Food For Thought: Keluarga yang bahagia

Pernikahan yang membahagiakan

Banyak orang merenung tentang sakramen perkawinan hari ini. Mungkin kebetulan Bacaan Injil pada hari Minggu ini tentang perkawinan di Kana. Inti cerita tentang perkawinan di Kana adalah Tuhan Yesus diundang untuk hadir di dalam sebuah keluarga baru. Kehadiran-Nya membawa berkat berlimpah terutama kebahagiaan yang tiada batasnya bagi keluarga baru itu. Tuhan Yesus juga menyelamatkan muka keluarga yang menikah dari para tamu dan undangan sebab minuman anggur mereka habis. Tuhan Yesus hadir dan membuat tanda pertama, sekaligus menunjukkan kemuliaan-Nya sebagai Anak Allah. Mukijizat ini tidak lepas dari peran Maria Bunda Yesus yang menunjukkan kepekaan terhadap kebutuhan di dalam pesta. Peran para pelayan yang taat pada Yesus juga memiliki arti penting untuk menunjukkan kemuliaan Tuhan.

Saya tidak memfokuskan perhatian kita pada pesta perkawinan di Kana sebagai sebuah cerita saja. Saya hendak mengajak kita untuk merenungkan hidup perkawinan dan keluarga masing-masing. Satu pertanyaan yang menarik untuk direnungkan bersama di dalam keluarga adalah bagaimana membuat keluarga itu senantiasa bahagia? Pertanyaan ini dilatarbelakangi oleh pemahaman kita bahwa tujuan hidup berkeluarga atau tujuan orang menikah adalah supaya menjadi pribadi yang bahagia. Pria dan wanita menjadi satu daging yang bahagia. Maka tidaklah benar orang menikah untuk menderita atau solider dengan orang yang menderita. Orang harus mencari dan menemukan kebahagiaan dalam perkawinannya. Tetapi alasan yang utama kebahagiaan dalam perkawinan adalah karena Tuhan Yesus diundang untuk terlibat akitif dalam keluarga. Keluarga, suami dan istri yang selalu mengundang Yesus untuk hadir dalam keluarganya akan merasakan kasih sejati nan indah dalam perkawinannya.

Tertulianus (160-220) adalah seorang Bapa Gereja. Ia pernah menulis tentang sakramen perkawinan begini: “Bagaimana harus kuluapkan perasaan ini? Sungguh aku bahagia karena menikah dalam rengkuhan Bunda Gereja. Betapa indahnya ikatan antara dua orang beriman. Mereka membangun satu harapan, satu tujuan, saling melayani… Dua dalam satu daging. Saat daging menyatu, di situ roh menjadi satu”. Pernikahan itu tetap indah kalau Tuhan diundang dan dilibatkan di dalam keluarga. Tuhan Yesus berkata: “Terlepas dari Aku, kamu tidak dapat berbuat apa-apa” (Yoh 15:5).

Bagaimana membuat keluarga tetap bahagia?

Cecil Myers pernah berkata: “Pernikahan yang sukses selalu segitiga: seorang pria, seorang wanita dan Allah”. Ini memang super sekali! Manusia pria dan wanita menjadi satu daging karena rencana Tuhan Allah. Maka pasangan suami dan istri haruslah menyadari tugas dan panggilannya untuk menjadi bahagia karena Tuhan hadir di dalam keluarga. Ini adalah keindahan berkeluarga sebagaimana dikatakan Tertulianus di atas. Untuk itu para suami dan istri harus memiliki sense of belonging (rasa memiliki keluarga). Rasa memiliki sebagai pribadi membantu mereka untuk saling memperhatikan mulai dari hal-hal kecil dan sepeleh sampai ke hal-hal yang besar. Rasa memiliki sdebagai pasangan menjadi nyata ketika masing-masing pribadi berpikiran positif terhadap pasangan, penuh kesabaran dan tidak mengingat dan menghitung kesalahan pasangannya. Suasana saling mengampuni dan melupakan kesalahan pasangan. Semua ini karena Tuhan diundang dan hadir dalam keluarga melalui doa.

St. Yohanes Paulus II mengatakan: “Pernikahan yang memuaskan adalah pernikahan yang diisi dengan lima kali lebih banyak percakapan yang positif daripada yang negatif.” Apakah para suami dan istri sudah berusaha untuk melakukannya yakni melakukan percakapan yang positif dalam hidup berkeluarga?

PJ-SDB

Leave a Reply

Leave a Reply