Bersama Maria: Hari Keduapuluh Empat

Perawan yang setia

Apakah anda seorang pribadi yang setia? Ini adalah sebuah pertanyaan yang lazim bagi semua orang, berkaitan dengan profesi dan posisinya dalam hidupnya setiap hari. Saya ingat dan sepakat dengan Seneca. Beliau adalah seorang filsuf, negarawan dan dramawan dari Romawi Kuno yang hidup sekitar tahun 5SM-65M. Ia berkata begini: “Kesetiaan adalah kekayaan termulia di dalam kalbu manusia.” Seorang pribadi boleh hebat dalam berbagai hal namun ketika dia tidak setia dalam hidupnya, gelombang kegagalan pun akan menghantuinya. Kesetiaan memang penting dan harus.

Kesetiaan sebagai kekayaan termulia dalam kalbu perlu dan harus dimiliki oleh setiap orang. Para pasangan suami dan istri mesti berusaha untuk tetap setia dalam hidup perkawinannya sampai maut memisahkan mereka. Para imam, biarawan dan biarawati mengikrarkan janji setianya hingga maut memisahkannya dari bumi tempat ia berpijak. Orang-orang yang berkesempatan untuk memimpin selalu mempunyai sumpah jabatan, dan diharapkan untuk setia menjalani sumpah jabatannya. Maka kesetiaan memang harus tetap diperjuangkan sepanjang hidup ini. Pertanyaan penuntunnya adalah apakah anda, saya, kita adalah pribadi yang setia.

Litani Santa Perawan Maria menggambarkan Maria sebagai sosok yang setia dan tulus hati. Kita mendoakan: “Perawan yang setia, doakanlah kami”. Ya, Maria adalah guru kesetiaan bagi kita semua. Dia seorang wanita muda, dipilih Tuhan untuk menjadi Ibu Yesus sang Penebus. Ia menjawab ya kepada Tuhan. Ia pun setia selamanya sebagai ibu sampai tuntas. Hal yang indah dalam kesetiaan Maria sebagai ibu adalah ia tidak menerima Yesus sebagai miliknya sendiri. Ia menerima Yesus dalam rahimnya sebagai seorang ibu, menyimpan segala perkara dalam hatinya dan mendampingi Yesus dengan setia sampai tuntas. Ia setia dalam hidupnya meskipun kehilangan Yusuf dan Yesus. Dia akhirnya tinggal bersama para rasul hingga diangkat ke surga sebagai ratu Surga dan dunia. Kesetiaan memang mahal, menyakitkan perasaan manusiwi kita. Namun Maria telah menunjukkan dirinya sebagai soso pribadi yang setia sampai tuntas.

Kita harus belajar malu kalau kita tidak setia dalam hidup dan panggilan kita. Kita belajar malu ketika berkhianat dan tertawa di atas penderitaan orang lain. Kalau kita masih punya hati nurani maka cobalah untuk tetap setia dengan pasanganmu, dalam pekerjaan dan profesimu. Kalau anda mengalami kesulitan maka pandanglah Maria yang akan menolongmu untuk menjadi setia dalam hidup, karena dia juga setia adanya.

Saya mengakhiri refleksi ini dengan mengutip perkataan St. Yohanes Paulus II. Ia pernah berkata: “Penghormatan Maria, jika dimengerti dengan tepat, tidak menjauhkan dari ‘Kemuliaan dan Kuasa Kristus, Sang Pengantara.’ Maria bahkan secara terus-menerus menunjuk ke Putera Ilahinya, dan dia diusulkan kepada semua orang percaya sebagai model orang yang mempraktekkan iman.” Kesetiaan hidup kita akan menyerupai Maria di mana kita akan membawa semakin banyak orang untuk dekat dan bersahabat dengan Yesus Kristus.

Ad Iesum per Mariam. Maria Auxilium Christianorum, ora pro nobis.

PJ-SDB

Leave a Reply

Leave a Reply