Homili 18 Februari 2019

Hari Senin, Pekan Biasa ke-VI
Kej 4: 1-15.25
Mzm 50: 1.8.16bc.-17. 20-21
Mrk 8:11-13

Merenung kasih dan kebaikan Tuhan bagi manusia

Ada seorang pemuda yang membagi pengalaman rohaninya dalam sebuah acara rekoleksi bersama. Ia pernah mengalami hidup dalam dosa selama bertahun-tahun. Ia akhirnya mengalami pertobatan dengan cara yang yang sangat sederhana. Ketika itu ia diundang oleh sahabat dekatnya untuk mengikuti Persekutuan Doa Karismatik Katolik (PDKK). Sang pewarta dalam acara PDKK itu membawakan sebuah pengajaran sederhana tentang pertobatan. Ia mengatakan bahwa pertobatan itu bukan dimulai dari hal-hal yang besar, melainkan dimulai dari hal-hal yang kecil dan biasa-biasa saja menjadi luar biasa. Lalu sang pewarta mengatakan bahwa dosa itu selalu mengintip hidup pribadi kita dan siap untuk menggoda. Apabila kita tidak bertahan maka kita akan mudah jatuh ke dalam dosa bahkan selalu mengulangi dosa yang sama. Pengalaman rohani sederhana ini benar-benar membuka wawasannya untuk berubah secara total. Baginya, pertobatan mulanya merupakan sebuah kesulitan besar namun dengan rahmat Tuhan ia dapat bertobat sehingga menjadi layak bagi Tuhan.

Pada hari ini kita mendengar kisah keluarga manusia pertama dalam Kitab Kejadian. Dikisahkan bahwa Adam dan Hawa memiliki anak-anak yang kita kenal dengan namanya masing-masing: Kain, Habel dan Set. Pada saat Hawa melahirkan Kain, ia berkata: “Aku telah mendapat seorang anak laki-laki dengan pertolongan Tuhan.” Tentu saja ini merupakan suka cita besar dari pasangan manusia pertama sebab mereka barusan jatuh ke dalam dosa. Mereka harus mulai belajar menderita. Hawa menderita kesakitan saat bersalin, Adam harus bekerja keras untuk mencari nafkah bagi keluarha manusia pertama ini. Tuhan Allah selalu menunjukkan kerahiman-Nya dengan tidak menghitung dosa dan salah manusia. Ia tetap mengasihi mereka apa adanya. Kain si sulung bekerja sebagai petani, sedangkan Habel bekerja sebagai peternak. Kain tidak mempersembahkan hasil pertanian yang terbaik bagi Tuhan. Habel mempersembahkan ternaknya yang terbaik bagi Tuhan. Di pihak Tuhan, Ia tentu menerima persembahan Habel yang tulus dari hatinya.

Tuhan menaruh perhatian-Nya kepada Kain yang kelihatan pelit, tidak murah hati kepada Tuhan. Ketika persembahannya tidak diterima Tuhan maka hatinya panas, penuh kebencian dan iri hati. Hati Kain memang kotor. Itu sebabnya Tuhan berkata: “Mengapa hatimu panas dan mukamu muram? Apakah mukamu tidak akan berseri, jika engkau berbuat baik? Tetapi jika engkau tidak berbuat baik, dosa sudah mengintip di depan pintu; ia sangat menggoda engkau, tetapi engkau harus berkuasa atasnya.” (Kej 4:6-7). Kain sebenarnya memiliki hati yang panas berhadapan dengan Habel saudaranya sendiri. Dosa mengintip dan menggodanya sehingga ia bahkan membunuh saudaranya. Perbuatan jahat Kain terhadap saudaranya sendiri sebagai perbuatan jahat yang berlangsung turun temurun hingga saat ini. Tuhan bahkan meminta Kain untuk mempertanggungjawabkan perbuatannya. Sayang sekali Kain tetap berkeras hati sehingga Dia tidak hanya melawan Tuhan dan saudaranya sendiri.

Apa yang Tuhan lakukan bagi Kain yang keras hati? Tuhan Allah tetaplah murah hati kepada Kain si pendosa. Inilah perkataan Tuhan kepada Kain: “Sekali-kali tidak! Barangsiapa yang membunuh Kain akan dibalaskan kepadanya tujuh kali lipat.” (Kej 4:15). Tuhan mengkonkretkan perkataan-Nya ini dengan memberi tanda supaya tetap selamat dalam hidupnya. Tuhan juga menunjukkan kemurahan hati-Nya kepada Adam dan Hawa. Ia menganugerahkan Adam dan Hawa seorang anak sebagai pengganti Habel yang dinamainya Set.

Kisah keluarga manusia pertama adalah kisah kehidupan kita setiap hari. Apakah anda pernah marah, membenci dan iri hati kepada saudaramu sendiri? Kita semua akan sepakat dan mengatakan rasa marah dan benci kepada saudara sendiri ada dan melekat dalam hati kita. Orang tua marah bahkan membenci anak-anaknya, demikian anak-anak juga marah dan benci kepada orang tuanya. Semua perasaan yang melawan cinta kasih adalah bagian hidup manusia di hadapan Tuhan yang adalah cinta. Tuhan tak henti-hentinya menunjukkan kasih dan kebaikan-Nya bagi manusia, manusia berdosa sekalipun tetap dikasihi. Memang Allah adalah kasih!

Kita seharusnya belajar dari Tuhan untuk mengasihi tanpa batas. Tuhan Allah mengasihi Kain, si pendosa bukan mengasihi dosanya Kain. Dosa Kain malah dihancurkan Tuhan dan sebagai gantinya, Tuhan memberi rahmat supaya Kain tetap hidup. Kita mengasihi sesama, saudari dan saudara kita dengan kasih Tuhan. Kasih manusia terkadang tidak asli. Ada kasih yang dibalut kemunafikan manusiawi kita. Dalam hati ada rasa benci tetapi tampak luarnya kelihatan baik. Tidak ada sinkron antara hati dan tampak luarnya. Sebenarnya, kalau marah maka marahlah. Kalau mengasihi maka kasihilah.

Kita sebagai manusia mungkin tidak bedanya dengan orang-orang Farisi. Orang-orang Farisi memiliki hati yang manusiawi, masih dibalut dosa sehingga meminta sebuah tanda kepada Tuhan Yesus. Ini adalah tanda kurang percaya kepada Tuhan sehingga masih meminta tanda tertentu. Tuhan Yesus dengan keras mengatakan: “Sesungguhnya kepada angkatan ini sekali-kali tidak akan diberi tanda.” (Mrk 8;12). Tuhan Yesus bahkan meninggalkan orang-orang Farisi. Kita sering lupa dengan kasih dan kebaikan Tuhan sehingga tidak mengandalkan-Nya. Kita mungkin memiliki kemiripan dengan Kain dan kaum Farisi. Persoalannya hanya satu: kita belum mampu mengasihi seperti Tuhan. Mari kita belajar mengasihi dari Tuhan sendiri.

PJ-SDB

Leave a Reply

Leave a Reply