Homili 18 Agustus 2018

Hari Sabtu, Pekan Biasa ke-XIX
Yeh 18:1-10.13b.30-32
Mzm 51:12-15.18-19.
Mat 19:13-15

Merekalah pemilik Kerajaan Sorga!

Apakah Kerajaan Sorga itu? Dan siapakah yang layak memilikinya? Kedua pertanyaan ini selalu ada dalamm peziarahan iman kita. Penyebutan Kerajaan Sorga tidak terlepas dari Kerajaan Allah. Para Bapa Gereja mengajarkan bahwa makna Kerajaan Allah adalah pertama, Yesus sendiri, karena seperti diajarkan oleh Origenes bahwa Yesus adalah Kerajaan Allah yang menjelma menjadi manusia. Kedua, Kerajaan Allah ada di dalam hati manusia yang berdoa memohon kedatangan Kerajaan Allah itusendiri. Ketiga, Gereja yang merupakan perwujudan Kerajaan Allah di dalam sejarah manusia. Maka ketika menyebut Kerajaan Surga, pemahaman kita adalah kepenuhan Kerajaan Allah di Surga kelak. Dalam Kerajaan Surga, kita semua sebagai Gereja akan bersatu dengan Kristus yang adalah Kepalanya, sehingga Kristus meraja di hati semua manusia. Kita tentu mampu memahami makna Kerajaan Surga ini. Lalu siapakah yang dapat memilikinya? Ternyata yang berhak memiliki Kerajaan Surga adalah orang-orang yang percaya kepada Yesus Kristus sebagai utusan Bapa. Mereka adalah orang-orang kecil, miskin dan tak berdaya di hadapan Tuhan. Seluruh harapan mereka adalah Tuhan sendiri.

Pada hari ini kita mendengar sebuah kisah Injil yang indah. Pada suatu kesempatan, ada orang-orang yang membawa anak-anak kecil kepada Tuhan Yesus untuk diberkati dan didoakan. Anak-anak kecil adalah orang-orang yang polos, sederhana, tulus. Mereka sering dikesampingkan begitu saja oleh orang-orang dewasa. Padahal anak-anak kecil ini menjadi simbol kebajikan kerendahan hati manusia. Kita melihat bahwa ada orang-orang yang percaya bahwa Yesus akan melakukan sesuatu bagi anak-anak ini. Kita mengingat di tempat lain Yesus pernah bersyukur sambil berkata: “Aku bersyukur kepada-Mu, Bapa, Tuhan langit dan bumi, karena semuanya itu Engkau sembunyikan bagi orang bijak dan orang pandai, tetapi Engkau nyatakan kepada orang kecil.” (Mat 11:25). Orang-orang kecil, anak-anak kecil adalah sosok yang membuat transformasi hidup kita di hadirat Tuhan.

Masalahnya adalah bagaimana berhadapan dengan anak-anak kecil. Orang yang membawa anak kecil kepada Yesus dan Yesus sendiri adalah sosok-sosok yang mengasihi dan melihat bahwa anak-anak kecil ini memiliki nilai kehidupan. Sebab itu orang itu membawa anak-anak kecil kepada Yesus dan Yesus menerima mereka, mendoakan dan memberkati mereka. Tentu ini adalah sebuah kebahagiaan tersendiri. Tetapi murid-murid Yesus belum memiliki kemampuan untuk menerima anak-anak kecil dalam hidup mereka. Mereka berpikir sebagai pribadi status quo, artinya ada claim bahwa Yesus adalah milik mereka bukan milik orang lain. Tindakan para murid jelas: menghalangi orang yang membawa anak-anak, dan menghalangi anak-anak yang memiliki kerinduan untuk berjumpa dengan Yesus. Mereka tidak hanya menghalangi tetapi memarahi. Ini adalah tindakan yang selalu terjadi di dalam Gereja. Banyak orang lupa diri dan mengclaim diri sebagai pemilik Gereja. Mereka berpikir bahwa mereka adalah Tuhan Allah atau Tuhan Yesus. Betapa rapuhnya manusia.

Tuhan Yesus pun bereaksi. Ia berkata: “Biarkanlah anak-anak itu, janganlah menghalang-halangi mereka datang kepada-Ku; sebab orang-orang yang seperti itulah yang empunya Kerajaan Sorga.” (Mat 19:14). Anak-anak seperti ini ternyata layak di hadapan Tuhan dan merekalah yang empunya Kerajaan Surga. Mereka tidak sedang berjalan bersama Yesus seperti para murid-Nya. Namun mereka percaya bahwa Yesus mengasihi mereka. Mereka butuh doa dan berkat Yesus. Banyak kali kita berbangga sebagai orang Kristen tetapi hidup kita jauh dari Tuhan Yesus dan Injil-Nya. Kita hanya memiliki orientasi bagi diri kita saja. Tidak lebih dari itu. Hari ini kita mengalami transformasi diri. Kita harus hidup bagi sesama dan menerima mereka apa adanya.

Sekarang pikiran kita terarah pada anak-anak kecil yang menjadi pemilik Kerajaan Sorga. Anak-anak kecil adalah simbol pribadi-pribadi yang sederhana, polos, jujur dalam hidup bersama. Mereka adalah pribadi yang selalu dinomorduakan oleh orang-orang dewasa dan mereka yang berkuasa. Banyak orang tidak memiliki pertimbangan terhadap orang-orang kecil, miskin dan tak berdaya. Mata mereka hanya tertuju kepada orang-orang kaya dan berkuasa. Dalam hidup bersama di dalam lingkungan kita. Berapa orang yang peduli terhadap kaum papa, miskin, lansia dan lainnya? Bahkan anak kandung saja tidak peduli dengan orang tuanya yang sedang sekarat. Banyak gembala yang tidak peduli dengan keluarga-keluarga miskin. Gereja adalah milik orang miskin di hadapan Tuhan. Artinya di hadapan Tuhan kita semua itu miskin dan tak berdaya.

Apa yang harus kita lakukan?

Nabi Yehezkiel membantu kita untuk membangun semangat pertobatan yang radikal. Dengan bertobat kita mampu menjadi orang benar yang melakukan keadilan dan kebaikan kepada sesama manusia. Sesama manusia bernilai pada dirinya sendiri.

Mungkin pertanyaan lebih lanjut adalah siapakah orang benar itu sendiri? Yehezkiel memiliki definisi yang panjang tentang orang benar sebagai berikut: β€œIa tidak makan daging persembahan di atas gunung atau tidak melihat kepada berhala-berhala kaum Israel, tidak mencemari isteri sesamanya dan tidak menghampiri perempuan waktu bercemar kain, tidak menindas orang lain, ia mengembalikan gadaian orang, tidak merampas apa-apa, memberi makan orang lapar, memberi pakaian kepada orang telanjang, tidak memungut bunga uang atau mengambil riba, menjauhkan diri dari kecurangan, melakukan hukum yang benar di antara manusia dengan manusia, hidup menurut ketetapan-Ku dan tetap mengikuti peraturan-Ku dengan berlaku setia ialah orang benar, dan ia pasti hidup, demikianlah firman Tuhan Allah. Tetapi kalau ia melahirkan seorang anak yang menjadi perampok, dan yang suka menumpahkan darah atau melakukan salah satu dari hal-hal itu memungut bunga uang dan mengambil riba, orang yang demikian tidak akan hidup. Segala kekejian ini dilakukannya, ia harus mati; darahnya tertimpa kepadanya sendiri.” (Yeh 18: 6-13).

Apabila kita tidak berlaku sebagai orang yang benar dan adil maka hukuman Tuhan akan menjadi milik kita. Sebab itu harapan Tuhan melalui Yehezkiel adalah supaya kita bertobat dan kembali kepada Tuhan. Untuk bertobat kita perlu bersikap sebagai orang yang rendah hati seperti anak kecil. Hanya dengan demikian kitalah yang memiliki Kerajaan Surga.

PJ-SDB

Leave a Reply

Leave a Reply