hari Selasa, Pekan Biasa ke-XV
Yes. 7:1-9
Mzm. 48:2-3a,3b-4,5-6,7-8
Mat. 11:20-24

WWJD

Saya memberi judul homili saya hari ini WWJD. Mungkin ada yang berpikir bahwa saya salah menulisnya. Bukan demikian! WWJD adalah sebuah singkatan yang belakangan ini Paus Fransiskus katakan sebagai sebuah password yang perlu kita miliki sebagai pengikut Tuhan Yesus Kristus. Jadi WWJD kepanjangannya adalah What Would Jesus Do? Apa yang akan Tuhan Yesus lakukan? Kata kunci WWJD ini membantu kita untuk membayangkan bahwa sekiranya Tuhan Yesus berada di tengah-tengah kita saat ini, apa yang akan Ia lakukan bagi kita? Apa yang akan Ia katakan kepada kita? Apa saja harapan-Nya bagi kita yang mengaku mengikuti-Nya dari dekat? Lalu apa kiranya jawaban kita kepada-Nya sebagai orang yang sedang mengikuti dan mengimani-Nya? Apakah kita mampu mendengar dan memberi jawaban yang tepat? Dan masih banyak pertanyaan reflektif dan inspiratif dari kata WWJD ini.

Pada hari ini kita berjumpa dengan Tuhan Yesus yang tampil beda di hadapan umum. Kali ini Ia menunjukkan kuasa dan wibawa-Nya dalam berkata-kata. Penginjil Matius mengatakan bahwa Yesus mulai mengecam kota-kota yang tidak bertobat padahal kota-kota itu menjadi tempat penting di mana Ia melakukan banyak mukjizat. Kota-kota yang mengalami kecaman Yesus dengan kata-kata “Celakalah” adalah Khorazim, Betsaida, dan Kapernaum sebab mereka tidak bertobat dan percaya kepada Injil yang Tuhan Yesus wartakan kepada mereka.

Tuhan Yesus mengatakan “Celakalah” kepada warga Khorazim yang tinggal berdekatan dengan warga bukit Sabda Bahagia dan dari kota Khorazim ini kota Betsaida dapat dilihat dari kejauhan. Mengapa Tuhan Yesus mengecam mereka setelah melakukan banyak mukjizat di sana? Sebab hati mereka tertutup kepada rahmat keselamatan dari Tuhan. Kedua kota ini bahkan Tuhan Yesus bandingkan dengan tempat-tempat di luar komunitas Yahudi yang kebanyakan orang menganggapnya tidak ada keselamatan bagi mereka yakni Tirus dan Sidon. Yesus mengatakan bahwa tanggungan kedua kota asing ini akan lebih ringan karena mereka bertobat dibandingkan dengan Khorasim dan Betsaida yang mengalami banyak mukjizat tetapi tidak mau bertobat.

Tuhan Yesus mengecam kota Kapernaum, kota-Nya sendiri. Ia membandingkannya dengan kota Sodom yang pernah hancur dalam dunia Perjanjian Lama. Kota Kapernaun akan direndahkan sampai ke dunia orang mati dibandingkan dengan kota Sodom. Orang-orang Kapernaum memang merasakan kehadiran Tuhan Yesus. Ia melakukan banyak mukjizat dan mengajar dengan kuasa dan wibawa di kota ini namun sayang sekali karena mereka tidak bertobat. Sebab itu mereka tidak akan dinaikan setinggi langit. Mereka justru direndahkan secara ekstrim sampai ke dunia orang mati. Tanggungan mereka akan lebih berat pada hari penghakiman terakhir dibandingkan dengan tanggungan Sodom yang pernah jatuh dalam dosa.

Tuhan hendak menegakkan kota-kota-Nya untuk selama-lamanya (Mzm 48:9d). Hal yang sama dilakukan oleh Yesus Putera-Nya dengan mengecam kota-kota yang disebutkan di atas karena mereka tidak bertobat. Mengecam dengan kata “celakalah” menunjukkan kesedihan, derita dan rasa kasihan yang besar dari Yesus kepada mereka. Yesus melihat orang-orang saat itu memiliki mata tetapi tidak melihat, memiliki telinga tetapi tidak mendengar. Mereka mengalami mukjizat tetapi tidak merasa apa-apa. Tidak ada rasa syukur dari dalam hati kepada Tuhan.

Pengalaman Yesus adalah pengalaman kita semua. Banyak kali kita juga merasa kecewa, dengan orang-orang yang kita layani. Kita merasa kecewa karena mereka tidak berubah menjadi lebih baik lagi, tidak memiliki rasa syukur atas pelayanan kita. Kita juga bisa sampai ke titik ekstrim dengan mengatakan “Rasanya saya tidak berguna lagi”. Kita membuang wakti saja untuk melayani mereka. Memang menyedihkan dan ini sangat manusiawi. Tetapi Tuhan Yesus membantu kita untuk tidak berhenti dalam melayani. Kita tidak boleh berhenti untuk melanjutkan mukjizat-mukjizat Tuhan bagi sesama.

Pada hari ini Tuhan mengubah mindset kita. Menjadi orang katolik saja tidak cukup. Menerima baptisan saja tidak cukup. Kita harus melakukan dan mengalami transformasi, perubahan arah hidup yang jelas dalam proses pertobatan kita. Bertobat berarti kita sadar diri untuk berbalik kepada Tuhan secara radikal dan total. Banyak kali kita puas sebagai orang katolik karena baptisan saja tetapi kita tidak mau bertobat. Kita tidak jauh berbeda dengan kota-kota yang dikecam Yesus ini karena menutup diri, tidak mau bertobat, merasa diri suci dan tidak merasa berdosa dalam diri kita. Mari kita berubah menjadi lebih baik lagi dengan memulai pertobatan yang benar. Pikirkanlah sekiranya Yesus berada di hadapanmu, apa yang Ia akan lakukan kepadamu? WWJD

PJ-SDB

Leave a Reply

Leave a Reply