Homili Hari Minggu Biasa ke-XXIII/B – 2018

Hari Minggu Biasa ke-XXIII/B
Yes. 35:4-7a
Mzm. 146:7,8-9a,9bc-10
Yak. 2:1-5
Mrk. 7:31-37

Merenungkan Kerahiman Allah Zaman Now

Paus Fransiskus dikenal sebagai Paus Kerahiman Allah. Sebutan ini kiranya tepat sebab dialah yang menetapkan adanya tahun kerahiman Allah beberapa tahun silam. Dalam Bulla Misericordiae Vultus Paus Fransiskus menegaskan bahwa Tuhan Yesus menunjukkan wajah kerahiman Bapa. Perkataan Paus Fransiskus ini sangatlah tepat berdasarkan kesaksian para penginjil. Ketika kita membaca dan merenungkan Injil Yesus Kristus, kita menemukan seorang Yesus yang menunjukkan wajah kerahiman Bapa dengan mengampuni dosa-dosa orang berdosa, menyembuhkan orang-orang sakit, yang kerasukan setan bahkan membangkitkan orang yang sudah meninggal dunia. Dalam suatu audiensi umum di Aula Paus Paulus VI, tanggal 9 Agustus 2017 yang lalu, Paus Fransiskus berkata: “Kita semua adalah orang-orang berdosa yang membutuhkan belas kasihan Allah. Hanya Dia yang memiliki kekuatan untuk mengubah kita dan memberi kita harapan setiap hari. Yesus menunjukkan belas kasih yang tak terbatas.” Bagi saya ini perkataan yang sangat kuat untuk mengubah hidup kita.

Bacaan-bacaan Kitab Suci hari ini membuka wawasan kita tentang kerahiman Tuhan Allah di dalam diri Yesus, Putera-Nya. Nabi Yesaya dalam bacaan pertama, menunjukkan wajah Allah yang maharahim kepada orang-orang Israel yang sedang mengalami pembuangan di Babel. Melalui Yesaya Tuhan berkata: “Kuatkanlah hati, janganlah takut! Lihatlah, Allahmu akan datang dengan pembalasan dan dengan ganjaran Allah. Ia sendiri datang menyelamatkan kamu!” (Yes 35:4). Perkataan ini diperuntukan bagi mereka yang sedang tawar hati. Mereka tidak boleh takut di hadapan Allah sebab Ia sendiri akan datang sebagai penyelamat. Apa yang akan Tuhan lakukan? Tuhan melakukan seluruh karya keselamatan bagi umat-Nya. Dalam hal ini: “Pada waktu itu mata orang-orang buta akan dicelikkan, dan telinga orang-orang tuli akan dibuka. Pada waktu itu orang lumpuh akan melompat seperti rusa, dan mulut orang bisu akan bersorak-sorai; sebab mata air memancar di padang gurun, dan sungai di padang belantara; tanah pasir yang hangat akan menjadi kolam, dan tanah kersang menjadi sumber-sumber air; di tempat serigala berbaring akan tumbuh tebu dan pandan.” (Yes 35: 5-7).

Wajah kerahiman Allah yang ditampilkan nabi Yesaya di sini adalah Allah yang datang sendiri untuk menyapa orang-orang yang menderita supaya mereka mendapatkan sukacita dari Tuhan. Siapakah orang-orang menderita yang membutuhkan kerahiman Tuhan? Mereka adalah orang-orang buta, orang tuli dan orang lumpuh. Semua ini menjadi pilihan pelayanan Tuhan bagi bangsa Israel di Babel. Mereka masih berada di Babel sehingga meskipun mereka bertelinga namun tidak mendengar, mereka mempunyai mata namun tidak melihat. Mereka yang lumpuh secara iman sehingga tidak dapat berjalan dalam kasih Tuhan. Maka hanya Allah saja yang dapat melakukan karya kerahiman-Nya bagi mereka.

St. Yakobus dalam bacaan kedua meminta kita untuk menunjukkan wajah kerahiman Allah dengan membangun rasa solidaritas sebagai sesama manusia. Yakobus meminta kita supaya dalam berbuat baik, jangan memilih-milih atau memandang muka. Kecenderungan untuk memperhatikan orang baik, orang kaya jauh lebih besar dari pada orang yang biasa-biasa saja dan yang miskin. Hidup Kristiani kita benar-benar diuji, apakah kita memang serupa dengan Tuhan Yesus atau tidak serupa sama sekali. Yakobus dengan tegas berkata: “Dengarkanlah, hai saudara-saudara yang kukasihi! Bukankah Allah memilih orang-orang yang dianggap miskin oleh dunia ini untuk menjadi kaya dalam iman dan menjadi ahli waris Kerajaan yang telah dijanjikan-Nya kepada barangsiapa yang mengasihi Dia?” (Yak 2:5).

St. Yakobus mengoreksi cara hidup kita yang keliru dan salah. Para orang tua salah dalam mendidik anak ketika membandingkan anak yang satu dengan anak yang lain. Para guru lebih cenderung memperhatikan anak-anak yang pintar dan berbakat dan melupakan yang kurang mampu secara intelektual dan kurang berbakat. Para gembala lebih suka bergaul dengan orang-orang kaya dari pada orang miskin. Dampaknya adalah kunjungan umat tidaklah merata. Lingkungan miskin kurang diperhatikan sedang lingkungan kaya selalu menjadi prioritas pelayanan. Kalau seperti ini maka kita gagal menghadirkan wajah Allah yang maharahim. Kita hanya mampu membunuh karakter dari pada membentuk karakter yang terbaik.

Tuhan Yesus adalah utusan Allah yang datang ke dunia untuk menghadirkan wajah Allah yang berbelas kasih. Setelah melakukan ‘turba’ ke daerah Tirus dan Sidon, ia kembali melewati daerah Dekapolis menuju ke markas pelayanan-Nya di Galilea. Ada orang yang sudah mengenal Yesus, maka mereka membawa kepada-Nya seorang yang tuli dan gagap dan memohon berkat-Nya. Tuhan Yesus memisahkan orang sakit ini dari kerumunan banya orang dan melakukan proses penyembuhan yang unik. Apa yang dilakukan-Nya? Penginjil Markus bersaksi: “Ia memasukkan jari-Nya ke telinga orang itu, lalu Ia meludah dan meraba lidah orang itu. Kemudian sambil menengadah ke langit Yesus menarik nafas dan berkata kepadanya: “Efata!”, artinya: Terbukalah!” (Mrk 7:33-34). Orang itu sembuh seketika. Orang itu menjadi sembuh, dan meskipun Ia melarang mereka untuk tidak menyebarkan berita penyembuhan ini namun orang semakin berani untuk menceritakan mukjizat-mukjizat yang dikerjakan Tuhan Yesus.

Apa yang hendak Tuhan katakan kepada kita pada hari ini?

Pertama, Tuhan Allah Bapa, Putera dan Roh Kudus adalah Allah yang Maharahim. Seorang Allah yang kita Imani, sangat peduli dengan orang-orang miskin. Orang miskin adalah mereka yang menderita, sengsara, mengalami sendiri sakit dan penyakit, orang yang tidak memiliki apa-apa dalam hidupnya. Mereka semua adalah kaum anawim, sahabat Tuhan sendiri. Kita secara pribadi dan sebagai Gereja dipanggil untuk memperhatikan mereka semua sama seperti yang sudah dilakukan Tuhan Yesus. Kita terlibat aktif di dalam Gereja untuk menghadirkan wajah Allah yang maharahim.

Kedua, kita perlu dan harus berempati dengan sesama yang menderita. Yesaya mewartakan belas kasih Allah kepada orang-orang yang tawar hati. Yakobus meminta kita untuk memiliki opsi supaya memperhatikan kaum papa dan miskin. Orang-orang berempati dengan saudara mereka yang tuli dan gagap. Yesus melakukan karya belas kasih kepada orang sakit dan yang berharap kepada-Nya. Kita sebagai Gereja haruslah menjadi saksi Kristus dan belas kasih Allah. Hanya dengan demikian kata-kata ini menjadi kenyataan: “Yesus berpesan kepada orang-orang yang ada di situ supaya jangan menceriterakannya kepada siapapun juga. Tetapi makin dilarang-Nya mereka, makin luas mereka memberitakannya. Mereka takjub dan tercengang dan berkata: ‘Ia menjadikan segala-galanya baik, yang tuli dijadikan-Nya mendengar, yang bisu dijadikan-Nya berkata-kata.’” (Mrk 7: 36-37).

Kita perlu bersyukur kepada Tuhan Allah atas kerahiman bagi kita semua pada hari ini.

PJ-SDB

Leave a Reply

Leave a Reply