Homili 21 Februari 2019

Hari Kamis, Pekan Biasa ke-VI
Kej. 9:1-13
Mzm. 102:16-18,19-21,29,22-23
Mrk. 8:27-33

Berkat selalu mengalir dari Tuhan

Ada seorang sahabat yang merasa heran dengan Tuhan dan kerahiman-Nya. Ia pernah mengalami hidup yang kelam selama bertahun-tahun namun ia sendiri tidak sadar tentang pengalaman hidup dalam kekelamannya. Singkatnya, ia selalu jatuh dalam dosa yang sama tetapi tetap ia merasa seolah-olah tidak hidup dalam dosa. Proses untuk keluar dari kekelamannya ini memang membutuhkan waktu yang cukup lama. Berkali-kali para sahabat dekatnya berbicara dan menyadarkannya, namun hatinya tetap tertutup kepada rahmat Tuhan. Pada akhirnya Tuhan menyadarkannya dan membawanya ke jalan yang benar melalui pengalaman yang sederhana. Ia menghadiri perayaan Ekaristi. Romo yang merayakan Ekaristi mengangkat hosti kudus dan mengatakan: “Lihatlah, betapa Yesus mengasihimu”. Kata-kata sederhana ini mengubah seluruh hidupnya. Setelah mengalami pertobatan, ia semakin percaya kepada Tuhan sebab selama hidup dalam kekelaman, ternyata Tuhan selalu memberi kesempatan kepadanya untuk berubah. Hanya dia sendiri yang tidak menyadarinya. Berkat dan rahmat Tuhan selalu mengalir dan ia benar-benar merasakannya. Pengalaman ini memang sederhana namun sangat bermakna bagi kita yang mendengar dan merenungkannya.

Pada hari ini kita mendengar kelanjutan kisah kasih Allah dan manusia yang selalu jatuh dalam dosa. Tuhan melihat bahwa manusia yang diciptakan sesuai dengan wajah-Nya sendiri selalu jatuh ke dalam dosa. Ia tak henti-hentinya membaharui umat manusia, misalnya dalam peristiwa air bah, dengan hanya memilih untuk menyelamatkan Nuh dan keluarganya serta ternak-ternaknya. Setelah peristiwa air bah ini, Tuhan kembali mengikat perjanjian-Nya dengan manusia. Perjanjian pertama berupa berkat bagi Nuh dan keturunannya: “Beranakcuculah dan bertambah banyaklah serta penuhilah bumi.” (Kej 9:1). Generasi baru dari Nuh dan keturunannya ini akan mengisi bumi ini dengan hidup dalam rahmat Tuhan. Generasi yang sama diharapkan jauh dari dosa dan salah di hadapan Tuhan Allah sendiri. Tuhan berjanji untuk menyerahkan semua hewan yang bergerak di bumi dan di udara juga ikan di laut kepada manusia. Tuhan memberikan hewan dan tumbuhan kepada manusia untuk kebaikan dan kesejahteraannya.

Meskipun Tuhan menyerahkan segala jenis ternak dan tumbuh-tumbuhan untuk kesejahteraan manusia namun Ia juga mengingatkan mereka supaya jangan memakan daging yang masih ada nyawanya. Kalau masih ada darahnya maka Nuh dan keturunannya tidak boleh memakannya. Tidak boleh ada pertumpahan darah karena kalau demikian ada balasannya. Mungkin kita bertanya mengapa Tuhan mengatakan demikian? Bagi orang-orang Ibrani, darah itu memiliki ruah dan nyawa. Darah adalah bagian terpenting dari manusia. Dalam darah ada tanda kehidupan. Untuk itu manusia perlu berhati-hati dalam menjaga dirinya supaya jangan ada pertumpahan darah dan tidak memakan ternak. Dalam perkembangan di kemudian hari, orang-orang Yahudi juga mempertimbangkan tentang najis tidaknya hewan bahkan manusia yang berdarah-darah.

Tuhan tidak hanya memberikan rahmat-Nya bagi manusia. Ia juga mengikat perjanjian dengan manusia yakni Nuh dan keturunannya, segala makhluk yang ada di dalam bahteranya juga terikat perjanjian dengan Tuhan. Inilah perkataan Tuhan yang menandakan belas kasih-Nya kepada manusia: “Sesungguhnya Aku mengadakan perjanjian-Ku dengan kamu dan dengan keturunanmu, dan dengan segala makhluk hidup yang bersama-sama dengan kamu: burung-burung, ternak dan binatang-binatang liar di bumi yang bersama-sama dengan kamu, segala yang keluar dari bahtera itu, segala binatang di bumi. Maka Kuadakan perjanjian-Ku dengan kamu, bahwa sejak ini tidak ada yang hidup yang akan dilenyapkan oleh air bah lagi, dan tidak akan ada lagi air bah untuk memusnahkan bumi.” (Kej 9:9-11).

Dengan membaca dan merenungkan kisah perjanjian Tuhan dengan Nuh serta keturunannya ini, kita perlu merasa bahagia dan bersyukur kepada Tuhan. Mengapa? Sebab dalam peziarahan hidup kita di dunia ini, selalu saja ada dosa dan salah yang datang silih berganti. Kita juga sadar untuk melakukan dosa yang sama di hadapan Tuhan dan sesama. Memang dosa dan salah itu selalu mengintip dan menggoda sehingga banyak kali kita jatuh ke dalam dosa yang sama. Namun demikian Tuhan memiliki cara tersendiri untuk menyadarkan kita supaya dapat kembali ke jalan yang benar. Tuhan begitu baik dengan kita maka kita pun belajar untuk selalu berbuat baik kepada sesama manusia. Tuhan menunjukkan kerahiman-Nya kepada orang-orang berdosa maka kita pun menunjukkan wajah kerahiman Allah kepada sesama manusia.

Apa yang harus kita lakukan supaya berkat dan rahmat Tuhan tetap mengalir dalam hidup kita? Kita perlu mengimani Tuhan Yesus. Kita percaya bahwa Dialah yang datang untuk menebus kita. Dia adalah satu-satunya Mesias yang membebaskan kita dari dosa dan maut. Bersama Petrus kita berani berkata kepada Yesus: “Engkaulah Mesias!” Yesus adalah Mesias yang menderita supaya manusia dapat memperoleh keselamatan.

Hidup kita sungguh-sungguh Kristiani ketika kita terbuka kepada berkat dan rahmat Tuhan. Kita juga dapat menjadi saluran berfkat dari Tuhan bagi sesama manusia yang sangat membutuhkan. Ini membutuhkan pengurbanan diri yang luhur seperti Yesus sang Mesias.

PJ-SDB

Leave a Reply

Leave a Reply