Homili 7 Agustus 2018

Hari Selasa, Pekan Biasa ke-XVIII
Yer 30:1-2.12-15.18-22
Mzm 102:16-18.19-21. 29.22-23
Mat 14: 22-36

Menjadi umat Allah yang benar

Saya pernah berbincang-bincang dengan sekelompok umat yang selalu aktif, tanpa pamrih bagi Gereja di sebuah Paroki. Salah seorang di antara mereka mengakui bahwa menjadi umat Allah yang benar itu sebuah panggilan. Sebagai sebuah panggilan maka ia berusaha untuk mendedikasikan dirinya bagi Tuhan dan sesama di dalam Gereja. Seorang umat yang lain mengatakan setuju bahwa menjadi umat Allah itu sebuah panggilan. Sebab itu ia memiliki kesadaran bathiniah supaya bertumbuh sebagai umat Allah yang benar. Seorang yang lain mengatakan bahwa ia tetap berusaha supaya tetap setia melayani Tuhan di dalam Gereja, apapun situasinya. Masih banyak yang memberi kesaksian yang mirip. Saya senang mendengar sharing mereka dan saya merasa yakin bahwa mereka membagi pengalaman dari hidup mereka yang nyata.

Pada hari ini kita berjumpa lagi dengan nabi Yeremia. Ia mengungkapkan suka dan dukanya sebagai nabi. Tuhan berkata kepadanya: “Beginilah firman Tuhan, Allah Israel: Tuliskanlah segala perkataan yang telah Kufirmankan kepadamu itu dalam suatu kitab.” (Yer 30:2). Sebagai utusan Tuhan, Yeremia berbicara atas nama Tuhan dalam bahasa lisan maupun tulisan. Sebab itu harapan Tuhan adalah supaya semua firman-Nya dapat ditulis dalam sebuah Kitab. Apa yang hendak Yeremia tulis di dalam Kitabnya? Tentu saja semua situasi nyata dari umat Israel. Kehidupan mereka dengan banyak kelemahan, dosa dan salah di hadirat Tuhan.

Inilah ekspresi yang diungkapkan Tuhan melalui Yeremia tentang Israel yang hidup dalam dosa: “Penyakitmu sangat payah, lukamu tidak tersembuhkan! Tidak ada yang membela hakmu, tidak ada obat untuk bisul, kesembuhan tidak ada bagimu! Semua kekasihmu melupakan engkau, mereka tidak menanyakan engkau lagi. Sungguh, Aku telah memukul engkau dengan pukulan musuh, dengan hajaran yang bengis, karena kesalahanmu banyak, dosamu berjumlah besar. Mengapakah engkau berteriak karena penyakitmu, karena kepedihanmu sangat payah? Karena kesalahanmu banyak, dosamu berjumlah besar, maka Aku telah melakukan semuanya ini kepadamu.” (Yer 30:12-15). Gambaran umum tentang Israel adalah gambaran hidup kita semua di hadirat Tuhan. Kita semua adalah orang berdosa, orang yang tidak berdaya di hadapan Tuhan. Dosa telah mengubah kiblat hidup kita bukan lagi kepada Tuhan tetapi kepada diri kita sendiri sebagai manusia.

Tuhan Allah memang tegas namun Ia tetap panjang sabar dan besar kasih setia-Nya. Sebab itu Ia berjanji untuk mengampuni dosa bangsa Israel. Ia berkata: “Sesungguhnya, Aku akan memulihkan keadaan kemah-kemah Yakub, dan akan mengasihani tempat-tempat tinggalnya, kota itu akan dibangun kembali di atas reruntuhannya, dan puri itu akan berdiri di tempatnya yang asli. Nyanyian syukur akan terdengar dari antara mereka, juga suara orang yang bersukaria. Aku akan membuat mereka banyak dan mereka tidak akan berkurang lagi; Aku akan membuat mereka dipermuliakan dan mereka tidak akan dihina lagi. Anak-anak mereka akan menjadi seperti dahulu kala, dan perkumpulan mereka akan tinggal tetap di hadapan-Ku; Aku akan menghukum semua orang yang menindas mereka. Orang yang memerintah atas mereka akan tampil dari antara mereka sendiri, dan orang yang berkuasa atas mereka akan bangkit dari tengah-tengah mereka; Aku akan membuat dia maju dan mendekat kepada-Ku, sebab siapakah yang berani mempertaruhkan nyawanya untuk mendekat kepada-Ku? demikianlah firman Tuhan. Maka kamu akan menjadi umat-Ku, dan Aku akan menjadi Allahmu.” (Yer 30:18-22).

Kita melihat wajah Allah yang penuh belas kasih. Di satu pihak bangsa Israel jatuh ke dalam dosa, dan kematian adalah jaminannya, di lain pihak Tuhan Allah kita itu panjang sabar, besarlah kasih setianya. Ia tidak menghitung-hitung dosa kita. Ia melihat seberapa besar iman kita kepada-Nya. Iman itulah yang menyelamatkan kita. Ternyata kita adalah umat Allah yang beda dengan Allah sendiri. Kita menjadi umat Allah yang benar-benar masih harus belajar supaya menjadi satu dengan Tuhan. Dialah Allah yang berbelas kasih kepada kita semua. Dia menjadi Tuhan dan kita menjadi umat-Nya.

Dalam bacaan Injil kita mendengar sebuah kisah Yesus. Banyak orang mencari dan menemukkan Yesus karena mereka sudah dikenyangkan oleh roti dan ikan yang digandakan-Nya. Ini menjadi kesempatan bagi Yesus untuk bersatu dengan Bapa dalam doa. Para murid-Nya dibiarkan pergi mendahului-Nya dengan perahu. Angin sakal menyerang perahu yang mereka tumpangi sehingga nyaris tenggelam. Pada saat dinihari, sekitar jam tiga pagi, Yesus berjalan di atas air menuju ke perahu mereka. Para murid Yesus panik tetapi Yesus menguatkan mereka dengan berkata: “Tenanglah! Akulah ini, jangan takut!” Yesus menenangkan air danau dan menyembuhkan banyak orang sakit.

Yesus menunjukkan belas kasih Allah Bapa kepada para murid-Nya di saat perahu mereka mengalami amukan badai. Para murid diharapkan menjadi murid yang terbaik dalam melakukan pekerjaan-pekerjaan Bapa. Memang ada Petrus yang lemah imannya, penuh dengan ketakutan. Tetapi di saat seperti itu, Yesus selalu mengulurkan tangan-Nya untuk menolong dan menyelamatkan. Kita sering tenggelam dalam rutinitas hidup dan lupa Tuhan. Kita mengandalkan diri kita bukan mengandalkan Tuhan. Ini tandanya kita belum menjadi umat yang benar. Kuncinya adalah doa. Apakah anda berdoa? Yesus saja berdoa, tapi anda dan saya masih malas berdoa. Mari bertobat.

PJ-SDB

Leave a Reply

Leave a Reply