Homili 31 Agustus 2018

Hari Jumat, Pekan Biasa ke-XXI
1Kor. 1:17-25
Mzm. 33:1-2,4-5,10ab,11
Mat. 25:1-13

Kristus adalah kekuatan dan hikmat Allah

Saya pernah membaca sebuah buku catatan dari para peserta Kursus Evangelisasi Pribadi (KEP) di sebuah Paroki. Saya menemukan sebuah tulisan sederhana dalam sebuah lembaran, bunyinya: “Kristus adalah kekuatan dan hikmat Allah”. Tulisan itu merupakan sebuah doa yang ditulisnya untuk intensi pribadinya. Saya kagum dengan orang itu sebab ia mengakui imannya kepada Tuhan Yesus Kristus sebagai kekuatan dan hikmat Allah. Saya mengingat kembali isi doa ini sambil mengingat bagian pendahuluan surat St. Paulus yang pertama kepada Jemaat di Korintus yang kita dengar selama beberapa hari ini terakhir ini. Paulus mengajak kita untuk memiliki hikmat Allah yang ada di dalam Injil Tuhan Yesus Kristus.

Paulus menyadari tugas perutusannya sebagai rasul. Sebab itu ia mengatakan bahwa tujuan perutusannya itu bukan untuk membaptis melainkan untuk memberitakan Injil. Hal ini ditegaskan dalam surat yang sama: “Celakalah aku, jika aku tidak memberitakan Injil” (1Kor 9:16). Mengapa Paulus tetap kuat dan teguh untuk mewartakan Injil? Sebab ia sadar bahwa hanya dalam Injil, ia memperoleh hikmat dan kebijaksanaan untuk memberitakan salib Kristus. Salib adalah keselamatan kita bukan sebagai sebuah kebodohan sebagaimana diyakini oleh orang-orang yang dapat binasa. Salib justru menjadi sebuah kekuatan Allah yang dapat menyelamatkan kita. Orang selalu mengatakan: “In Cruce Salus” artinya pada salib ada keselamatan. Banyak orang berpikir bahwa mereka memiliki kemampuan yang mengatasi segala kebijaksanaan. Orang-orang yang sombong seperti itu belum membaca perkataan ini: “Aku akan membinasakan hikmat orang-orang berhikmat dan kearifan orang-orang bijak akan Kulenyapkan.” (1Kor 1: 19).

Paulus melihat bahwa orang-orang Yahudi berpegang teguh pada tradisi yang mereka miliki secara turun temurun. Ia berkata: “Orang-orang Yahudi menghendaki tanda dan orang-orang Yunani mencari hikmat, tetapi kami memberitakan Kristus yang disalibkan: untuk orang-orang Yahudi suatu batu sandungan dan untuk orang-orang bukan Yahudi suatu kebodohan, tetapi untuk mereka yang dipanggil, baik orang Yahudi, maupun orang bukan Yahudi, Kristus adalah kekuatan Allah dan hikmat Allah.” (1Kor 22-24). Di sini kita melihat bahwa orang-orang Yahudi menuntut tanda-tanda yang nyata bukan tanda-tanda yang penuh dengan teori. Sebaliknya, orang-orang Yunani mencari berbagai hikmat secara teoretis dan berbagai diskusi tentang kebenaran. Padahal menurut Paulus, Tuhan Yesus hadir sebagai saksi untuk mempraktikkan kebenaran melalui Salib. Maka orang-orang di luar kedua kelompok ini percaya bahwa Kristus adalah kekuatan dan hikmat Allah.

Pertanyaan bagi kita saat ini: Apa yang sedang kita cari di atas dunia ini? Kebijaksanaan macam apa yang sedang kita cari?

PJ-SDB

Leave a Reply

Leave a Reply