Homili 21 Januari 2019

Hari Senin, Pekan Biasa II
Peringatan Wajib St. Agnes.
Ibr. 5:1-10
Mzm. 110:1,2,3,4
Mrk. 2:18-22

Belajar menjadi taat

Ada seorang bapa yang merasa heran dengan anaknya yang masih remaja. Perilakunya berubah, susah untuk patuh kepada orang tua. Ia juga memiliki kebiasaan baru yakni suka bersungut-sungut dan tidak banyak berkomunikasi dengan orang tua. Ia lebih erat dan akrab dengan gadget yang dimilikinya. Bapa itu coba membandingkan masa lalunya, dan sampai pada satu kesimpulan bahwa anaknya benar-benar berubah. Pengalaman sederhana ini membuktikan bahwa keluarga-keluarga masa kini memiliki kesulitan tersendiri dalam mendidik anak-anak. Hal yang menjadi focus perhatian orang tua masa kini adalah bagaimana membentuk anak-anak untuk menjadi taat atau patuh di dalam hidupnya.

Bacaan-bacaan Kitab Suci pada hari ini membantu kita untuk mengerti dengan baik makna sebuah ketaatan di dalam hidup ini. Sosok Tuhan Yesus di dalam bacaan pertama, digambarkan oleh penulis surat kepada umat Ibrani sebagai seorang Iman Agung. Seorang Imam Agung itu dipilih dari antara manusia, ditetapkan bagi manusia dalam hubungan mereka dengan Allah, supaya mempersembahkan kurban karena dosa. Jadi seorang Imam Agung memiliki peran yang sangat istimewa dalam sebuah kebaktian. Ia dapat menjadi perantara antara Allah dan manusia terutama dalam mempersembahkan kurban. Imam Agung memiliki peran yang penting terutama memahami orang-orang jahil dan orang-orang sesat. Ia masih memiliki kelemahan manusiawi maka ia mempersembahkan kurban bagi pelunasan dosanya juga.

Tuhan Yesus adalah Imam Agung dan pengantara kita. Ia tidak mengangkat diri-Nya sendiri untuk menjadi Imam Agung. Tuhan Allah Bapa sendiri yang mengangkat Anak-Nya Yesus Kristus menjadi Imam Agung bagi kita. Allah Bapa bersabda: “Anak-Ku Engkau! Engkau telah Kuperanakkan pada hari ini” (Ibr 5:5). Yesus bukan hanya sebagai Anak Allah, Ia juga adalah Imam Agung kita: “Engkau adalah Imam untuk selama-lamanya, menurut peraturan Melkisedek.” (Ibr 5:6). Ia menderita bagi orang-orang berdosa. Semuanya ini Tuhan Yesus lakukan karena kasih dan ketaatan-Nya. Itulah sebabnya Yesus semakin ditinggikan di hadapan Allah Bapa dan manusia: “Dan sekalipun Ia adalah Anak, Ia telah belajar menjadi taat dari apa yang telah diderita-Nya, dan sesudah Ia mencapai kesempurnaan-Nya, Ia menjadi pokok keselamatan yang abadi bagi semua orang yang taat kepada-Nya, dan Ia dipanggil menjadi Imam Besar oleh Allah, menurut peraturan Melkisedek.” (Ibr 5:8-10). Singkatnya, Tuhan Yesus belajar untuk taat kepada Bapa maka kita pun belajar untuk menjadi taat menyerupai-Nya.

Sosok Tuhan Yesus dalam bacaan pertama adalah Yesus sebagai Imam Agung menurut tata cara Melkisedek. Melkisedek artinya penguasa yang bijak di kota damai (Yerusalem). Yesus adalah Imam Agung yang mempersembahkan diri satu kali untuk selama-lamanya bagi kita semua. Ia menjadi Raja Salem bukan karena kehendaknya sendiri melainkan karena kehendak Tuhan Allah. Dia adalah Raja Salem yang hebat, bukan karena kuasa ilahi-Nya melainkan karena ketaatan-Nya kepada kehendak Bapa, satu kali untuk selama-lamanya. Ketataan Yesus membuat diri-Nya menjadi serupa dengan pengantin yang sedang bersama-sama dengan mempelainya.

Bagaimana mewujudkan hidup sebagai pribadi yang taat? Yesus menjadi inspirator bagi kita untuk menjadi pribadi yang taat. Orang yang taat itu suka mendengar. Tuhan begitu adil karena menjadikan manusia sempurna adanya. Kita memiliki dua telinga dan satu mulut. Artinya kita belajar untuk banyak mendengar, sedikit berbicara. Semakin kita banyak mendengar maka kita akan menjadi pribadi yang taat atau patuh. Semakin kita menjadi pribadi yang taat maka kita juga semakin mampu untuk mengasihi. Kasih menjadi utuh dan sempurna karena kita mampu mendengar dengan baik. Ketaatan menjadi kekuatan kita untuk bersatu dengan Tuhan dan mewartakan kasih serta kebaikan-Nya.

Dalam bacaan Injil kita berjumpa dengan sosok Yesus yang datang ke dunia karena taat kepada Bapa. Ia selalu ada bersama para murid-Nya. Kebersamaan ini membentuk sebuah relasi yang mendalam di antara mereka. Yesus menyatakan diri-Nya sebagai mempelai dan para murid adalah sahabat mempelai. Ada dua nuansa penting di sini. Pertama, relasi mempelai dan sahabat-sahabat mempelai adalah relasi kasih, sukacita dan damai. Relasi ini harus selalu dimiliki oleh orang-orang yang megikuti Yesus dari dekat atau yang menyebut dirinya Kristen. Kedua, relasi mempelai dan sahabat-sahabat-Nya juga dihiasi oleh penderitaan. Yesus sendiri mengatakan: “Tetapi waktunya akan datang mempelai itu diambil dari mereka, dan pada waktu itulah mereka akan berpuasa.” (Mrk 2:20). Pada saat Yesus memulai Paskah-Nya, disitulah Ia menderita bersama para murid-Nya. Saat puasa pun tiba. Terlepas dari semua ini, Yesus tetaplah segalanya. Ia adalah anggur baru yang membuat sukacita semua orang yang percaya kepada-Nya.

Pada hari ini kita semua dikuatkan kembali oleh sosok Yesus Tuhan kita. Ia taat hingga menderita dan wafat bagi kita. Dialah anggur baru yang tercurah bagi kita. Bersamaan dengan korban Kristus, kita memohon berkat Tuhan melalui santa Agnes, martir suci yang kita kenang pada hari ini. Hidup Kristiani semakin bermakna ketika kita berusaha untuk patuh kepada Tuhan. Kita patuh karena mendengar dan dari situ kita bisa mengasihi. Mari kita bersaksi tentang kasih setia Tuhan kepada sesama dengan hidup pribadi yang taat dan kudus. St. Agnes, doakanlah kami. Amen.

PJ-SDB

Leave a Reply

Leave a Reply