Homili Hari Minggu Biasa ke-VII/C – 2019

Hari Minggu Biasa VIIC
1Sam. 26:2,7-9,12-13,22-23
Mzm. 103:1-2,3-4,8,10,12-13
1Kor. 15:45-49
Luk. 6:27-38

Inilah Jalan hidup Kristiani

Pada pagi hari ini saya mendapat sebuah broadcast tentang doa seorang yang sedang mencari Tuhan. Inilah kalimat doanya: “Tuhan, saya sedang mencari jalan hidup yang tepat di dunia ini. Dan saya sudah sedang menemukan jalan-Mu sebagai jalan hidup yang tepat. Sebuah jalan hidup yang sangat berbeda namun menggembirakan, yang sangat berat namun meringankan sebab saya percaya bahwa Engkau selalu bersamaku.” Saya membaca doa ini beberapa kali sambil merenungkannya dan saya merasa yakin bahwa doa ini merupakan bagian dalam pengalaman hidupku. Saya, anda dan kita semua sedang mengikuti jalan Tuhan dengan kualitas yang berbeda-beda. Jalan Tuhan adalah jalan salib, isinya adalah pengalaman suka dan duka dalam hidup kita. Di dalam diri sendiri, kita mengalami sakit dan penyakit tertentu, merasa kecewa, marah dan lain sebagainya. Di luar diri kita, ada saja orang yang masuk dalam kategori ‘musuh’, yang menyakiti hati kita, yang membenci bahkan yang mengutuk diri kita. Orang-orang baik dan jahat menghiasi hidup kita. Kita tidak dapat menjauhkan diri dari pengalaman-pengalaman seperti ini.

Bagaimana kita menyikapi situasi hidup semacam ini? Apakah kita juga menjadi pribadi yang hidup dan dikuasai oleh rasa dendam, benci, marah, pelit dan iri hati? Kalau saja ada pengalaman seperti ini, tentu membuat kita tidak merasa nyaman. Kita merasa seperti ada musuh-musuh yang selalu melihat dan hendak menghancurkan kita. Lensa kaca mata kita haruslah diganti dengan lensa baru. Saya maksudkan, mindset kita haruslah berubah terhadap orang lain. Tidak semua musuh adalah musuh kita. Mereka mungkin saja orang yang sangat care dengan kita, hanya kita tidak menyadarinya. Tidak semua kawan adalah sahabat kita. Mereka hanyalah kawan untuk saat-saat tertentu saja. Mereka bisa menjadi lawan kita kapan dan di mana saja kita berada. Saya mengingat Martin Luther King (1929-2968). Beliau adalah seorang pastor dan aktivis Hak-hak Asasi Manusia di Amerika. Ia mengatakan: “Kita harus mengembangkan dan mempertahankan kemampuan untuk memaafkan. Dia yang menolak untuk memaafkan menolak untuk mencintai. Ada banyak kebaikan dari jahatnya kita dan banyak kejahatan dari baiknya kita. Ketika kita menemukan hal ini, kita akan lebih mudah memaafkan musuh kita.”

Saya merasa kagum dengan sosok Daud yang mengampuni Saul. Dikisahkan dalam Kitab Pertama Samuel bahwa Saul bersama tiga ribu orang terpilih turun ke padang Zif untuk mencari Daud. Pada malam hari Tuhan membuat mereka lelap dalam tidur. Dan terjadilah: “Datanglah Daud dengan Abisai kepada rakyat itu pada waktu malam, dan tampaklah di sana Saul berbaring tidur di tengah-tengah perkemahan, dengan tombaknya terpancung di tanah pada sebelah kepalanya, sedang Abner dan rakyat itu berbaring sekelilingnya.” (1Sam 26:7). Abisai memhon ijin Daud untuk menikam sekali saja tombaknya ke tubuh Saul. Namun Daud berkata: “Jangan musnahkan dia, sebab siapakah yang dapat menjamah orang yang diurapi Tuhan, dan bebas dari hukuman?” (1Sam 26:9). Di sinilah letak kehebatan Daud. Ia tidak mau bersikap jahat terhadap Saul yang sudah diurapi Tuhan. Daud masih waras, tidak terpancing secara emosional untuk menghilangkan nyawa orang lain. Ini tentu beda dengan orang-orang tertentu di antara kita yang suka membalas dendam dan sulit untuk memaafkan. Daud menunjukkan wajah belas kasih Tuhan kepada Abisai dan kita semua yang membaca dan merenungkannya saat ini. Di kemudian hari Daud akan menjadi raja yang penuh belas kasih (Kel 33:14; Ul 13:19). Ini adalah jalan Tuhan bagi Daud untuk mengampuni Saul.

Semua kebaikan Daud kepada Saul ini diterjemahkan secara baru oleh Tuhan Yesus dalam bacaan Injil. Tuhan Yesus, Anak Daud mengajarkan para murid-Nya dan kita semua saat ini untuk mengikuti jalan-jalan Tuhan yang terbaik. Jalan-jalan Tuhan yang menunjukkan jati diri kita sebagai pengikut Kristus. Inilah perkataan Yesus dalam bacaan Injil hari ini: “Tetapi kepada kamu, yang mendengarkan Aku, Aku berkata: Kasihilah musuhmu, berbuatlah baik kepada orang yang membenci kamu; mintalah berkat bagi orang yang mengutuk kamu; berdoalah bagi orang yang mencaci kamu.” (Luk 6:27-28). Kata-kata yang mengubah mindset kita hari ini: musuh itu kita kasihi. Orang yang membenci kita kita balas dengan berbuat baik. Kita memohon berkat Tuhan bagi orang yang sadar atau tidak sadar mengutuk kita. Kita berdoa bagi orang-orang yang mencaci maki kita. Pilihan kata yang memiliki karakter kuat: mengasihi, berbuat baik, memohon berkat dan berdoa. Dengan melakukannya kita akan sungguh-sungguh menjadi pengikut Kristus.

Hal-hal lain yang Tuhan Yesus minta dari kita untuk mengikuti jalan-Nya adalah dengan tidak membalas dendam kepada orang lain dan selalu bermurah hati. Perbuatan-perbuatan seperti ini haruslah kita lakukan dengan sepenuh hati bukan setengah hati. Mengapa demikian? Sebab orang jahat saja melakukannya, lalu kelebihan orang beriman itu apa? Maka menjadi pengikut Kristus harus benar-benar berkualitas bukan hanya sekedar menjadi pengikut yang pasif saja. Pengikut Kristus yang pasif suka membenci, mengutuk, tidak murah hati dan suka membalas dendam. Tuhan Yesus sebaliknya menunjukkan jalan yang tepat: “Hendaklah kamu murah hati, sama seperti Bapamu adalah murah hati.” (Luk 6:36). Apakah anda sudah bermurah hati seperti Bapa di surga?

Pada hari ini kita berubah untuk meninggalkan jalan-jalan hidup lama yang masih diselimuti permusuhan, kebencian, egoisme, berpikiran negatif, hawa nafsu dan hal lain yang menghalangi perjumpaan kita dengan Tuhan dan sesama. Kita seharusnya sejalan dengan pikiran St. Paulus: “Sama seperti kita telah memakai rupa dari yang alamiah, demikian pula kita akan memakai rupa dari yang sorgawi.” (2Kor 15:49). Orientasi kita jelas yakni meninggalkan hidup lama menuju ke hidup baru dalam Tuhan. Kita mengganti jalan-jalan hidup lama dengan jalan hidup baru dalam Tuhan yakni: mengasihi, berbuat baik, memohon berkat, berdoa bermurah hati kepada semua orang. Ini adalah jalan yang benar, sebuah jalan kekudusan bagi kita semua. Jalan hidup Kristiani adalah jalan kekudusan.

PJ-SDB

Leave a Reply

Leave a Reply